Gudang Rempah Jadi Gudang Sejarah
Museum Bahari menyimpan beragam benda bersejarah terkait dunia maritim.
DENGAN wajah ceria, lima gadis cilik melihat satu per satu koleksi Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan No 1 Jakarta Utara, Selasa (24/2) siang. Mereka sering berkunjung ke sana. Alasannya, selain dekat rumah, mereka suka koleksi-koleksi museum.
Museum Bahari memiliki ratusan koleksi yang berkaitan dengan dunia maritim Nusantara. Dari foto, lukisan, alat navigasi, hingga keramik. Semuanya didapatkan melalui perburuan maupun hibah.
"Kami pernah mendapatkan 200 koleksi peninggalan kapal Tiongkok yang tenggelam di Belitung pada abad ke-11. Ada mangkok, piring; ada yang sudah berkerak seperti karang, ada yang masih dengan karang-karangnya," ujar Isa Ansyari, kepala koleksi dan perawatan Museum Bahari.
Perahu tradisional dari berbagai daerah menjadi koleksi terbanyak museum. Ada yang asli, ada pula yang sekadar replika. Ada juga patung-patung tokoh bersejarah yang berkaitan dengan dunia maritim seperti Ibnu Battutah. Semua ini membantu memperlengkap informasi mengenai masa lalu kemaritiman Nusantara.
Mulanya bangunan Museum Bahari merupakan gudang rempah-rempah Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC). Setelah mendapat izin berniaga di Batavia, VOC membangun dua kompleks pergudangan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa: di sisi barat Kali Besar (Westzijdsche Pakhuizen) dan sisi timur (Oostzijdsche Pakhuizen).
Bangunan Museum Bahari termasuk dalam kompleks pergudangan barat, yang dibangun secara bertahap mulai 1652 sampai 1771 (ada yang menyebut dibangun tahun 1645).
Tak jauh dari gudang, berdiri sebuah menara (kini, Menara Syahbandar) yang dibangun pada 1839 masa Gubernur Jenderal Dominique Jacques de Eerens. Menara tersebut berfungsi mengawasi dan mengatur lalu-lintas pelabuhan.
Peruntukan gudang tersebut berubah-ubah mengikuti pergantian penguasa. Pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang menggantikan VOC, menggunakan gudang itu untuk menampung komoditas seperti kopi, teh, dan kina. "Komoditas tersebut berasal dari kebun-kebun di Jawa Barat," kata Isa.
Pemerintah pendudukan Jepang menggunakan gudang itu sebagai tempat perbekalan perang. "Baju-baju bagus rakyat diambil Jepang dan disimpan di sini lalu dikirim ke Burma, Malaysia,"� lanjut Isa.
Pada masa Republik, gudang itu dimiliki Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon, yang kemudian jadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). PN Postel kemudian dipecah menjadi dua: Perusahaan Negara Pos dan Giro (kini, PT Pos Indonesia Persero) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (kini, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk [Persero] atau biasa disebut Telkom).
"Setelah Pos memisahkan diri, gudang ini akhirnya jadi gudang Telkom. Sementara Menara Syahbandar jadi Polsek Penjaringan,"� ujar Isa.
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengambil-alih gudang Telkom tersebut pada 1976 dan menjadikannya Museum Bahari. Bang Ali meresmikannya pada 7 Juli 1977. Museum Bahari kemudian beberapa kali melakukan perbaikan dan pembenahan.
"Museum mulai cantik itu sejak anggota dewan mulai memihak kepada museum. Kalau dulu ngajuin anggaran, susah,"� kata Isa.
[pages]
Tambahkan komentar
Belum ada komentar