Sepakbola Kaum Hawa Merentang Masa
Kaum putri juga ingin bisa berprestasi di lapangan hijau. Sayang, acap dipandang sebelah mata.
GENAP 88 tahun usia PSSI hari ini, Kamis (19/4/2018). Tak hanya lebih tua dari republik ini dan termasuk senior di Asia, usia segitu mestinya sudah membuat PSSI matang dan jadi panutan. Sayang, usia tak berbanding lurus dengan kedewasaan, tindakan, dan prestasi. Masih dan makin banyak PR yang mesti diselesaikan PSSI. Sepakbola putri salahsatunya.
Dibandingkan sepakbola putra, sepakbola putri di negeri ini ibarat bumi dan langit. Terlebih, setelah 1990-an. Hal itu diakui Papat Yunisal, legenda sepakbola putri nasional dan anggota Komite Eksekutif PSSI. Menurutnya, tak usah jauh-jauh membandingkan sepakbola putra dan putri sampai ke soal prestasi atau animo masyarakat. Dari perhatian pun sepakbola putri kalah jauh.
“Sepakbola wanita ini lebih banyak kendalanya, baik di dalam maupun luar lapangan. Bukan soal sulit cari pemain ya, karena Indonesia banyak penduduknya. Kesulitan sebelumnya, karena tidak ada kejelasan agenda baik dari AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) melalui PSSI, melalui Asprov. Tentang apa yang digerakkan. Kini saya punya visi-misi juga yang berat,” ujar Papat kepada Historia beberapa waktu lalu.
Faktor lain yang menghambat perkembangan sepakbola putri, sambung Papat, adalah gonjang-ganjing di tubuh PSSI. Setiap kali ganti kepengurusan, kebijakan dan perhatian pada sepakbola putri pun ikut berganti. Alhasil, baru pada Desember 2017 PSSI bisa memberi perhatian dengan membentuk Asosiasi Sepakbola Wanita Indonesia (ASBWI) dan menghelat Pertiwi Cup untuk menjaring pemain.
Padahal, kata Papat yang lantas duduk di kursi ketua ASBWI itu, mestinya sebelumnya setiap klub Liga 1 punya tim putri laiknya di Eropa. Kalau bisa begitu, tugas membentuk timnas putri untuk Asian Games 2018 dan Piala AFF Putri 2018 tak mungkin sesulit sekarang.
Jejak Masa Lampau di Lapangan Hijau
Keadaan itu berbeda dari masa lalu. Pada 1970-an hingga 1980-an, sepakbola juga sangat diminati kaum putri. Sudah sejak akhir 1960-an para “Kartini” punya animo tinggi terhadap bola kaki. Itu dibuktikan antara lain dari berdirinya sejumlah klub macam Putri Priangan atau Buana Putri.
Kedua klub itu bahkan jadi maskot di kota masing-masing lantaran mewakili identitas sepakbola Jakarta dan Bandung. Rivalitasnya tak ubahnya rivalitas Persib dan Persija.
Pada 1970-an, klub-klub putri yang ada saling adu kuat lewat berbagai kompetisi yang ada. Baru pada 1981 mereka bersaing di bawah payung PSSI lewat Piala Kartini dan Invitasi Galanita 1982. Putri Priangan dan Buana Putri tetap paling menonjol di antara Putri Jaya, Putri Pagilaran, Putri Mataram, Mojolaban, Putri Setia, Anging Mamiri dan Putri Cendrawasih. Buana Putri, sebagaimana disitat Kompas, 25 Mei 1981, sudah diikutkan ke Piala Asia Putri 1981 kendati tak membuahkan hasil manis.
“Di Putri Priangan pada kompetisi-kompetisi Kartini Cup, Piala Pangdam biasa di Galanita, saingan beratnya Buana Putri. Kadang bergantian juara. Musuh bebuyutan, gitu lah. Kalau sudah bertemu di (stadion) Lebak Bulus itu, sampai tidak ada tempat duduk (penonton) tersisa. Selalu ramai penonton, kayak ada Viking dan Jakmania-nya (pendukung fanatik Persib dan Persija),” imbuh Papat yang memperkuat Putri Priangan sejak 1979.
Sementara, di tingkat internasional timnas putri sudah mengukir prestasi jauh sebelum Galanita ada. Dalam debutnya, Piala AFC Putri 1977 di Taiwan, timnas putri berhasil sampai ke semifinal. “Wakti itu Jepang kalah sama kita. Kemudian beberapa tahun kemudian dia jadi juara dunia (Piala Dunia Wanita 2011). Terus kita sendiri selama ini ngapain? Mereka tidak tidur, mereka jalan pelan-pelan sampai bisa juara dengan perhatian pemerintahnya,” timpal mantan kiper Buana Putri dan timnas putri Muthia Datau kepada Historia.
Di Piala AFC Putri 1986, Indonesia juga kembali jadi semifinalis. Posisi runner-up dua kali digapai timnas putri dalam kejuaraan ASEAN Women’s Championship (1982 dan 1985). Di turnamen segitiga Indonesia-Malaysia-Singapura tahun 1979, timnas putri berhasil menjadi juara.
Sayang, sejak 1989 Indonesia tak pernah lagi ikut serta Piala AFC Putri. Di SEA Games, sejak 2005 Indonesia juga tak pernah lagi kirim tim.
Selain karena kurang perhatian dari PSSI dan pemerintah, sepakbola putri dalam negeri kebanyakan diminati hanya sebagai tempat penyaluran hobi. “Di Buana Putri, sebagian besar anggota yang aktif dilandas motif yang sama, hanya hobi saja,” ujar Muhardi, Pembina Buana Putri, dimuat Femina edisi Agustus 1981.
Hingga kini, penyebab sepakbola putri minim peminat tak jauh beda dari masa lalu: sepakbola belum bisa dijadikan profesi dan sumber mata pencaharian oleh kaum putri. “Soal pendapatan, di Putri Priangan hanya sebatas uang saku. Uang sakunya ya nggak seberapa, sekitar 30 ribu sekali main. Kalau di timnas, uang saku agak lumayan, 900 ribu kita,” kata Papat.
Pendapatan kecil itu pun tak bisa rutin diterima lantaran kompetisi yang ada timbul-tenggelam. “Dulu kompetisi ada kalau semacam ada promotor yang ngundang,” sambung Papat. Kompetisi di bawah PSSI terus menghilang seiring perjalanan waktu.
Alhasil, animo generasi muda beralih ke futsal. “Sepakbolanya sudah hilang, jadi lari ke futsal rata-rata. Kalaupun ada, mereka mau latihan, tapi wadahnya mana? Kalau enggak ada kompetisi ngapain?,” kata Muthia, yang kini menjadi pengurus ASWI dan berharap bisa menggerakkan lagi sepakbola putri. Papat Yunisal sependapat. “Karena ketidakjelasan itu mereka lari ke futsal. Futsal sekarang lapangannya banyak, tapi lapangan bola untuk putri kan lebih mahal sewanya,” timpal Papat.
Toh, setitik cahaya tetap ada dalam kegelapan sepakbola putri kita. Menurut Papat, tidak sedikit pemain futsal putri yang berharap bisa turut berkiprah di sepakbola lapangan. “Futsal kan seninya kurang, asal tendang keras bisa masuk. Tapi sepakbola kan tidak. Pernah juga ada satu-dua pemain (futsal) yang bilang ke saya bahwa kalau ada (kompetisi) sepakbola, mereka ingin ikut. Kalau kompetisinya jelas, mereka ingin di sepakbola saja,” tandas Papat.
Baca juga:
Totalitas Srikandi Lapangan Hijau
Ikon Sepakbola Putri Indonesia
Tambahkan komentar
Belum ada komentar