Kedubes Inggris trending topic setelah mengibarkan bendera pelangi berdampingan dengan bendera Inggris. Simbol kaum LGBT+ itu dikibarkan untuk memperingati International Day Against Homophobia, Biphobia, and Transphobia (IDAHOBIT) pada 17 Mei 2022. Pengibaran bendera pelangi itu disertai pernyataan dukungan dipublikasikan di akun resmi sosial media Kedubes Inggris.
Keberatan atas pengibaran bendera pelangi itu berdatangan dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, anggota DPR RI, anggota MUI, pakar hukum, dan tokoh-tokoh Islam. Mereka menilai Kedubes Inggris tidak sensitif sehingga menimbulkan polemik, melakukan tindakan provokatif, dan tidak menghormati nilai-nilai budaya dan agama di Indonesia. Akankah ada demonstrasi ke Kedubes Inggris?
Dalam sejarah, Kedubes Inggris pernah digeruduk massa yang digerakkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka menolak pembentukan Federasi Malaysia yang didukung Inggris pada 16 September 1963. Federasi Malaysia terdiri dari Malaka, Singapura, Sabah, dan Sarawak.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist menanggapi massa dengan bercanda. Ketika massa meneriakkan slogan “Hidup Sukarno!”, dia membalas dengan berteriak, “Hidup U Thant!”, diplomat Burma (kini, Myanmar) yang menjabat Sekretaris Jenderal PBB (1961–1971).
Tak hanya itu, Gilchrist kemudian memerintahkan salah satu bawahannya untuk memainkan bagpipe, alat musik tiup tradisional Skotlandia tempatnya berasal.
Baca juga: Peran Adam Malik di PBB
Selain untuk menunjukkan semangat Inggris, kata sejarawan Baskara T. Wardaya, permainan alat musik itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan selera humor sang dubes kepada massa.
“Sayang sekali, massa tidak memahami selera humor Pak Dubes. Mereka membakar mobil Rolls Royce miliknya,” tulis Baskara dalam Indonesia Melawan Amerika: Konflik Perang Dingin, 1953–1963.
Baca juga: Mulai Gilchrist Sampai WikiLeaks
Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Howard Palfrey Jones menyayangkan sikap koleganya itu. Menurutnya, Gilchrist kurang bijaksana. Tindakan memamerkan musik bising dari Skotlandia jelas memicu kemarahan demonstran.
“Maka terjadilah apa yang kemudian disesalkan oleh semua pihak. Massa menerobos, membakar Kedubes Inggris,” tulis Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang.
Menghadapi demonstrasi brutal itu, lajut Pour, pemerintah tidak melakukan pencegahan. Bahkan, Sukarno diam-diam justru mendukung aksi-aksi massa revolusioner terhadap Inggris dan Amerika Serikat. Sesuatu yang sebelum masa pendudukan Jepang seriang dia ungkapkan dalam kalimat pembakar semangat: “Inggris kita linggis, Amerika kita setrika”.
Baca juga: Akhiri Ganyang Malaysia Lewat Belakang
Keesokan harinya, 17 September 1963, Malaysia memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Pada hari yang sama, Sukarno menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, menyatakan bahwa Indonesia menolak Federasi Malaysia. Lebih lanjut Sukarno mengatakan bahwa dipastikan akan ada penolakan keras, bahkan penolakan yang sifatnya fisik dari rakyat Indonesia terhadap federasi tersebut.
Massa kembali menyerbu Kedubes Inggris pada 18 September 1963. Kali ini dalam jumlah besar sekitar lima ribu orang. “Bendera Inggris diturunkan, gedung kedutaan sendiri dibakar walaupun tidak sampai punah,” tulis Rosihan Anwar dalam Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik, 1961–1965.
Tak hanya gedung Kedubes, massa juga membakar 21 rumah stafnya. Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan tidak dapat membenarkan demonstrasi, pengrusakan, dan pembakaran. “Pernyataan tersebut dikeluarkan Presiden Sukarno tetapi dibacakan oleh Dr. J. Leimena,” tulis Rosihan.
Baca juga: Percikan Awal Sebuah Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Baca juga: Konfrontasi Indonesia-Malaysia Sampai Mati
Sebagai balasan, pada 19 September 1963, massa menyerang Kedubes Indonesia di Kuala Lumpur. Pada 20 September 1963, pemerintah Indonesia mengumumkan akan mengambil alih semua perusahaan Inggris. Sehari kemudian, pemerintah memutuskan hubungan dagang dengan Malaysia.
Beberapa hari kemudian, pada 23 September 1963, Sukarno dalam pidatonya yang berapi-api di hadapan massa di Yogyakarta, memperkenalkan slogan anti-Malaysia yang terkenal: “Ganyang Malaysia!”
“Pidato ini menandai dimulainya kampanye anti-Malaysia,” tulis Baskara.
Penolakan terhadap Federasi Malaysia berubah dari demonstrasi menjadi demo amunisi. Konfrontasi bersenjata berlangsung sejak awal tahun 1963. Akhirnya, Indonesia dan Malaysia menandatangani perdamaian dan pemulihan hubungan pada 11 Agustus 1966. Serumpun memang sudah seharusnya rukun.