Suzzanna "Bangkit" dari Kubur
Suzanna, ikon film horor Indonesia yang akan dikenang sepanjang zaman.
Sutradara Anggy Umbara menggarap film Suzzanna: Bernapas dalam Kubur. Film produksi Soraya Intercine Films ini dirilis tahun 2018.
Dalam wawancara di media, Anggy mengatakan film ini bukan remake, reboot, maupun biopic. Formulanya mirip film garapan Anggy sebelumnya, Warkop DKI Reborn (2016). Kendati demikian, Anggy berjanji akan menyuguhkan sentuhan nostalgia dari film-film lama Suzanna. Termasuk adegan-adegan ikonik dalam film horor yang dimainkan Suzanna.
Suzanna memang dikenal lewat film-film horor. Namun, kariernya tak dimulai dari genre film yang buat bulu kuduk merinding itu.
Suzanna Martha Frederika van Osch nama lengkap aktris ini. Dia lahir di Bogor pada 13 Oktober 1942. Bakat seni mengalir dari orang tuanya. Ayahnya seorang pemain sandiwara. Ibunya seorang penyanyi bersuara merdu dan pernah menyumbangkan suara dalam siaran-siaran di Radio Republik Indonesia Surabaya.
Bakatnya kemudian ditemukan sutradara Usmar Ismail yang di kemudian hari dijuluki Bapak Perfilman Nasional.
Ditemukan Usmar Ismail
Menurut J.B. Kristanto dalam Katalog Film Indonesia 1926-2007, film Suzanna pertama adalah Darah dan Doa (1950) karya sutradara Usmar Ismail. Suzanna kala itu berusia delapan tahun. Di daftar nama pemain pada film itu, nama Suzanna tertera.
Tujuh tahun kemudian Suzanna kembali bertemu dengan Usmar Ismail. Menurut majalah Varia, 11 November 1959, pertemuan itu terjadi di Yogyakarta pada 1957.
Saat itu Suzanna mencoba peruntungan dengan mengikuti audisi pemain film Delapan Pendjuru Angin (1957) yang digarap Usmar. Suzanna gagal terpilih. Lantas dia diambil Usmar untuk bermain di filmnya yang lain.
“Kepada saya, ditawarkan untuk ikut main film. Kemudian saya pergi ke Jakarta dan membuat film yang pertama, Asrama Dara,” kata Suzanna.
Baca juga: Sejarah Awal Film Horor di Indonesia
Namun jalan untuk bermain di film Asmara Dara juga tak semudah itu. Suzanna mesti mengalahkan para pesaingnya dalam kontes “Tiga Dara”, nama yang mengadopsi film sukses garapan Usmar pada 1956. Perfini mengadakan kontes itu di beberapa kota untuk mencari pemain film Asrama Dara, sebuah film drama musikal yang mirip Tiga Dara. Suzanna menang ketika mengikuti kontes itu di Yogyakarta.
Bakat Suzanna yang saat itu berusia 16 tahun pun dipoles Usmar. Kemampuan aktingnya diasah. “Sekarang saya akan masuk menjadi siswa ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) yang dipimpin Om Usmar,” ujar Suzanna dikutip Varia.
Dalam film Asrama Dara (1958), Suzanna memerankan seorang gadis lugu bernama Ina. Dia menjadi adik Anni (Nurbani Jusuf). Orangtuanya yang sibuk berpolitik dan sering cekcok, menitipkan mereka di asrama perempuan yang dipimpin Siti (Fifi Young).
Film ini diisi bintang-bintang tenar pada 1950-an, seperti Bambang Irawan (Masrul), Rendra Karno (Broto), Bambang Hermanto (Imansjah), Chitra Dewi (Rahimah), dan Aminah Tjendrakasih (Tari).
Berkat kerja keras dan aktingnya yang memukau dalam film Asrama Dara, Suzanna dilirik para sineas internasional. Majalah Varia edisi 20 April 1960 melaporkan, Suzanna terpilih sebagai aktris anak terbaik dalam film Asrama Dara pada Festival Film Asia ke-7 di Tokyo pada awal April 1960. Dia menang bersama Bat. A. Latiff, aktris anak asal Malaysia yang berperan dalam film Lela Manja.
Buku Apa dan Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978 menyebut Suzanna juga terpilih sebagai Pemain Harapan dalam Festival Film Indonesia (FFI) 1960.
Absen
Suzanna menikah dengan aktor Dicky Suprapto pada 1960. Bersama suaminya, dia mendirikan perusahaan Tri Murni Film. Perusahaan ini menghasilkan satu film, Segenggam Tanah Perbatasan (1965). Mereka menjadi pemeran utama.
Setahun kemudian, mereka mendirikan Tidar Jaya Film. Perusahaan ini menghasilkan lima film, yakni Suzie (1966), Tuan Tanah Kedawung (1970), Beranak dalam Kubur (1971), Bumi Makin Panas (1973), dan Napsu Gila (1973).
Baca juga: Pengabdi Setan Tanpa Klenik
Selain film-film tadi, Suzanna tetap menerima tawaran dari perusahaan film lainnya. Salah satunya Bernafas dalam Lumpur (Sarinande Films, 1970) yang menonjolkan erotisme dan mencetak box office.
Suzanna sempat absen berakting di layar lebar usai membintangi Ratapan dan Rintihan (1974). Penyebabnya: rumah tangganya berantakan. Akibatnya, perusahaan film mereka, Tidar Jaya Film, tak lagi beroperasi.
Masalah tak berhenti di situ. Anak laki-lakinya, Arie Adrianus Suprapto, tewas dalam peristiwa penusukan pada 1977 oleh dua pemuda tak dikenal. Rentetan musibah ini membuat Suzanna terpukul.
Baca juga: Wujud Kuntilanak dalam Sinema dan Naskah
Suzanna menikah lagi dengan Clift Sangra, yang berusia jauh lebih muda darinya, pada 1983.
Suzanna kembali ke dunia film kala bermain dalam Pulau Cinta (1978). Dua tahun kemudian dia membintangi Permainan Bulan Desember.
Usai membintangi dua film drama itu, Suzanna memerankan tokoh hantu gentayangan bernama Alisa dalam Sundelbolong (1981). Sejak itu dia lebih sering memerankan karakter hantu-hantu khas Indonesia.
Ikon Film Horor
Hingga kini, di dalam benak para penggemar film, Suzanna adalah ikon film horor. Dia sukses memerankan karakter hantu-hantu khas Indonesia dalam film-filmnya, seperti Nyi Blorong (1982), Malam Jumat Kliwon (1986), dan Malam Satu Suro (1988). Dari 42 judul film yang pernah dimainkannya, tercatat ada 18 judul bertema horor.
Menurut majalah Vista edisi Maret/April 1981, Suzanna memerankan tokoh jahat dunia mistis pertama kali dalam film Beranak dalam Kubur (1971) yang diproduksi perusahaan filmnya sendiri, Tidar Jaya Film. Suzanna mengatakan, punya kesenangan tersendiri dalam membawakan tokoh perempuan jahat seperti ini.
Baca juga: Khazanah Hantu Indonesia
Pada 1971 pula, Suzanna bermain dalam Air Mata Kekasih. Produser Rapi Film, Gope Satamtani, dalam Vista edisi Maret/April 1981 mengatakan film ini membawa andil besar bagi perusahaannya. Film ini mencatat sukses dan menghidupkan perusahaannya selama 10 tahun.
Salah satu film horor Suzanna yang diingat publik adalah Sundelbolong (1981). Suzanna memesan 200 tusuk sate, dan kemudian minum kuah soto panas dari panci besar menjadi adegan paling dikenang dalam film ini.
Selain itu, adegan Bokir menyanyikan lagu “Tembok Derita” di sebuah pemakaman lalu muncul Suzanna yang berperan sebagai Suketi, hantu gentayangan, dalam film Malam Satu Suro (1988) juga yang membekas dalam benak pecinta film nasional.
Baca juga: Usai Reformasi, Pocong Mendominasi
Suzanna vakum dari dunia seni peran pada awal 1990-an. Dia kembali lagi lewat sinetron Selma dan Ular Siluman (2003) produksi Soraya Intercine Films. Hantu Ambulance (2008) menjadi film layar lebar terakhirnya.
Suzanna wafat pada 15 Oktober 2008 di usia 66 tahun, karena penyakit komplikasi diabetes melitus.
Sepanjang kariernya di dunia film, Suzanna pernah masuk nominasi penghargaan Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam FFI 1979 melalui film Pulau Cinta dan FFI 1982 melalui film Ratu Ilmu Hitam.
Apakah film Suzzanna: Bernapas dalam Kubur berhasil "membangkitkan" kembali sosok Suzanna?
Tambahkan komentar
Belum ada komentar