Masuk Daftar
My Getplus

Meluruskan Peristiwa Insiden Bendera di Surabaya

Peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya direka ulang untuk meluruskan kesimpangsiuran fakta sejarahnya.

Oleh: Randy Wirayudha | 19 Sep 2018
Reka ulang perobekan bendera Belanda di pucuk tiang menara Hotel Majapahit. (surabaya.go.id)

PAGI di Kota Surabaya yang biasanya ayem dengan hiruk-pikuk masyarakat tiba-tiba geger pada 19 September 1945. Warga yang tengah melewati jalan di depan Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) dibuat emosi oleh berkibarnya bendera Belanda di pucuk menara hotel. Padahal, Indonesia sudah merdeka.

Bendera triwarna merah-putih-biru itu ternyata dikerek pihak Belanda atas perintah WV Ch. Ploegman, pemimpin organisasi Indo Europesche Vereniging (IEV) yang diangkat NICA menjadi walikota Surabaya. Pada 18 September 1945 malam, dia memerintahkan rekan-rekannya mengibarkan bendera Belanda untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina (31 Agustus).

Baca juga: Pemuda di balik senjata berat dalam Pertempuran Surabaya

Advertising
Advertising

Tindakan provokatif itu memicu kemarahan warga Surabaya. Mereka berupaya merobek bendera triwarna. Dalam upaya itulah mereka bentrok dengan serdadu Jepang yang berjaga dalam rangka mempertahankan status quo.

Residen Soedirman dikawal Sidik dan Hariyono datang beberapa saat kemudian untuk memprotes Ploegman yang berada di dalam hotel. Namun, residen justru ditodong pistol. Sontak, Sidik menyerang Ploegmann, sementara Hariyono mengungsikan residen ke luar hotel.

Kericuhan pun memuncak. Sidik yang berhasil membunuh Ploegmann dan dua orang Belanda lain akhirnya turut tumbang dan sekarat terkena tebasan klewang anak buah Ploegman. Di luar hotel, Hariyono langsung memanjat tembok hotel hingga ke atas menara setelah mengamankan residen. Hampir bersamaan, pemuda Koesno Wibowo juga mendaki tangga ke tempat yang sama. Keduanya pun berbarengan sampai di puncak menara.

Baca juga: Keputusan petinggi Sekutu terhadap rakyat Surabaya membuat jenderal Inggris ini kecewa

Koesno mengambilalih upaya perobekan bendera. Warna biru di bendera itu dibuangnya sehingga hanya menyisakan merah dan putih. Tapi saat hendak turun, Hariyono keserempet peluru di kepalanya. Makanya dia juga tumbang meski tetap selamat. Nasib Koesno setelah bisa turun pasca-keadaan mereda.

Saat rakyat membawa mereka menuju Rumahsakit Simpang, Sidik yang sedang menghadapi maut berpesan pada Hariyono. “Cak Har, beritahukan pada arek-arek Suroboyo, perjuangan ini jangan sampai berhenti. Merdeka!”

Adegan perisahan yang langsung disambut haru-biru penonton itu menjadi penutup dari aksi teatrikal reka ulang Peristiwa Insiden Bendera di Surabaya tahun 1945. Reka ulang bertajuk “Surabaya Merah Putih” yang dihelat di hadapan para veteran pejuang Surabaya, Walikota Tri Rismaharini beserta jajarannya itu digarap oleh Komunitas Surabaya Juang (KSJ).

“Intinya kita ingin menyampaikan nilai kepahlawanan rakyat Surabaya yang menegakkan kembali Merah Putih di negeri ini. Kita melibatkan begitu banyak orang, termasuk 3000 pelajar setelah akhir adegan utama, agar teatrikal ini jadi kegiatan untuk menanamkan karakter calon-calon pemimpin warga Kota Surabaya,” ungkap Heri Lentho, ketua panitia dari Surabaya Juang, kepada Historia.

Baca juga: Setelah 23 hari, tentara Inggris baru bisa keluar dari "neraka" Surabaya

Di era kekinian, lanjut Heri, nilai-nilai kesejarahan dan kepahlawanan lebih efektif diajarkan dengan cara visualisasi seperti itu ketimbang hanya belajar di kelas. Hal senada juga diutarakan sang walikota dalam pidatonya di sela-sela teatrikal.

“(Melalui, red.) Peristiwa ini arek-arek Suroboyo telah memberikan teladan. Mereka tidak hanya merobek warna biru, namun mereka telah merobek hal-hal yang tak patut bagi negerinya. Merobek kemalasan, kezholiman, dan membuang jauh hal-hal buruk bagi negerinya. Dari Surabaya, kita telah menguatkan arti merah dan putih yang sesungguhnya. Keberanian yang suci untuk memerdekakan diri dari ketertinggalan, memerdekakan diri dari kebodohan dan kemiskinan,” ujar Risma.

Baca juga: Tiga versi peristiwa Rapat Raksasa di Tambaksari Surabaya

Teatrikal Insiden Bendera ini merupakan yang keempat kalinya dihelat KSJ bersama Pemerintah Kota Surabaya. Khusus tahun ini, teatrikalnya mengangkat topik pengorbananan Sidik Moeljadi, mantan anggota Jibakutai (pasukan berani mati didikan Jepang) yang menjadi pengawal Residen Soedirman. Meski tak sepopuler Bung Tomo atau Sungkono, syuhada yang acap disapa Cak Sidik itu merupakan petarung bernyali singa yang menjadi korban pertama dari pihak republik dalam Perang Kemerdekaan (1945-1949).

Heroisme Sidik dan arek Suroboyo lain dalam Insiden Bendera itulah yang ingin disampaikan KSJ. Selain itu, aksi teatrikal kali ini juga ingin menyampaikan fakta tentang siapa perobek bendera triwarna yang sesungguhnya.

Baca juga: Soemarsono dalam Pertempuran Surabaya

“Makanya tahun ini kita enggak sembrono menggarap teatrikalnya, di mana ternyata perobeknya ada dua. Terlepas dari beberapa yang mengklaim, faktanya dua perobeknya adalah Hariyono (pengawal Residen Soedirman lainnya) dan pemuda Koesno Wibowo,” sambung Heri, yang meriset faktanya berangkat dari buku hasil riset Ady Setyawan, pendiri Roodebrug Soerabaia, berjudul Surabaya: Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu?

“Dari riset yang dilakukan Ady, maka mengerucutlah fakta sejarahnya. Bicara inisiatif awal (merobek bendera Belanda), itu dari Hariyono. Namun karena kelelahan akibat memanjat sampai menara hotel secara manual (tanpa tangga), dia posisinya mulai enggak kuat. Hanya bisa sedikit merobek bendera dengan cara digigit,” sambung Heri.

Baca juga: Benarkah kematian Brigjen Symonds murni kecelakaan?

Selain menggunakan hasil riset yang akuntabel, keseriusan KSJ menggarap teatrikal dilakukan dengan melibatkan 150 pemuda dari reenactor (pereka ulang sejarah) Roodebrug Soerabaia, siswa SMK 6 Surabaya, 21 komunitas teater dan komunitas sepeda tua Senopati. KSJ juga melengkapi pentas dengan beragam properti dan kostum otentik dari masa ketika peristiwa berlangsung.

TAG

Surabaya hari pahlawan 10 november 10november1945 haripahlawan2020 10november2020

ARTIKEL TERKAIT

Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Dari Kamp Nazi Lalu Desersi di Surabaya Dukung Kemerdekaan Indonesia Goresan Tinta Seniman Australia Merekam Revolusi Kemerdekaan Abdullah Mengayuh Becak dan Sejarah Bangsa Awak Artileri dalam Pertempuran 10 November "Tak Diakui" Kolonel Latief di Sekitar Yamato Kolonel Latief dalam Pertempuran 10 November di Surabaya Alibi Kapal Bocor Ala Inggris Menjaga Kebersihan Kota pada Zaman Belanda