Dari masa ke masa, sosok Sukarno dan pemikiran-pemikirannya selalu diingat. Rasanya tidak sempurna, jika membahas sejarah Indonesia tidak menyebut nama Sukarno. Puluhan studi dan buku tentang Sukarno dalam beragam aspek pun telah jamak ditulis. Tetapi, tetap saja ada ruang yang bisa dieksplorasi darinya.
Itulah yang kemudian melatari Penerbit Buku Kompas bekerjasama dengan majalah sejarah populer Historia menerbitkan seri buku Sukarno. Tiga seri buku yang diterbitkan adalah Mengincar Bung Besar, Ho Chi Minh & Sukarno, serta Kennedy & Sukarno. Buku pertama membahas tentang tujuh upaya pembunuhan terhadap Sukarno semasa aktif sebagai presiden. Dua lainnya membahas hubungan Sukarno dengan dua tokoh besar dunia, Ho Chi Minh dan John. F. Kennedy.
“Karena itulah penerbitan buku-buku ini penting agar generasi muda mengetahui sejarah Bung Karno yang akurat. Kini generasi milenial punya perpustakaan terbuka bernama google, tetapi kita tidak pernah tahu kadar akurasinya,” ujar Budiman Tanuredjo dari Penerbit Buku Kompas.
Buku seri Sukarno ini memang ditujukan untuk pembaca muda yang awam soal Sukarno. Namanya barangkali tetap diingat sebagai nama pahlawan yang memerdekakan Indonesia, tetapi sosok dan perannya belum tentu diketahui benar. Setidaknya itu terkonfirmasi oleh pengalaman dosen komunikasi Universitas Atma Jaya Andina Dwifatma. Suatu kali ia melontarkan pertanyaan "Apa yg terlintas di benak kalian tentang Sukarno?” kepada mahasiswanya melalui aplikasi pesan Line.
Seorang mahasiswanya menjawab proklamasi. Seorang lainnya menjawab jasmerah. Lainnya menjawab politik berdikari. Ada juga yang mengutip kalimat tekenal Sukarno, "Beri aku sepuluh pemuda, akan kuguncang dunia."
“Salah satu yang menarik ada yang menjawab airport, merujuk pada Bandara Sukarno-Hatta tentunya,” ujar Andina dalam acara peluncuran buku seri Sukarno di Museum Nasional, Jakarta, (30/11/2017).
Menurutnya itulah sebagian kecil gambaran generasi Z (gen Z) tentang presiden pertama Indonesia. Gen Z adalah mereka yg lahir pada kisaran 1996 hingga 2010. Mereka disebut pula digital native karena sejak dini telah akrab dengan gawai dan internet.
Gen Z umumnya memperoleh dan mencerna informasi dari internet. Mereka bisa memperoleh informasi apapun dari sana hampir tanpa batas. Tetapi, internet punya kendala besar, apa lagi terkait sejarah, yaitu akurasi. Celah inilah yang mesti ditambal oleh para sejarawan.
“Dari pengalaman saya mengajar gen Z, berkaitan dengan Sukarno dan pemikirannya, saya sampai pada kesimpulan bahwa yang paling urgen dilakukan adalah membuat mereka gandrung pada Pancasila,” ujar Andina.
Banyak riset yang menyimpulkan bahwa generasi muda Indonesia terbelah antara mereka yang apatis dan radikal. Mereka yang apatis umumnya tidak peka terhadap kondisi sosial di lingkungannya dan cenderung individualis. Di sisi lain, mereka yang radikal berusaha merongrong ideologi Pancasila. Menurut Andina, keduanya sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Untuk menekan keduanya, Andina berpendapat Pancasila adalah solusi terbaik yang mesti dikuatkan kembali.
“Tetapi, tidak dengan cara-cara lama seperti penataran P4. Gen Z yang punya karakteristik terbuka pada informasi, karena itu mereka akan menolak segala macam indoktrinasi,” tuturnya.
Karena itulah, Andina mengapresiasi penerbitan seri buku Sukarno yang disusun berdasarkan liputan awak majalah Historia. Cara paling efektif untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada gen Z adalah melalui story telling sebagaimana yang diusung oleh Historia dalam seri buku Sukarno.
"Kisah-kisah sejarah kecil dan berdimensi humanis akan lebih mudah dicerna oleh gen Z," tutur Andina.
Untuk bisa mendapat perhatian gen Z, sejarah mesti direlasikan dengan hal-hal yang dekat dengan mereka. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk menyukai sesuatu yang berhubungan dengan pribadinya. Jadi, untuk mendekatkan gen Z dengan sejarah, narasinya harus didekatkan dengan kehidupan mereka. Salah satunya dengan cara mengisahkan sejarah dalam bentuk media baru seperti film.
"Saya pikir kisah-kisah percobaan pembunuhan terhadap Sukarno dalam buku Mengincar Bung Besar bisa menjadi serial film. Akan sangat menarik menikmati sejarah yang berbau thriller seperti ini dalam bentuk film," ungkapnya.