Transportasi Publik Buat Angkut Mayat
Jasa sewa mobil jenazah bisa jadi barang mahal bagi mereka yang dilanda duka tapi tak punya dana. Dulu orang terpaksa pakai bis kota sekarang ojek online.
ORANG yang meninggal di rumahsakit lazimnya diantar dengan mobil jenazah atau ambulans ke rumah duka untuk disemayamkan. Namun, pemandangan memilukan hati berseliweran di media sosial sepekan lalu. Seorang kakek di Makassar membawa jenazah cucunya yang baru lahir dengan jasa ojek online. Cucunya meninggal lantaran mengalami gangguan pernapasan setelah proses persalinan.
Sang kakek yang diketahui bernama Arsyad itu membawa jenazah cucunya dari RS Tajuddin Chalid Makassar ke tempat keluarga yang berada di Kabupaten Pangkep. Lantaran tak punya cukup uang untuk sewa mobil jenazah sebesar Rp800.000, kakek Arsyad bersama jenazah cucunya diantar pakai ojek online. Perjalanan itu memamakan jarak sejauh 53 km dan harus menyeberang pulau.
“Pihak keluarga tidak mampu tapi pihak keluarga mau cepat karena mereka tinggal di pulau. Menurut petugas dia berinisiatif bertindak cepat untuk menawarkan bagaimana memesankan ojek online motor,” ujar Humas RSUP Tadjuddin Chalid, Yanti kepada detikSulsel, Sabtu (15/6).
Baca juga: Mengorek Sejarah Ojek
Di atas boncengan motor ojek, kakek Arsyad menggendong jasad cucunya. Dalam video yang viral di media sosial itu, kakek Arsyad tampak tegar meski jelas terlihat raut sedih di wajahnya. Sementara itu, tukang ojek memacu motornya menuju tempat tujuan sambil merekam penumpangnya yang dilanda kedukaan itu. Wawan, si tukang ojek itu, dibayar dengan tarif Rp150.000. Tak banyak pembicaraan selama perjalanan. Peluh dan keluh kesah mereka larut dalam terpaan angin jalanan.
Meski miris, peristiwa yang dialami kakek Arsyad seolah jadi pola sejarah yang berulang bagi orang-orang kecil di Indonesia. Dalam beberapa tahun belakangan, kasus orang tak sanggup bayar ambulans agen sbobet atau mobil jenazah telah terjadi beberapa kali.
Pada 2017, seorang ibu di Lampung membawa jenazah bayinya pakai angkot lantaran tak mampu bayar sewa ambulans. Kasus paling banyak terjadi pada 2021, bertepatan dengan mewabahnya virus Corona. Banyak jenazah yang tak bisa diangkut pakai mobil jenazah. Kendaraan yang tidak difungsikan buat mengangkut jenazah terpaksa dipakai untuk melanjutkan proses pemakaman jenazah. Mulai dari mobil pikap, motor keranjang, motor roda tiga, hingga motor roda dua. Persoalannya lagi-lagi karena ketiadaan biaya.
Baca juga: Naluri Mengubur Mayat
Kasus paling awal setidaknya terjejaki pada tahun 1967. Kasusnya mirip seperti kakek Arsyad. Bedanya, ini orang tua yang kehilangan anak bayi mereka yang meninggal dunia, bukan kakek kehilangan cucu.
Pada hari Minggu, 30 Juli 1967, bus kota jurusan Lapangan Banteng-Kebayoran Baru berhenti di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Naiklah dua orang penumpang. Satu di antaranya menggendong semacam bungkusan. Mereka hendak menuju ke Ciputat sehingga di Kebayoran nanti harus menyambung bus lagi.
Bangku-bangku dalam bus tampak terisi penuh penumpang. Karena membawa sesuatu dalam gendongan, kedua penumpang baru tadi permisi ingin minta tempat duduk. Orang-orang mulanya acuh tak acuh, sebagaimana biasanya kondisi dalam bus kota. Namun, hati beberapa penumpang kemudian tersentuh setelah mendapat penjelasan dari dua penumpang tersebut.
Menurut Harian Kami, para penumpang bus melowongkan kursi ketika mereka diberitahu isi gendongan tersebut adalah mayat. Di sela-sela perjalanan terjadi pembicaraan dengan kedua penumpang yang baru saja kehilangan bayinya itu.
“Kenapa ibu tidak bawa pakai ambulance?” tanya seorang penumpang.
“Mereka minta seribu limaratus sampai di Ciputat,” jawabnya dengan nada memelas.
Peristiwa itu cukup menjadi buah bibir. Setidaknya bagi para penumpang dalam bus kota. Mereka menyesalkan pihak RSCM yang dianggap kelewat kejam. Seorang anggota ABRI dari Batalion Kavaleri 7 bahkan tergugah hati untuk membuka dompetnya dan memberikan uang Rp 100 kepada dua orang penumpang yang kemalangan itu. Salah satu suratkabar ibukota memuat beritanya di sampul depan.
“Mayat Bayi dalam bis kota. Ongkos ambulance mahal?” demikian diwartakan Harian Kami, 1 Agustus 1967.
Baca juga: Bus Dodge Penguasa Jalanan Jakarta
Tambahkan komentar
Belum ada komentar