Cosmas Batubara Sang Menteri Rumah Susun
Aktif demo di era Sukarno, jadi menteri di era Soeharto. Rumah susun jadi karya monumentalnya.
Pada 18 Januari 1966, Cosmas muda naik bemo ke Istana Merdeka Jakarta. Dia beserta sembilan pimpinan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) Pusat, KAMI Jakarta Raya dan KAMI UI diundang Presiden Sukarno. Sukarno mengundang mereka karena demo menuntut pembubaran PKI berlarut-larut saat itu.
Di Istana, Cosmas dan sembilan mahasiswa lainnya dipandangi Sukarno satu per satu. Sukarno lalu mulai bicara dengan nada yang semakin meninggi. Bung Besar nampaknya marah karena menduga para mahasiswa telah menjadi antek Nekolim (neo kolonialisme) dan tak paham revolusi.
“Dengan nada suara yang mencerminkan kemarahan itu, saya merasa, sebenarnya Bung Karno tidak memahami mengapa mahasiswa berdemonstrasi. Tampaknya dia yakin betul bahwa mahasiswa tidak memahami revolusi yang sedang berlangsung di negeri ini,” kata Cosmas dalam Cosmas Batubara Sebuah Otobiografi Politik.
Tak hanya sampai di situ, ternyata Sukarno marah lagi. Musababnya, Sukarno dapat informasi bahwa kelompok mahasiswa Katolik atau mahasiswa yang memakai aribut PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) membuat coat-coret yang menghina Hartini.
“Apa itu? Mengapa dilakukan seperti itu?” tanya Sukarno berang.
Para pimpinan KAMI menyangkal corat-coret tak senonoh yang dimaksud Sukarno. Tapi Sukarno tidak percaya, mereka saling membantah.
Sukarno lalu bicara soal revolusi yang belum selesai dan memperingatkan mereka agar hati-hati dengan Nekolim.
“Saya mengatakan tidak mau ditunggangi Nekolim, kami antikomunis dan saat itu sedang memperjuangkan Tritura untuk kepentingan rakyat,” jelas Cosmas.
Dari Tepi Danau Toba
Cosmas Batubara lahir di desa Purbasaribu, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada 19 September 1938. Di desa tepi Danau Toba itu, Cosmas tumbuh dan bersekolah hingga lulus sekolah rakyat.
Ayahnya, Karel Batubara seorang mandor pekerjaan umum, meninggal ketika dia berusia delapan tahun. Sejak itu, Cosmas membantu orang berjualan martabak, cendol, dan sirup hingga mencangkul ladang.
Baca juga: Sang Demonstran dan Politikus Berkartu Mahasiswa
Setelah tamat sekolah rakyat, Cosmas melanjutkan ke Sekolah Guru Bawah (SGB) di Pematang Siantar. Pada Agustus 1957, dia ke Jakarta dengan kapal Ophir untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru Atas (SGA) Bunda Maria Bagian Putra.
Setelah lulus, Cosmas harus melaksanakan ikatan dinas dengan mengajar di Yayasan Strada. Di samping mengajar, dia juga mengikuti kuliah kelas sore di Perguruan Tinggi Publisistik. Sejak kuliah itulah, dia mulai bergabung menjadi anggota PMKRI hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat pada 1963 sampai 1967.
Pada era ini, terutama tahun 1966, Cosmas dan beberapa aktivis mahasiswa gencar mendemo Sukarno. Mereka menuntut pembubaran PKI dan meminta Sukarno turun. Selain itu, mereka juga mengeluarkan tiga tuntutan rakyat atau Tritura.
Baca juga: Arief Rachman Hakim Kisah Seorang Martir
Pada demo 24 Februari 1966, aktivis Arief Rachman Hakim tewas karena tertembak. Peristiwa ini yang menyebabkan protes terhadap Sukarno semakin luas hingga presiden pertama itu lengser. Mereka kemudian dikenal sebagai Aktivis 66.
Selepas kejatuhan Sukarno, pada 1967, Cosmas melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Selama kuliah, dia mulai berkiprah di Dewan Perwailan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Duduknya wakil mahasiswa seperti Cosmas di DPR-GR ini ditentang keras oleh Soe Hok Gie.
Gerilya untuk Golkar
Menjelang pemilu 1971, Cosmas bergabung dengan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) dan masuk dalam kelompok induk organisasi (Kino) Karya Pembangunan. Sejak itu, dia sering ditugaskan ke Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat untuk berkampanye.
Ketika berada di daerah dekat Pematang Siantar, Cosmas dan rombongan masuk ke sebuah kampung. Di kampung itu, dia memberikan lampu petromak kepada para tokoh kampung. Seorang wartawan Jepang yang juga ikut rombongan bertanya mengapa dia memberikan lampu itu.
Baca juga: Golkar Sebagai Pengganti Partai
Cosmas menjelaskan bahwa mereka membutuhkan lampu itu. Selain itu, “karena Pemilu telah dekat, saya memberikan lampu tersebut agar mereka tidak lupa mendukung saya menjadi anggota DPR periode berikutnya. Saya mengharapkan, mereka akan menusuk tanda gambar Golkar,” ungkap Cosmas.
Wartawan Jepang tersebut menganggap pemberian barang tersebut tidak benar. “Yang Anda lakukan itu di Jepang dilarang,” kata wartawan itu.
Namun, Cosmas menganggap hal itu wajar saja. Berkat gerilya Golkar ke daerah-daerah, Golkar pun berhasil memenangkan Pemilu 1971.
Setelah Pemilu 1971, Cosmas menjadi anggota DPR untuk kedua kalinya. Kariernya semakin naik ketika pada 1978, dia diminta mejadi Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat.
Ketika menjabat menteri, masalah transportasi di Jakarta membuat Cosmas merencanakan program perumahan rakyat di tengah kota untuk mengurangi mobilitas. Ide inilah yang mengilhami pembangunan rumah susun menggantikan kawasan kumuh di tengah kota.
“Salah satu yang saya anggap monumental ketika saya memegang jabatan menteri adalah lahirnya undang-undang. Ketika saya menjabat Menteri Perumahan Rakyat, saya memotori lahirnya Undang-undang Rumah Susun,” kata Cosmas.
Baca juga: Cerita Awal Rumah Susun
Pada 1983, Cosmas dipercaya kembali menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat. Dia gencar mempromosikan rumah susun hingga jabatan Cosmas sebagai menteri ini berakhir pada 1988.
Masih di tahun 1988, Cosmas kembali diangkat menjadi menteri. Kali ini, dia dipercaya sebagai Menteri Tenaga Kerja menggantikan Sudomo. Dan pada tahun 1991, Cosmas terpilih sebagai Presiden International Labour Organization (ILO).
Kamis, 8 Agustus 2019, Cosmas Batubara meninggal dunia di Jakarta. Dia meninggalkan istri R.A. Cypriana Hadiwijono dan empat anak. Cosmas juga meninggalkan jabatan penting yang sedang dipegangnya antara lain Direktur Utama PT. Agung Podomoro Land Tbk., Komisaris Utama PT. Multi Bintang Indonesia Tbk., dan Komisaris PT. Intiland Development Tbk.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar