19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer Kedua atas ibukota RI di Yogyakarta. Pemimpin nasional tertangkap. Namun demikian, republik harus tetap berdiri. Saat terjadi agresi, rombongan KSAL dibawah Subijakto sedang berada di Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Ia memutuskan Kutaraja sebagai pusat Komando Angkatan Laut RI. Perpindahan pusat Komando ALRI ke Aceh dan ketatnya Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda di Labuan Bilik membuat John Lie memindahkan basis dan jalur Operasi Militer Laut ke Aceh karena Aceh adalah satu-satunya daerah yang masih aman wilayah laut dan daratnya.
Di Aceh John Lie diperintahkan oleh pimpinana ALRI untuk melakukan kontribusi dengan Aceh Trading Company (ATC) untuk membawa kurang lebih 700 ton karet tiap kali berlayar dari Aceh ke Penang. John Lie dan timnya lalu mendirikan Help Naval Base of The Republic of Indonesia di Port Swettenham, Penang. Sejak itu, ia terus melakukan pelayaran penetrasi blokade Belanda.
Selama bertugas di Penang, John Lie aktif berinteraksi dengan banyak orang. Dalam surat bertanggal 20 Januari 1949 tersebut John Lie berkorespondensi dengan seseorang bernama Sjahrir. Tidak jelas, apakah ini Sjahrir mantan perdana menteri pertama RI, atau bukan.
Aceh Trading Company (ATC) menyumbang sebuah kapal cepat untuk ALRI yang didaftarkan dan mendapat nomor lambung PPB 58 LB. John Lie sebagai komandan kapal baru ini, menamainya The Outlaw. Disitu, John Lie dibantu oleh Sudomo, kelak Pangkopkamtib era Orde Baru. Tugas pertama kapal baru ini adalah menjual karet ke Thailand. Hasil penjualan karet mentah itu kemudian diwujudkan dengan bergama senjata dan amunisi.
Keberhasilan John Lie dalam menyelundupkan senjata ke Indonesia guna membantu para pejuang mempertahankan kemerdekaan tidak selamanya berjalan dengan mulus.
"Saya masih ingat salah satu pengalaman menegangkan. Waktu itu kami sedang berlayar di laut lepas, untuk mendekati pantai Aceh. Tiba-tiba saja saya melihat lampu-lampu kapal patroli Belanda. Tetapi dengan tenang Mayor John Lie malahan naik ke anjungan, sambil membuka Kitab Injil yang kemana-mana selalu dibawanya. Kemudian, selesai membaca salah satu ayat, Lie segera memerintahkan kapal untuk cikar kanan. Dengan kekuatan full speed kapal penyelundup segera lari menghindar. Tapi ternyata, kapal Belanda tersebut tidak pernah mengejar. Bagaimana mungkin, mereka bisa tak melihat posisi kapal kami?," kenang laksamana Sudomo kepada Julius Pour dalam Laksamana Sudomo Mengatasi Gelombang Kehidupan.*

Terjemahan:
Penang 20/1-49
Saudara Bin Sjahrir, Kasih tahu kepada mereka berdua
Tidak ada masalah dan kirim uang discharge (hutang AO) $ 80 delapan puluh Dollars secepat mungkin (kembali) ke Penang. Saya tidak janji denganmu untuk mengeluarkan uang discharge. Kalau kalian tidak membereskan persoalan ini dan akan manfaatkan pihak lain lebih baik batal /mengakhirkan kerja sama. Kita tidak bisa melanjutkan seperti ini, bahwa pihak lain
akan bersikap seperti tidak ada apa-apa dan kami melewati garis penembakan
Kalau Anda mau kerja sama/zakelek lakukan yang benar/zakelek dan jangan membuat alasan/berdalih
Hidup Merdeka,
Yours faithfully in the Lord, Yours faithfully in the Lord,
John Lie