Orang akan merujuk Stadion Gelora Bung Karno atau Monas jika mengingat proyek mercusuar Sukarno. Padahal tak hanya itu. Sukarno juga pernah membanguan Institut Oceanografi di Ambon, Maluku, yang jika rampung akan menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara.
Pada Mei 1965, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Sjarif Thajeb berkunjung ke Uni Soviet. Kunjungan ini merupakan undangan pemerintah Uni Soviet untuk melakukan perundingan kerja sama terkait pembangunan Institut Oceanografi di Ambon. Ambon nampaknya dipilih karena selain berada di wilayah timur Indonesia yang membutuhkan perhatian pembangunan, juga memiliki tradisi kemaritiman yang kuat.
Didampingi oleh Menteri Pendidikan Tinggi Uni Soviet Yelyutia, Thajeb mengunjungi Leningrad Shipbuilding Institute. Thajeb datang untuk melihat beragam teknologi kemaritiman paling mutakhir yang dimiliki Uni Soviet. Institusi di mana ilmuan-ilmuan hebat Uni Soviet bekerja ini akan menjadi percontohan bagi Institut Oceanografi di Ambon.
Baca juga: Jejak Sains Bung Karno untuk Hadapi Tantangan Zaman
“Uni Soviet akan mengadakan segala usaha untuk membuat proyek Ambon suatu Institut Oceanografi yang terhebat di Asia Tenggara dan akan membikinnya lebih dari Institut Oceanografi di Leningrad. Demikian antara lain kepastian yang diberikan oleh pihak Uni Soviet kepada Menteri PTIP Sjarif Thajep sebagai salah satu hasil kunjungan di Uni Soviet,” tulis Suara Merdeka, 17 Mei 1965.
Rektor Leningrad Shipbuilding Institute Boris Leontyevich Tolstykh menyebut Uni Soviet akan mengusahakan alat-alat yang lebih modern untuk institut di Ambon agar memenuhi syarat internasional. Sekira 30 dosen yang separuhnya dari Leningrad Shipbuilding Institute juga siap membantu. Selain itu, kementerian PTIP akan menerjemahkan 22 buku terkait oceanografi ke dalam bahasa Indonesia dan dicetak hingga 15 ribu eksemplar.
“Dalam bulan September yang akan datang menteri PTIP akan mengirimkan calon rektor Institut Oceanografi itu ke Uni Soviet untuk lebih lanjut menyelesaikan hasil-hasil perundingan yang telah tercapai olehnya. Dengan demikian jelas tampak, bahwa Menteri Thajeb sangat antusias tentang hasil perundingannya mengenai proyek Ambon itu,” tulis Suara Merdeka.
Baca juga: Planetarium Ambisi Sukarno Menguak Rahasia Angkasa
Merujuk pada Ichtisar Tahunan tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 mengenai Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961–1969, Institut Oceanografi Ambon telah dirintis sejak 1962.
Menurut buku yang disusun Bappenas pada Mei 1966 itu, institut diharapkan selesai pada 1967. Rencananya harus dapat menampung 1.000 mahasiswa dan 100 tenaga pegawai. Beberapa departemennya meliputi ship building and repairing, ship engineering and machinery, Oceanography Industrial fishing, dan technology of fish products.
Pembangunan Institut Oceanografi Ambon direncanakan selesai pada Juni 1966 agar bisa segera dipakai untuk perkuliahan pada September 1966. Sayangnya, sejak akhir 1965 pembangunan terkendala biaya.
Biaya Rp5.850.000.000 yang dikeluarkan untuk tahun 1965 ternyata tak cukup karena harga bahan-bahan melonjak. Anggaran tambahan sebesar Rp3 miliar yang diajukan kepada Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ternyata hanya disetujui Rp1 miliar.
“Selanjutnya dapat dikemukakan di sini, bahwa untuk sekadar mengurangi kesulitan-kesulitan tersebut telah diperoleh pinjaman sebesar Rp200 juta dari Kepala Daerah Tingkat I Maluku, jumlah mana pada waktu ini sudah harus dikembalikan,” tulis Bappenas.
Baca juga: Kerugian Nasional Akibat Genosida Politik 1965-1966
Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, hubungan Indonesia dan Uni Soviet tak begitu hangat. Sukarno, yang memiliki hubungan erat dengan pemimpin-pemimpin negeri Beruang Merah itu mulai dilucuti kekuasaannya. Dari sini, tampaknya bantuan Uni Soviet untuk Institut Oceanografi Ambon berhenti.
George Junus Aditjondro dalam Cermin Retak Indonesia menyebut bahwa pada era Orde Baru, Institut Oceanografi ditelantarkan. Lembaga ini diturunkan statusnya menjadi stasiun penelitian di bawah Lembaga Oceanografi Nasional yang berada di Ancol, Jakarta. Selain itu, galangan kapal di Poka, Ambon juga malah dipindahkan ke Surabaya yang kemudian menjadi galangan kapal PT PAL.
Mimpi Sukarno, yang menginginkan wilayah timur Indonesia juga tersentuh pembangunan, yang juga relevan dengan sumber daya manusia dan alamnya, gagal. Orde Baru membalikkan upaya desentralisasi pembangunan itu dan kembali fokus ke Jawa. Sejak 2014, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kemudian menjadikan bekas Intitut Oceanografi Ambon menjadi Pusat Penelitian Laut Dalam.