Ronde Terakhir Roger Mayweather
Salah satu figur besar dalam Dinasti Mayweather. Menghabiskan hampir seluruh hidupnya di dalam ring.
DI balik sukses seorang petinju, pasti ada pelatih yang hebat. Namun di sepanjang perjalanan karier petinju Floyd Mayweather Jr., hanya satu pelatih sekaligus mentor dalam hidupnya yang paling berjasa: Roger Mayweather alias pamannya sendiri. Maka Floyd begitu terpukul ketika Roger mengembuskan nafas terakhir di usia 58 tahun pada 17 Maret 2020 karena diabetes.
“Paman saya salah satu orang terpenting di hidup saya, baik di dalam maupun di luar ring. Roger juga seorang juara hebat dan salah satu pelatih terbaik dalam tinju. Sayangnya kesehatannya memang buruk dalam beberapa tahun ini dan sekarang akhirnya dia beristirahat dengan tenang,” kata Floyd Mayweather Jr. lirih, dikutip Independent, 18 Maret 2020.
Baca juga: Tinju Kiri Ali di Jakarta
Roger merupakan salah satu sosok penting dalam Dinasti Mayweather di dunia tinju. Kisah dinasti Mayweather bermula pada 1967 kala Floyd Sr. baru berusia 15 tahun, sebagaimana dikisahkan Floyd Sr. kepada jurnalis Tim Smith yang dimuat majalah The Ring edisi Oktober 2014.
“Saat saya sudah beralih ke tinju professional pada 1974, adik-adik saya (Roger dan Jeff) mulai mengikuti jejak saya. Mereka selalu ikut ketika saya berlatih di Tawsy Gym,” kenang Floyd Sr.
Roger lahir di Grand Rapids, Michigan, Amerika Serikat pada 24 April 1961, sebagai satu dari sembilan anak pasangan Theartha Mayweather Sr. dan Bernice Ambrose. Sejak kecil, Roger dan kakak serta adik-adiknya hidup dalam keadaan sulit lantaran ekonomi keluarga hanya ditopang sang ibu yang bekerja serabutan, setelah ditinggal pergi ayahnya. Tinju, yang dikenalnya dari kakak tertuanya, Floyd Mayweather Sr. alias ayah Floyd Mayweather Jr., jadi jalan keluarnya dari kesusahan ekonomi keluarga.
Roger di Atas Ring
Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecil Roger, termasuk perjalanannya di dunia tinju amatir kelas ringan selain punya catatan 64-4. Pada 29 Juli 1981, ia naik ke tinju profesional mengikuti Floyd Sr. Ia menjalani debut tinju profesionalnya melawan Andrew Ruiz dan langsung menang TKO di ronde pertama.
Gelar pertama yang dimenangi Roger adalah sabuk USBA kelas ringan kala mengalahkan Ruben Muñoz Jr. lewat kemenangan angka pada 23 Oktober 1982. Selebihnya, karier Roger sarat kemenangan dan bergelimang gelar dunia, mulai dari kelas ringan, kelas bulu-super, kelas welter, hingga kelas welter-ringan. Jejak Roger kemudian diikuti oleh adik bungsunya, Jeff Mayweather.
“Roger punya karier yang luar biasa. Sementara Floyd Sr. dan saya setidaknya punya karier yang lumayan,” kata Jeff Maywather di The Ring, Oktober 2014.
Kala Floyd Sr., Roger, dan Jeff sudah berkutat di tinju pro pada 1980-an, Rogerlah yang punya karier paling cemerlang. Sepanjang kariernya, Floyd Sr. dan Jeff Mayweather tak pernah memenangi gelar prestisius. Karier gemilang Roger hanya bisa dilewati oleh keponakannya, Floyd Mayweather Jr. pada 1990-an.
Ketika namanya mulai naik daun di atas ring, Roger merasa perlu punya julukan. Setelah berpikir masak-masak, ia memilih julukan “Black Mamba”, diambil dari nama ular paling berbisa kedua setelah king cobra.
“Suatu hari saya sedang gonta-ganti saluran TV dan saya melihat di salah satu salurannya menayangkan aneka reptil, salah satunya (ular) black mamba. Salah satu ular paling mematikan di dunia. Saya suka melihat cara ular itu menyerang mangsanya dengan begitu tenang. Namun sekalinya ia mematuk, bisanya akan langsung menyebar di tubuh mangsanya. Karakternya mengingatkan pada diri saya sendiri,” tutur Roger kepada Chris Robinson yang dimuat doghouseboxing.com, 1 Januari 2006.
Baca juga: Obituari Kobe "Black Mamba" Bryant
Karier manis Roger di tinju profesional berlanjut saat memenangi titel bergengsi WBA kelas bulu-super pada 19 Januari 1983 usai menang TKO atas Samuel Serrano. Namun, pada 26 Februari 1984 Roger kehilangan sabuk itu setelah mengalami salah satu kekalahan terpahitnya usai kalah KO di ronde pertama dari Rocky Lockeridge.
“Rick ‘Rocky’ Lockeridge merebut gelar bulu-super (WBA, red.) setelah meng-KO Roger Mayweather hanya dalam 98 detik di ronde pertama. Sementara Roger terkapar, ia merayakannya bak merasa berada di puncak dunia,” tulis Mark E. Strong dalam Church for the Featherless.
Kekalahan itu masih menyisakan pahit bagi Roger yang kembali kalah pada 7 Juli 1985 dalam perebutan gelar WBC kelas bulu-super. Roger kalah TKO dari Julio César Chávez di ronde kedua. Roger baru bisa bangkit saat kembali ke kelas ringan, di mana dia menyabet sabuk WBC Continental Americas dari Sammy Fuentes pada 12 November 1987.
Baca juga: Pertarungan Terakhir Pahlawan Piala Uber
Kebangkitan itu berlanjut meski Roger beralih ke kelas welter-ringan, di mana dia sukses melingkarkan sabuk WBC di pinggangnya usai menang TKO atas René Arredondo. Berturut-turut kesuksesannya juga menghadirkan sabuk WBA Americas di kelas yang sama pada 5 April 1990 (menang dari Ildemar Jose Paisan), dan IBO pada 28 Mei 1994 (menang dari Eduardo Montes).
Ketika naik ke kelas welter, Roger juga mengoleksi sabuk IBO pada 8 Agustus 1994 (menang dari Johnny Bizzarro), serta IBA pada 12 Maret 1997 (menang dari Carlos Miranda), sebelum akhirnya gantung sarung tinju usai melakoni laga terakhirnya kontra Javier Francisco Méndez pada 8 Mei 1999 yang juga ia menangi.
Tak Bisa Jauh dari Tinju
Tinju sudah jadi bagian dari hidupnya sejak usia delapan tahun. Maka setelah pensiun, Roger memilih tetap di lingkungan tinju dengan menjadi pelatih. Sejatinya, ia sudah merintis jadi pelatih sejak awal 1998 atau setahun sebelum memutuskan pensiun dengan total catatan 72 pertarungan: 59 kemenangan, 35 menang KO, 13 kekalahan.
“Saya selalu mencintai tinju. Saya senang dengan persaingan di dalamnya. Saya tahu betul apa kemampuan saya, sejak usia delapan tahun. Saya juga tahu cara melatih, bahkan ketika saya masih kecil. Saya tahu ketika karier saya akan berakhir, saya akan jadi pelatih. Transisinya sulit bagi beberapa orang setelah lama jadi petinju, tapi tidak bagi saya,” sambung Roger.
Sejak awal 1998, atau dua tahun setelah Floyd Mayweather Jr. beralih dari amatir ke tinju pro, Roger kebagian jatah mengasuh sang keponakan. Namun baru beberapa bulan, ia digantikan lagi oleh Floyd Sr., setelah ayah Floyd Jr. itu bebas dari hukuman penjara. Roger pilih menyingkir dan melatih petinju lain karena ia juga tak punya hubungan yang harmonis dengan Floyd Sr.
“Saya dekat dengan adik saya, Jeff. Tetapi saya tak punya hubungan yang baik dengan kakak saya Floyd. Saya tak pernah bicara padanya selama 10 tahun,” kenangnya lagi.
Baca juga: Arek Malang Jagoan Raket Telah Berpulang
Namun pada Maret 2000, usai Floyd Jr. nyaris kalah dari Gregorio Vargas, Roger diminta kembali melatih sang keponakan. Floyd Jr. justru merasa tak cocok dilatih ayahnya sendiri sehingga memecatnya agar pamannya bisa kembali melatihnya. Hingga 2012, Roger selalu berada di sudut ring kala sang keponakan meraih beragam sabuk bergengsi.
Roger mengasuh Floyd Jr. bak anak sendiri. Maka ketika keponakannya dijahili Zab Judah pada 8 April 2006, ia meradang sampai loncat ke dalam ring hingga memicu keributan. Dalam laga perebutan gelar IBF dan IBO kelas welter di ronde ke-10 itu, Floyd Jr. terkena low blow atau pukulan culas Judah yang mengarah ke kantong menyan Floyd Jr.
“Roger masuk ke dalam ring. Ia mencoba memukul Judah, hingga kemudian Yoel Judah (kakak dan pelatih Zab Judah) ikut masuk ring dan membalas pukulan kepada Roger. Petugas keamanan harus terjun untuk melerai dan kemudian mengusir Roger,” ungkap Thomas Hauser dalam The Greatest Sport of All: An Inside Look at Another Year in Boxing.
Setelah pertarungan ditunda 10 menit, laga Floyd Jr. vs Judah dilanjutkan dan akhirnya dimenangi Floyd Jr. Sementara, lima hari berselang sang paman disanksi Nevada State Athletic Commission dengan larangan melatih selama setahun dan denda USD200 ribu karena dianggap sebagai pemicu kerusuhan di atas ring.
Setelah lepas dari sanksi, Roger kembali mengasuh Floyd Jr. hingga 2012. Mengingat kesehatannya yang menurun akibat diabetes, ia memutuskan tak lagi aktif melatih keponakannya seperti sedia kala. Hanya sesekali dalam kurun beberapa waktu ia ikut membantu melatih petinju-petinju lain di Mayweather Boxing Club, sasana tinju milik Floyd Jr. yang didirikan pada 2007, hingga akhir hayat Roger.
“Roger adalah segalanya buat saya, buat ayah saya Floyd Sr., paman saya Jeff, segenap keluarga, semua orang di dalam maupun di luar Mayweather Boxing Gym dan seantero dunia tinju. Meninggalnya Roger adalah kehilangan besar buat kami semua,” tandas Floyd Jr. menyambung kedukaannya.
Baca juga: Presiden Jago Tinju, Gulat Hingga Jiu-Jitsu
Tambahkan komentar
Belum ada komentar