PRANCIS menguasai Louisiana (Vente de la Louisiane) sejak 1682, kemudian menyerahkan kepada sekutunya, Spanyol pada 1762. Pada 1800, Prancis di bawah Napoleon Bonaparte mengambil kembali Louisiana ditukar dengan Tuscany sebagai upaya membangun kembali kerajaan kolonial Prancis di Amerika Utara.
Namun, karena terlilit utang akibat perang dan kegagalan menekan pemberontakan di Saint-Domingue (kini Haiti), ditambah kemungkinan terjadinya peperangan baru dengan Inggris, mendorong Napoleon untuk menjual Louisiana kepada Amerika Serikat.
Akuisisi Louisiana merupakan tujuan jangka panjang Presiden Amerika Serikat Thomas Jefferson, yang sangat ingin menguasai pelabuhan penting di Sungai Mississippi di New Orleans. Jefferson menugaskan James Monroe dan Robert R. Livingston untuk membeli New Orleans.
Ternyata Prancis menawarkan seluruh wilayah Louisiana. Tentu saja Amerika Serikat langsung setuju. Kesepakatan penjualan ditandatangani oleh James Monroe dan Robert R. Livingston dengan Menteri Keuangan Prancis François Barbé-Marbois.
Baca juga: Sejarah Laïcité, Dasar Falsafah Sekularisme Prancis
Pada 30 April 1803, Prancis menjual wilayah Louisiana seluas 2.140.000 km2 kepada Amerika Serikat sebesar US$15 juta setara dengan sekitar US$371 juta pada 2023. Dengan mengakuisisi Louisiana, luas wilayah Amerika Serikat menjadi hampir dua kali lipat.
Conrad H. Lanza dalam Napoleon dan Strategi Perang Modern menyebut penjualan tanah Louisiana itu mungkin merupakan jual beli tanah secara damai yang terbesar dalam sejarah sekaligus mengubah Amerika Serikat menjadi suatu negara berukuran benua.
Saat ini, Louisiana meliputi 15 negara bagian: Arkansas, Missouri, Iowa, Oklahoma, Kansas, Nebraska, Mississipi, Minnesota, Dakota Utara, Dakota Selatan, New Mexico, Texas, Montana, Wyoming, dan Colorado.*