Bomber Sangar Itu Bernama Gerd Müller
Putus sekolah dan sering diejek karena posturnya, Gerd Müller membungkam para penghinanya dengan rekor-rekor golnya.
AWAN duka menaungi persepakbolaan Jerman. Pemain legendarisnya yang sangat berpengaruh pada prestasi Timnas Jerman dan Bayern Munich, Gerd Müller, menghadap Sang Pencipta pada Minggu, 15 Agustus 2021 lalu. Pemain gempal berjuluk Der Bomber itu wafat setelah enam tahun bertarung melawan penyakit alzheimer.
Bagi kebanyakan warga Jerman, nama Müller dibesarkan Bayern Munich. Namun tidak bagi Franz Beckenbauer, pemain dan pelatih legendaris Jerman yang merupakan rekan Muller. Menurut Beckenbauer, Bayern besar karena Müller. Bayern yang mapan di Eropa saat ini, kata Beckenbauer, takkan eksis jika tak ada Müller di skuad Bayern era 1960-an.
“Tanpa Gerd Müller dan gol-golnya, kami semua (Bayern, red.) masih akan berada di pondokan kayu kami di (kamp latihan) Säbener Straße,” kata Beckenbauer di laman resmi Bundesliga.
Baca juga: Obituari: Jack Charlton Legenda yang Acap Bikin Kiper Berang
Empat gelar juara Bundesliga dan tiga titel Piala Champions (pendahulu Liga Champions) saat berseragam “Die Roten” (julukan Bayern) menjadi bukti kualitas Muller. Meski posturnya tak tinggi dengan tubuh gempal, Müller begitu sangar di gawang lawan. Bukti sahihnya adalah torehan 388 gol dari 453 penampilannya bersama Bayern selama 16 tahun. Ia juga tujuh kali menyabet gelar Torjägerkanone (pencetak gol terbanyak) Bundesliga.
“Müller posturnya pendek (176 cm, red.), penampilannya juga aneh dan tak punya kecepatan; dia tak pernah masuk dalam kategori pesepakbola hebat yang ideal, namun dia memiliki akselerasi jarak pendek yang mematikan, permainan bola udara yang luar biasa, dan insting gol yang menakjubkan. Kakinya yang pendek memberinya gravitasi yang rendah, jadi dia bisa mengecoh dengan cepat dan bisa membuat pemain lawan bertumbangan. Dia juga punya skill mencetak gol dari situasi sulit,” ungkap jurnalis senior David Winner dalam Brilliant Orange: The Neurotic Genius of Dutch Football.
Baca juga: Paul Breitner si Pemain Kiri
Keberingasannya tetap sama kala ia mengenakan seragam timnas. Di skuad “Der Panzer”, Müller menyempurnakan gelar juara Euro (Piala Eropa) 1972 dengan sepatu emas sebagai pemain tersubur (4 gol). Di Piala Dunia 1974, Müller yang ikut mengantarkan Jerman merebut trofinya, juga menjadi pencetak gol terbanyak dengan 14 gol hanya dalam dua gelaran: 1970 dan 1974. Rekornya baru dipecahkan pada 2006 oleh Ronaldo Luis Nazario de Lima (Brasil).
“Gerd Müller adalah pesepakbola paling penting yang pernah dimiliki Jerman. Hanya dia orangnya,” ujar pemain legendaris Jerman lain, Paul Breitner, di laman yang sama.
Anak Putus Sekolah ke Pentas Dunia
Desa Zinsen di kota Nördlingen, Bavaria pada musim gugur 1945 masih termasuk daerah yang dikuasai Sekutu pasca-Perang Dunia II. Di desa itulah pada 3 November 1945 Gerhard ‘Gerd’ Müller dilahirkan sebagai anak bungsu dari lima bersaudara.
Müller kecil tumbuh di lingkungan amat sederhana karena Jerman masih porak-poranda. Ibunya, Christina Karolin, hanyalah ibu rumah tangga dan pendapatan ayahnya, Johann Heinrich Müller, sebagai sopir truk sekadar cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Sepakbola jadi salah satu dari sedikit hiburan bagi Müller kecil. Ia mulai getol dengan si kulit bundar sejak “Keajaiban Bern” (momen Timnas Jerman Barat membawa pulang trofi Piala Dunia 1954). Tetapi setahun setelah ikut bereuforia atas kegemilangan Fritz Walter dkk. itu, Müller diterpa musibah. Ia harus menjadi yatim saat baru berusia 10 tahun.
“Ayah Müller wafat saat ia masih muda dan ia harus putus sekolah di umur 15 tahun untuk magang jadi perajin kain tenun. Di saat yang sama ia ‘nyambi’ jadi pesepakbola. Bermain dengan sepatu pinjaman, Müller mencetak dua gol dalam sebuah tryout dengan klub lokal TSV 1861 Nördlingen dan langsung mendapat kontrak,” tulis Filip Bondy dalam The World Cup: The Players, Coaches, History, and Excitement.
Baca juga: Final Piala Dunia 1954 Berujung Gempita dan Prahara
Kontrak pertama Müller bersama TSV 1861 pada 1958 itu baru membawanya ke tim akademi. Baru pada 1963 ia menembus tim senior dan mendapat kontrak profesional. Kendati begitu, Müller tetap menyambi latihannya dengan jadi perajin tenun guna membantu saudari sulung dan pamannya yang jadi tulang punggung ekonomi keluarganya.
Lima tahun menimba ilmu di tim muda tak sia-sia. Müller langsung menunjukkan tajinya jadi predator haus gol. Dalam setahun, Müller mampu mengoleksi 51 gol dari 31 penampilan. Tak ayal Bayern langsung kepincut untuk meminangnya.
Müller tak membuang kesempatan emas itu, dia langsung menerima pinangan Bayern meski ia tahu juga sedang diincar rival sekota Bayern, TSV 1860 Munich.
Tak ingin kalah cepat, Bayern mengutus Walter Fembeck ke flat tempat Muller tinggal di Nördlingen. Dia langsung memencet bel flat untuk segera mendapatkan tanda tangan Müller di akta kontrak musim 1964-1965.
“Alkisah delegasi Bayern yang dipimpin Walter Fembeck mendahului TSV 1860 mendapatkan tanda tangan Müller karena rivalnya dari TSV, Ludwig Maierböck keliru membaca jadwal keretaapi dan akibatnya datang terlambat. Müller sendiri selalu bilang lebih memilih Bayern karena diisi skuad muda dan di divisi dua (Regionalliga Süd) tekanannya takkan besar,” tulis Uli Hesse dalam Bayern: Creating a Global Superclub.
Namun di luar dugaan, kedatangan Müller justru tak diinginkan pelatih anyar Bayern, Zlatko ‘Tschik’ Čajkovski. Müller bahkan diledek sebagai atlet angkat berat karena posturnya yang tak atletis. Akibatnya, di musim perdananya Müller lebih sering ditinggalkan skuad yang saat itu juga sudah dihuni Beckenbauer dan Sepp Maier.
“Bakat Müller memang awalnya terlacak oleh scout Bayern, Alexander Kotter dan kemudian Fembeck yang meresmikan kontraknya, bukan Čajkovski. Saat Müller datang melapor ke Säbener Straße, sang pelatih keheranan. Anda bisa paham karena Müller pendek, gempal, dan pahanya besar. Čajkovski menyindir: ‘Saya tidak butuh seorang atlet angkat berat’,” imbuh Hesse.
Müller bukan hanya sekadar penghangat bench. Ia bahkan sering tak diajak masuk skuad cadangan. Alhasil ia tak mendapat bonus pertandingan sesuai klausul kontraknya. Karena itulah demi menambah uang saku, ia jadi asisten wartawan Hans Schiefele. Setiap kali Müller membantu membawa papan tulis Schiefele, ia diganjar lima Deutschemarks.
“Adalah Schiefele yang kemudian mengatakan nasib Müller itu kepada presiden klub (Wilhelm) Neudecker. Sang presiden pun mengonfrontir sang pelatih dan mengatakan: ‘Jika Anda tidak memainkan pemain dengan kaki besar itu (Müller, red.), saya tidak akan mau nonton sepakbola lagi sepanjang hidup saya,’” tambahnya.
Kesempatan main akhirnya mendatangi Müller pada 18 Oktober 1964 ketika Bayern bertandang ke Möslestadion, markas Freiburg FC. Walau enam ribu suporter tuan rumah harus menelan malu dikalahkan tamunya 2-11, mereka menyaksikan kelahiran bomber sangar yang mencetak gol perdananya pula di laga debutnya. Pelatih Bayern pun mulai insyaf sejak itu sehingga tak pernah lagi mencadangkan Müller. Müller membayarnya dengan mencetak 33 gol pada 26 laga di musim itu.
“Di waktu yang sama, itu adalah permulaan karier luar biasanya karena di kemudian hari dia dijuluki Bomber der Nation. Di hari itu (18 Oktober 1964) pertamakali Müller mengenakan jersey Bayern yang kemudian jadi juara dan promosi ke Bundesliga. Itu juga jadi tonggak kejayaan tim Bavaria,” kenang Peter Kunter, kiper Freiburg periode 1961-1965, di laman resmi klub.
Setelah Bayern promosi, gol-gol Müller mengantakan tim tersebut bereinkarnasi. Selain meraih lima gelar DFB-Pokal (1965, 1966, 1967, 1969, dan 1971), Bayern meraih juara Bundesliga keduanya pada musim 1968-1969. Raihan itu merupakan prestasi pertama Bayern setelah puasa juara liga teratas Jerman itu selama 36 tahun. Bersama Müller pula Bayern mendapat tiga titel Bundesliga lain tiga musim berturut-turut dari 1971 sampai 1974. Di Eropa, tiga trofi European Cup diboyong Bayern beruntun dari 1973 hingga 1976. Maka, Müller dipuji tinggi Bayern sebagai pemain paling penting dalam sejarah klub.
“Tidak akan ada uang tanpa Neudecker, tidak ada kelas tanpa Beckenbauer, tidak akan ada kebahagiaan tanpa Maier. Tetapi terlepas dari itu sebuah klub takkan mempunyai itu semua tanpa gol-gol. Dan untuk itulah si pendek dan gempal Müller hadir hingga sejak saat itu Bayern tak pernah kesulitan mencetak gol,” sambung Hesse.
Timnas Jerman Barat yang ditukangi Helmut Schön pun merasakan ketajaman kaki dan kepala Müller yang mulai mengenakan seragam timnas pada laga persahabatan kontra Turki di Ankara pada 12 Oktober 1966. Gol pertama Müller dibuat dalam laga keduanya kala Jerman menghajar Albania, 6-0, pada kualifikasi Euro 1968 di Dortmund, 8 April 1967.
Walau Jerman gagal di babak grup Euro 1968, Müller menebusnya empat tahun kemudian. Di Euro 1972, Müller mengoleksi empat gol yang dua di antaranya mengantarkan kemenangan 3-0 Jerman Barat atas Uni Soviet di partai final. Dua tahun berselang, di Piala Dunia 1974, Müller menyumbangkan empat gol lagi. Satu di antaranya jadi penentu kemenangan atas Belanda (2-1) di final.
“Menjelang turun minum, final 1974 sudah ditentukan pemenangnya. (Jürgen) Grabowski mengumpan bola datar ke (Rainer) Bonhof di sayap kanan dan memberi umpan. Si kiper gila (Jan) Jongbloed gagal menggapainya. Müller berada di dekat bola walau posisi tubuhnya sedang sulit. Mungkin bagi penyerang lain peluang itu akan gagal tapi tidak dengan Müller. Ia membalikkan badan dan menyambar bola dengan tenang ke jaring gawang,” tulis The Glasgow Herald, 8 Juli 1974.
Baca juga: Obituari: Kerikil Bernama Nobby Stiles
Gol itu juga jadi gol terakhir Müller bersama timnas Jerman Barat. Ia memilih pensiun dari pentas internasional tak lama kemudian. Keputusan itu diambilnya sebagai bentuk protes kepada induk sepakbola Jerman DFB terkait soal bonus pemain maupun izin pendampingan istri dan keluarga. Müller pensiun dengan rekor 68 gol dari 62 laga. Rekor gol di timnas itu baru dipecahkan Miroslav Klose pada 2014.
“Mood skuad Jerman cukup buruk saat itu. Mereka seperti terpenjara dalam gulag di Malente. Beckenbauer sampai harus menelepon Wakil Presiden DFB dan FIFA Hermann Neuberger. Setelah bernegosiasi, DFB setuju memberi bonus 70 ribu marks per pemain. Tetapi Müller tetap angkat kaki karena selama Piala Dunia, para pemain tak boleh membawa istri mereka sementara para petinggi DFB diperbolehkan,” ungkap Rebeccak Chabot dalam artikel “A Tale of Two Kaisers” di buku Legacies of Great Men in Word Soccer.
Setelah pensiun usai Piala Dunia 1974, lima tahun berselang Müller juga berpisah dari Bayern. Ia berserteru dengan pelatih Pál Csernai dan petinggi klub di awal tahun 1979. Penyebabnya, Müller menolak lalu protes keras ketika digantikan Norbert Janzon kala Bayern menelan kekalahan dari Eintracht Frankfurt, 1-2, pada 3 Februari 1979. Müller kemudian angkat kaki dan menyeberangi Samudera Atlantik menuju Amerika Serikat (AS).
Di AS, ia menjalani senjakala kariernya bersama Fort Lauderdale Strikers. Di sana pula Müller mulai kecanduan alkohol. Saat gantung sepatu pada 1982, Müller makin parah kecanduan alkohol.
Namun, pihak klub tak lepas tangan di saat Muller tertimpa getir itu. Setelah mendorong dan membiayai rehabilitasi Müller, klub memberdayakannya jadi staf pelatih di tim akademi.
Müller baru meninggalkan dunia sepakbola pada Oktober 2015 ketika sudah didiagnosa menderita alzheimer. Enam tahun lamanya Müller bertarung dengan penyakit itu sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir di usia 75 tahun.
Auf Wiedersehen, Der Bomber!
Baca juga: Obituari: Addio Paolo Rossi!
Tambahkan komentar
Belum ada komentar