Masuk Daftar
My Getplus

Kolonel Latief di Sekitar Yamato

Waktu ada perobekan bendera di Hotel Yamato Abdul Latief ada di sana. Jasa Tukang Becak besar di sana.

Oleh: Petrik Matanasi | 13 Sep 2023
Kolonel Latief dan keluarga (Repro "Pleidoi Kolonel Latief")

Revolusi meyeret pemuda Abdul Latief ke dalamnya. Di zaman Jepang dia adalah pemimpin pelatihan pemuda di Bojonegoro. Setelah kabar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sampai di telinganya, Latief dan pemuda-pemuda Bojonegoro bergerak.

“Pada saat pecahnya Revolusi Agustus 1945 saya mendampingi para pemuda Bojonegoro, untuk mengadakan pelucutan senjata tentara Jepang maupun pegawai Jepang (Sakura) yang berada di Keresidenan Bojonegoro, termasuk daerah minyak Wonosari dan Cepu,” kata Abdul Latief dalam riwayat singkat buatannnya yang tak diterbitkan.

Para pemuda itu hanya bermodal nekat. Kekurangan dan butuh senjata yang membuat mereka rela melakukan itu. Namun mereka beruntung karena ada orang-orang Indonesia yang pernah jadi polisi di zaman Jepang. Orang-orang itu tak sedikit yang mau membantu mereka.

Advertising
Advertising

 “Mula-mula mendapatkan bantuan senjata dari Kepala Polisi Kabupaten Bojonegoro sebanyak satu peleton (seksi), Bapak Komisaris Polisi Koesno. Dengan modal senjata itu lalu melakukan perlucutan senjata, mula-mula ditujukan kepada Jepang pegawai negeri kemudian Kempeitai (polisi militer) Jepang. Pada saat mengadakan perlucutan senjata ke Kempeitai, setelah markas mereka kami kepung, Daidancho PETA Soedirman untuk mengadakan perundingan terlebih dahulu. Pada akhirnya perlucutan senjata tersebut dapat diselesaikan tanpa pertempuran,” sambung Latief.

Daidancho Soedirman merupakan mantan guru agama di Bojonegoro. Salah satu anaknya, Basofi Soedirman, di kemudian hari menjadi gubernur Jawa Timur.

Berkali-kali Latief dan para pemuda Bojonegoro terlibat pelucutan senjata. Maka jumlah senjata pemuda di daerahnya bertambah. Latief merasa telah punya pasukan tempur yang bisa diandalkan. Dia kemudian berusaha mengadakan hubungan dengan pemuda-pemuda di Surabaya.

“Sebelum meletusnya Pertempuan 10 November 1945 kami dari pasukan bersenjata berangkat ke Surabaya, untuk membantu arek-arek Suroboyo melucuti tentara Jepang dan menghalangi pendaratan tentara Sekutu yang diboncengi tentara Belanda. Saya bersama-sama supir Bapak Residen Bojonegoro dengan mengendarai mobil residen berangkat ke Surabaya untuk mendapatkan informasi tentang keadaan di Surabaya,” kata Latief lagi.

Setelah di rumah keponakannya yang jadi perwira polisi bernama Mudjoko, Latief mendatangi markas Pemuda Republik Indonesia (PRI) Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) Bung Tomo. Ketika berada di markas PRI, dia bertemu dengan Ruslan Wijoyosastro, seorang pemimpin buruh yang berpengaruh di Surabaya. Mereka pun berdialog.

“Baru saja pembicaraan selesai terdengarlah ramai-ramai di sekitar Hotel Yamato,” kenang Latief.

Latief langsung keluar dan mencari tahu apa yang terjadi. Terlihat olehnya para pemuda sudah banyak berkumpul di depan Hotel Yamato.

Gedung hotel itu dinaiki para pemuda yang hendak mencapai bendera merah-putih-biru Belanda. Setelah berhasil mencapainya, pemuda itu kemudian merobek warna biru dari bendera itu sehingga jadilah bendera merah-putih. Bendera itu yang dikibarkan di Hotel Yamato pada 19 September 1945.

“Tak lama kemudian terdengarlah letusan senjata kecil semacam pistol dan kelihatan ada seseorang yang terkena senjata itu. Rakyat dan pemuda-pemuda itu berebut menyerbu ke hotel tersebut,” ingat Latief.

Seingat Latief, dalam peristiwa itu para tukang becak anak buah Ruslan berperan penting dalam pembentukan massa. Ketika bendera yang disobek itu masih berupa bendera Belanda, para tukang becak memberi kabar pemuda-pemuda yang mereka temui di jalan lalu mengantarnya ke sekitar Yamato. Bahkan ada tukang becak yang bolak-balik menjemput pemuda-pemuda untuk berkumpul di luar Hotel Yamato. Setelah peristiwa itu, Latief dan supir keresidenan kembali ke Bojonegoro untuk memberi kabar kepada para pemimpin dan pemuda Republik Indonesia di Bojonegoro.

 

TAG

kolonel latief 10november 1945 bendera perang kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Di Balik Warna Merah dan Istilah Kiri Seabad First Lady Fatmawati Meluruskan Peristiwa Insiden Bendera di Surabaya Akhir Pertempuran Surabaya Pemuda di Balik Senjata Berat dalam Pertempuran Surabaya Merah Putih, Kerbau, dan Banteng Meluruskan Sejarah Bendera Pusaka Bintang Perang Surabaya Ada Apa dengan Bendera Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno