Sukarno Sahabat Pangeran Kamboja
Norodom Sihanouk barangkali pemimpin negara tetangga yang paling karib dengan Sukarno. Sama-sama digulingkan oleh rezim militer.
Tim nasional sepakbola Indonesia U-22 akhirnya berhasil merebut medali emas SEA Games 2023 usai mengalahkan timnas Thailand di final, 5-2. Dalam pertandingan dramatis yang panjang itu, timnas Indonesia tak hanya didukung suporter tanah air tapi juga negara tetangga seperti Vietnam dan tuan rumah Kamboja. Salah satu warga Kamboja yang mendukung langsung di stadion adalah Visal yang merupakan pemilik sebuah warung kopi.
"Saya penuhi janji saya. Saya datang bersama putri saya. Kamboja untuk Indonesia!" kata Visal, dikutip bola.com, 16 Mei 2023.
Persahabatan rakyat Kamboja dan Indonesia telah terjalin lama. Pemimpin kedua negara, Pangeran Norodom Sihanouk dan Presiden Sukarno, bahkan telah bersahabat sejak 1950-an.
Sewaktu menghadiri Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955, bahasa Inggris Pangeran Norodom Sihanouk belum begitu fasih. Bahasa Inggrisnya bahkan terbilang buruk. Pemimpin Kamboja itu lebih lancar berbahasa Prancis karena pernah bersekolah di Lycée Chasseloup Laubat, sekolah lanjutan Prancis di Saigon (kini Ho Chi Minh City), Vietnam. Keterbatasan bahasa Inggrisnya menyebabkan Sihanouk tampak kikuk berbaur dengan pemimpin negara lain.
“Untungnya Sukarno seorang ahli bahasa yang ulung. Dia tidak hanya menguasai bahasa Belanda dan, tentu saja, Indonesia –termasuk bahasa pulau kelahiran ibunya tercinta, Bali– tetapi juga fasih berbahasa Prancis dan Pali, bahasa suci India zaman kuno yang masih digunakan oleh para biarawan Buddha, termasuk antara lain para biarawan Khmer kami. Bahasa Inggrisnya luar biasa,” tutur Sihanouk kepada Bernard Krisher dalam Sihanouk Reminisces: World Leaders I Have Known
Itulah kali pertama perjumpaan Sihanouk dengan Presiden Sukarno. Mereka bercakap-cakap dalam bahasa Prancis tanpa memakai perantaraan penerjemah. Hingga konferensi berakhir yang menghasilkan Dasasila Bandung, persahabatan Sukarno dan Sihanouk terus terjalin. Dalam kurun waktu 1959-1965, Sukarno telah lima kali berkunjung ke Kamboja. Kunjungan itu, menurut Sihanouk, lebih banyak daripada pemimpin negara lain. Sihanouk bersama istrinya, Monique, selalu melakukan kunjungan balasan ke Indonesia.
Baca juga: Tahi Gajah Pangeran Kamboja
Sihanouk adalah penggagum Sukarno. Kepada Krisher, dia mengakui Sukarno sebagai seorang pahlawan sejati dalam perjuangan anti-penjajahan. Meskipun Sukarno kemudian cenderung berperilaku seperti raja-raja Jawa di masa lalu, itu tidak mengurangi rasa hormat Sihanouk kepada Bung Karno.
“Dia adalah seorang pembicara yang berbakat,” kata Sihanouk. “Saya sendiri selalu terpana mendengarkan setiap patah kata yang diucapkannya.”
Rasa hormat yang sama turut diperlihatkan Sukarno. Dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno menyebut Sihanouk punya kegemaran mengarang lagu. Sukarno juga tahu persis betapa Sihanouk membenci pemerintah Amerika Serikat. Sikap anti-Amerika Sihanouk ini dilatari keterlibatan Amerika di Vietnam Selatan sekaligus menyokong gerakan gerilya Khmer Serei yang menentang pemerintahan Sihanouk.
Baca juga: Arena Sejarah Kun Khmer "Kembaran" Muay Thai
Beberapa kota di Kamboja saban kali disambangi Sukarno, seperti Angkor, Sihanoukville, terlebih Phnom Penh sebagai ibu kota. Ketika di Phnom Penh, Sukarno pernah berceletuk kepada anggota rombongannya, mengapa Jakarta tidak bisa sebersih dan secantik Phnom Penh. Namun, Sihanouk enggan jemawa. Dihiburnya Sukarno dengan mengatakan Phnom Penh jauh lebih kecil dibanding Jakarta, dan karena itu lebih mudah ditata.
Untuk menemani Sukarno, Sihanouk selalu memanggil guru-guru sekolah yang paling cantik dari seluruh Kamboja. Tapi, bukan itu yang bikin Sukarno kepincut, melainkan Putri Monique sang istri Sihanouk sendiri. Putri Monique yang memiliki darah Eropa keturunan Prancis memang terkenal anggun dan berparas manis. Apakah itu alasan Sukarno sering berkunjung ke Kamboja, Sihanouk kurang setuju. Menurutnya, Sukarno sangat menghargai persahabatan tulus. Sihanouk merasa Sukarno telah menganggap baik dirinya maupun Monique seperti adik laki-laki dan perempuan.
Majalah Mimbar Penerangan edisi November-Desember 1962 mengulas kunjungan Sihanouk ke Indonesia pada 26 November-6 Desember 1962. Dalam kunjungan itu, Presiden Sukarno menyematkan Bintang Mahaputra Kelas 1 untuk Putri Monique. Selain itu, terwujud komunike bersama kedua negara untuk saling mendukung dalam kerjasama politik, termasuk kesepakatan pertukaran misi-misi ekonomi dalam waktu dekat.
Menurut Sigit Aris Prasetyo dalam Dunia dalam Genggaman Bung Karno, Sihanouk menganggap Sukarno layaknya teman, saudara, bahkan seorang guru. Sihanouk konon juga terpikat mengadopsi pemikiran Demokrasi Terpimpin untuk diterapkan di Kamboja. Walaupun persahabatan mereka cukup rapat, bukan berarti Sihanouk tidak kritis terhadap sepak terjang Sukarno. Sihanouk menyoal sikap antiimperialisme Sukarno belakangan lebih bersifat verbal ketimbang nyata.
Kesediaan Sukarno melibatkan Amerika Serikat dalam penyelesaian sengketa Irian Barat agak mengecewakan Sihanouk. Sama halnya dengan dukungan Sukarno terhadap perjuangan Vietkong dan Vietnam yang lebih bersifat basa-basi. Selain itu, menurut Sihanouk, Sukarno terlalu naif bisa merangkul kelompok militer dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang akhirnya membuka jalan kejatuhannya. Kendati demikian, kritikan terhadap Sukarno itu tak sampai memudarkan rasa hormat dan persahabatan Sihanouk.
Tahun 1965 menjadi tahun kunjungan terakhir Sukarno ke Kamboja. Untuk memperingati kunjungan kenegaraan itu, pemerintah Kamboja menerbitkan mata uang khusus bertuliskan nama Presiden Sukarno. Mata uang itu, sebut Ganis Harsono, juru bicara Departemen Luar Negeri, berupa mata uang emas sebesar mata uang dolar Amerika. Upacara massal juga diselenggarakan untuk peresmian gedung olahraga yang menyerupai Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta. Dalam acara peresmian itu, Sukarno menjadi pembicara utama sedangkan Sihanouk bertindak sebagai penerjemah.
Baca juga: Soeharto Datang, Genjer-Genjer Berkumandang
“Sihanouk melakukan itu sebagai penghargaan atas inspirasi yang diperolehnya dari Sukarno,” ungkap Ganis Harsono dalam Cakrawala Politik Era Sukarno.
Setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S), Sukarno tak lagi berkuasa. Rezim militer yang dipimpin Jenderal Soeharto menggantikannya. Dua tahun sebelum wafatnya, Sukarno masih sempat berkirim sepucuk surat kepada Sihanouk diiringi hadiah sebilah keris Sultan ukiran yang terbuat dari emas dan gading. Sihanouk mengenang surat itu berisikan pesan mengharukan dari Sukarno dan hadiah keris perlambang tanda persahabatan yang abadi.
“De Gaulle (Presiden Prancis) dan Sukarno, teman-teman saya tercinta, meninggal bertepatan dengan saat kejatuhan saya. Kematian mereka merupakan pukulan tragis yang beruntun menimpa ketika sedang turun ke neraka Perang Vietnam, yang disusul dengan neraka Pol Pot, dan kemudian dengan pendudukan Kamboja oleh Hanoi,” kenang Sihanouk.
Pada 1970, Sihanouk dikudeta Jenderal Lon Nol yang didukung Amerika Serikat. Bertahun-bertahun lamanya Sihanouk berjuang di pengasingan. Setiap kali berkunjung ke Jakarta, Presiden Soeharto dan Ibu Tien mengizinkan Sihanouk untuk menerima Hartini, janda Sukarno, maupun anak-anak Sukarno dari Fatmawati dan Hartini, di Wisma Negara dekat Istana Merdeka.
Setelah melalui perjuangan panjang yang berliku, Sihanouk berhasil kembali memimpin Kamboja pada 1993. Dia wafat pada 15 Oktober 2012 dalam usia 90 tahun, mewarisi Kamboja dalam keadaan yang jauh lebih kondusif. Sebelas tahun setelah kematiannya, Kamboja akhirnya berhasil menyelenggarakan pekan olahraga se-Asia Tenggara (SEA Games) untuk kali pertama.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar