Teuku Hasan Yang Terpaksa Jadi Gubernur
Kisah gubernur pertama Sumatera yang mengemban jabatan bukan karena kemauannya sendiri.
BILAMANA musim pemilihan kepala daerah (Pilkada) bersemi, para politisi berbondong mencalonkan diri. Entah itu jadi gubernur atau bupati. Cara yang ditempuh guna menarik pemilih pun beragam. Mulai dari kampanye obral janji hingga menggelontorkan uang untuk meraup suara. Praktik demikian berbeda halnya pada masa awal kemerdekaan.
Gubernur pertama Sumatera terpilih secara musyawarah. Bermula dari pembicaraan antara dr. Mohammad Amir dan Mr. Mohammad Hasan. Keduanya adalah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang sama-sama mewakili Sumatera. Amir berasal dari Minangkabau sedangkan Hasan berasal dari Aceh. Namun keduanya lebih dikenal sebagai orang terkemuka dari kota Medan. Amir dikenal sebagai dokter pribadi Sultan Langkat. Sementara Hasan merupakan pegawai pemerintahan di masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang.
Pada 18 Agustus 1945, sidang PPKI menetapkan dasar negara serta memilih Sukarno-Hatta sebagai presiden dan wakilnya. Malam harinya, Amir dan Hasan berbincang di kamar Hasan di Hotel des Indes, Jakarta. Amir mengatakan bahwa dia duduk sebagai anggota panitia kecil yang akan memberikan pertimbangan kepada Presiden Sukarno tentang beberapa hal. Salah satu bahasan yang akan diajukan kepada Sukarno adalah siapa yang akan menjadi Gubernur Sumatera.
Baca juga: Bangsawan Aceh dan Piagam Jakarta
Hasan menyambutnya dengan menyebut Amir sebagai calon yang pantas sebagai gubernur. Alasannya, Amir adalah seorang intelektual yang pernah membukukan pemikirannya dalam karangan bertajuk Bunga Rampai (1940). Amir menolak karena merasa dirinya hanya seorang psikiater dan tidak memahami apa-apa soal pemerintahan.
“Lalu saya menyebut Saudara Mr. Abdul Abbas, anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dari Sumatera sebagai calon Gubernur Sumatera,” kata Hasan dalam memoarnya Mr. Teuku Hasan dari Aceh ke Pemersatu Bangsa.
Amir tidak setuju dengan Abbas. Menurutnya Abbas yang seorang advokat itu kurang mengetahui soal pemerintahan. Hasan kembali mengusulkan agar dipilih dari kalangan demang (kepala distrik) Sumatera yang berpengalaman. Dia menyebutkan nama Mangaradja Soangkupon yang pernah menjadi anggota Volksraad dan juga beberapa nama demang lainnya. Amir masih belum setuju. “Demang baru itu berpendidikan menengah, belum berpendidikan tinggi, bukan sarjana,” kata Amir.
Baca juga: Pilih Jurusan Studi Demi Kemerdekaan
Menurut Amir calon Gubernur Sumatera harusnya berpendidikan tinggi, sarjana, dan berpengalaman dalam pemerintahan. Amir lantas menjatuhkan pilihannya kepada Hasan. Pertimbangannya, Hasan pernah telah bekerja pada kantor “Gouvernor van Sumatera (Kegubernuran Sumatera)” pada masa Hindia Belanda. Pengalaman itu seyogianya dapat membantu dalam menjalankan pemerintahan di Sumatera. Akhirnya, Amir menanyakan kesediaan Hasan menjalankan tugas sebagai pejabat sipil tertinggi di Sumatera.
“Jika sekiranya saya diangkat menjadi Gubernur, terpaksa menerima jabatan ini untuk melaksanakan urusan kemerdekaan tanah air, meskipun belum pernah memegang jabatan itu,” ujar Hasan menjawab panggilan tugas. Selesai pembicaraan, Amir kembali ke kamarnya.
Keesokan harinya, setelah wilayah Indonesia ditetapkan, penunjukkan Hasan sebagai Gubernur Sumatera disetujui Presiden Sukarno. Hasan menjadi satu dari delapan gubernur pertama Indonesia yang memimpin di daerah-daerah. Mereka antara lain: Soetardjo (Jawa Barat), Soeroso (Jawa Tengah), Soerjo (Jawa Timur), Pangeran M. Noor (Kalimantan), Samuel Ratulangi (Sulawesi), I Gusti Ktut Pudja (Sunda Kecil), dan Johannes Latuharhary (Maluku).
“Hasan menerima ajuan itu semata-mata karena cita-citanya demi mengabdi kepada Indonesia merdeka,” tulis Raisa Kamila dalam Gubernur Pertama di Indonesia.
Baca juga: Gubernur di Tengah Operasi Anti Mata-Mata
Ketika diangkat pada 22 Agustus 1945, sebutan untuk jabatan Hasan adalah pemimpin besar untuk seluruh Sumatera. Dengan adanya pengakuan pemerintah, Dwi Purwoko dalam biografi Dr. Mr. T.H. Moehammad Hasan: Salah Seorang Pendiri Republik Indonesia dan Pemimpin Bangsa menyebut Hasan berkuasa penuh untuk melaksanakan segala keputusan PPKI di wilayah yang dipimpinnya. Setelah itu, Hasan leluasa bergerak ke seluruh penjuru Sumatera menyatakan kemerdekaan dan seruan untuk berpihak kepada Republik. Beberapa kota yang dikunjunginya antara lain: Jambi, Bukit Tinggi, Tarutung, Medan, dan Pematang Siantar.
Baru pada 29 September 1945, Hasan resmi menjadi Gubernur Sumatera setelah mendapat persetujuan Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera. Amir sendiri, yang mengajukan Hasan sebagai Gubernur Sumatera, pada Desember 1945 ditunjuk mendampingi Hasan sebagai wakil gubernur. Inilah awal dua sekawan tersebut bergerak secara resmi mempersatukan rakyat Sumatera untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan RI.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar