Sepp Herberger dan Bayang-bayang Nazi
Punya noktah di era Nazi, pesepak bola Sepp Herberger berhasil pulihkan namanya lewat “Keajaiban Bern”.
SEBAGAIMANA Brasil, Jerman tak pernah kehabisan talenta di lapangan hijau. Tidak hanya pemain, raksasa sepakbola Eropa itu dari masa ke masa juga senantiasa melahirkan pelatih-pelatih hebat. Selain Hans-Dieter ‘Hansi’ Flick yang membawa Bayern Munich juara Liga Champions musim 2019/2020, ada Thomas Tuchel yang bersama Paris Saint-Germain (PSG) dikalahkan Munich di final.
Di level internasional, Jerman punya seabrek pelatih jempolan yang mengasuh tim nasional Jerman. Dua di antaranya Franz Beckenbauer yang sukses di Piala Dunia 1990 dan Joachim Löw yang membawa juara di Piala Dunia 2014.
Baca juga: Piala Dunia yang Tak Diakui
Deretan nama pelatih top Jerman itu merupakan buah dari pendidikan pelatih yang dikembangkan Deutsche Sporthochschule atau Universitas Olahraga, Köln sejak 1 November 1947. Bila menyebut Deutsche Sporthochschule, tentu tak bisa dipisahkan dari nama Sepp Herberger. Figur yang mempopulerkan idiom sohor “Bola itu bundar” ini merupakan penggagas Deutsche Sporthoch.
Namun, kala penulis bertandang ke Deutsches Fußballmuseum di Dortmund pada Agustus 2016, tour guide tak membeberkan banyak tentang sosok Herberger kendati foto besarnya ada di hadapan. Sang pemandu hanya menjelaskan bagaimana Herberger berhasil mengangkat moril rakyat di negeri yang porak-poranda oleh Perang Dunia II itu dan selanjutnya mengantarkan timnas Jerman Barat (Jerbar) Piala Dunia 1954.
Ternyata, berdasarkan deskripsi yang tertera di bawah foto Herberger, ketidakmauan guide mengisahkan panjang-lebar mengenai Herberger terkait dengan masa lalu kelam sang pelatih.
“Herberger bergabung dengan NSDAP (Partai Nazi, red.) tahun 1933 dan ditunjuk sebagai pelatih timnas pada 1937. Tahun 1947 para pemain Jerman dan saksi lainnya menyatakan bahwa dia tidak mendukung ideologi rezim Nazi. Dia diperintahkan membayar 500 reichsmarks sebagai penebusan,” demikian menurut keterangan tersebut.
Penebusan yang dimaksud itu adalah semacam uang untuk membersihkan namanya setelah pemerintah Jerman Barat mengeluarkan Entlastungs-Zeugnis atau Sertifikat Bersih. Salinan Entlastungs-Zeugnis milik Herberger turut di-display di museum itu.
Sepakbola Pelipur Lara
Sepp Herberger yang lahir di Mannheim-Waldhof pada 28 Maret 1897 sebagai anak bontot dari delapan bersaudara hasil pernikahan Josef dengan Lina Kretzler, sejak kecil sudah akrab dengan pergulatan hidup. Sepp sudah harus ikut membantu menafkahi keluarga sejak usia 12 tahun.
Menukil biografi Sepp Herberger: Ein Lieben, Eine Legende (terj: A Life, A Legend) karya Jürgen Leinemann, di usia yang masih sangat muda Herberger sudah jadi anak yatim setelah ayahnya, buruh pabrik kaca Saint-Goban, meninggal karena influenza.
“Selepas lulus sekolah dasar tahun 1911 Herberger harus bekerja menafkahi keluarga di proyek konstruksi. Hanya dengan begitu ia bisa menampung ibu dan saudara dan saudarinya di Spiegelkolonie (pemukiman pekerja),” ungkap Leinemann.
Baca juga: Ronald Koeman Pahlawan Katalan dari Zaandam
Hanya si kulit bundar yang jadi pelipur lara di waktu luang Herberger di tengah kerja kasar yang ia lakoni. Dari sepakbola jalanan, Herberger mengasah skill-nya sebagai penyerang di level amatir bersama tim akademi Waldhof Mannheim.
Namun, panggilan wajib militer menyeretnya ke Perang Dunia I. Pada Maret 1916, beberapa hari sebelum usianya menginjak 19 tahun, Herberger masuk Resimen Grenadier Baden Ke-2 “Kaiser Wilhelm I” sebagai operator radio. Baru pada 1919 Herberger bisa pulang dan melanjutkan karier sepakbolanya ke klub lamanya, SV Waldhof.
Sejak saat itu Herberger meninggalkan pekerjaannya di proyek konstruksi dan fokus ke sepakbola. Alhasil, pada 1921 Herberger sudah masuk timnas Jerman. Di bawah asuhan Otto Nerz, seniornya di VfR Mannheim dan Borussia Berlin, dua tim yang diperkuatnya setelah Waldhof, Herberger juga belajar banyak tentang kepelatihan.
Nerz bersikap layaknya ayah kepada Herberger. Dia tak hanya menurunkan ilmu tentang sepakbola namun juga membiayai kuliah Herberger di Deutsche Hochschule für Leibesübungen (Universitas Pendidikan Fisik), Berlin pada 1927.
Sambil kuliah, Herberger merumput bersama Borussia Berlin. Tim ini kemudian dia latih dengan status “pemain-pelatih” hingga 1932. Di tahun inilah dia mengakhiri kariernya sebagai pemain karena diminta Nerz jadi asistennya dalam melatih timnas Jerman.
Di Bawah Panji Swastika
Sejak Adolf Hitler berkuasa sebagai kanselir pada Januari 1933, situasi sepakbola di Jerman berubah. Setiap tim yang awalnya berada di bawah naungan negara bagian, mulai saat itu semua menjadi di bawah Nationalsozialistische Reichsbund für Leibesübungen (NSRL), semacam KONI. Semua anggota pengurus induk olahraga pun mesti terdaftar sebagai anggota partai.
Herberger tak luput dari keterpaksaan mendaftar sebagai anggota Partai Nazi. Dia mendaftar pada 1 Mei 1933, sebagaimana Otto Nerz dan Presiden DFB (Induk Sepakbola Jerman) Felix Linnemann. Beban di pundak Herberger kian berat saat diminta menggantikan Nerz yang dipecat menjelang Piala Dunia 1938 gara-gara Jerman kalah dari Norwegia di Olimpiade Berlin. Kekalahan itu disaksikan langsung Hitler di stadion.
Baca juga: Etalase Nazi di Olimpiade Berlin 1936
Mau-tak mau, Herberger membangun tim dari sisa kejayaan duetnya bersama Nerz di Piala Dunia 1934. Hans Jakob, Paul Janes, Reinhold Münzenberg, Ludwig Goldbrunner, Ernst Lehner, Otto Siffling, dan Fritz Szepan masih tetap dijadikan andalannya.
Namun sial bagi Herberger. Persiapan timnya untuk Piala Dunia 1938 di Prancis direcoki urusan politik oleh Reichsführer Heinrich Himmler, utamanya pasca-pencaplokan Austria pada Maret 1938.
“Bersatunya Austria yang kembali ke pangkuan Jerman harus diperlihatkan ke mata dunia. Hanya satu tim yang bisa ke Prancis dan satu tim itu adalah tim Jerman Raya. Reichsfuhrer menginginkan sebuah tim utama berisi perbandingan (pemain Jerman dan Austria) 6:5 atau 5:6. Sejarah akan mencatat nama kita,” ujar Linnemann memberi perintah pada Herberger, dikutip Hardy Greens dalam 1933 to 1945: Victories for the Führer.
Alhasil, Jerman gagal total. Di babak pertama saja sudah gugur setelah kalah dari Swiss, 4-2. Beban para pemain kian bertambah dengan teror penonton di Stadion Parc des Princes yang melempari mereka dengan botol hingga batu.
Pegalaman pahit itu jadi kali terakhir kali Herberger menangani timnas Jerman di laga-laga resmi lantaran pada 1 September 1939 Jerman mengobarkan Perang Dunia II dimulai dan setahun kemudian FIFA menghapus keanggotaan DFB.
Herberger tetap memegang jabatan pelatih hingga 1942. Namun di balik itu, Herberger sibuk melobi sejumlah petinggi partai dan militer. Tujuannya untuk menjauhkan sejumlah pemain kesayangannya dari tugas tempur. Maklum, banyak dari mereka ditarik ke berbagai kesatuan di Wehrmacht (angkatan bersenjata Jerman Nazi) dan ditempatkan di berbagai palagan.
“Dia berusaha menjaga para pemain internasional (Jerman) dengan segenap kemampuannya. Salah satunya dengan terlibat sebagai konsultan dalam film bertema sepakbola, Das Grosse Spiel, pada musim panas 1941. Herberger setidaknya mampu membawa kembali 19 pemainnya dari garis depan untuk menjadi pemeran pendukung,” sebut Ulrich Hesse dalam Tor! The Story of German Football.
Upaya lain Herberger adalah memasukkan pemain-pemainnya ke tim-tim milik militer, seperti Rote Jäger. Kesebelasan milik Brigade Lintas Udara ke-26 Luftwaffe (AU Jerman) ini dipimpin Mayor Hermann Graf, mantan anak asuh Herberger. Graf menyanggupi permintaan Herberger untuk memasukkan sejumlah pemainnya, salah satunya Fritz Walter, ke unitnya.
Kelak Walter jadi andalan Herberger dalam membangun timnas Jerbar di Piala Dunia 1954. Sebagai pelatih, Herberger acap membawa timnya tur ke negara-negara sekutu Jerman Nazi seperti Hungaria dan negara-negara pendudukan macam Prancis dan Polandia.
Pembangunan tim itu terhenti pada 1944 seiring makin suramnya nasib Jerman. Herberger sendiri dipanggil jadi sukarelawan di Luftnachrichtenschule 6 (Akademi Intelijen AU Jerman) di Pangkalan Udara Dievenow pada September 1944.
Untungnya, hingga kapitulasi Jerman Herberger berada jauh dari Berlin dan lebih sering di kampung halamannya, Mannheim. Nasibnya berbeda jauh dari Otto Nerz yang ditangkap Uni Soviet di Berlin dan wafat di dalam Kamp Tahanan Sachsenhausen pada 1949.
Setelah menyelesaikan proses denazifikasi pada 1947, Herberger kembali ke kursi pada Februari 1950. Dia melatih Jerbar seiring dikembalikannya keanggotaan DFB di FIFA pada September 1950. Tugas berat di bab baru kariernya pun menanti, yakni mempersiapkan tim untuk Piala Dunia 1954.
Baca juga: Kiper Manchester Bekas Pemuda Hitler
Fritz Walter sudah pasti masuk dalam tim Herberger. Untuk menutupi kekurangan pemainnya, Herberger hunting ke liga-liga di setiap negara bagian. Untuk posisi kiper utama, Herberger ingin memulangkan Bert Trautmann dari Inggris, yang sempat jadi tawanan perang di Inggris dan setelahnya berkarier di Manchester City.
“Pada 1953 Trautmann bertemu Sepp Herberger untuk mau memperkuat timnas Jerman. Tetapi Herberger kemudian menjelaskan bahwa kerumitan politis mencegahnya membawa Trautmann pulang dan Herberger tak bisa memasukkan namanya karena dia tak bermain di salah satu liga di Jerman,” tulis Alan Rowlands dalam Trautmann: The Biography.
Meski tanpa Trautmann, Herberger bersama timnya berangkat ke Swiss mengikuti Piala Dunia 1954. Di luar dugaan, timnya tampil memukau. Lolos dari Grup 2, Herberger membawa “Die Mannschaft” (julukan timnas Jerman) menekuk Yugoslavia 2-0 di perempatfinal dan menggebuk Austria 6-1 di semifinal. Di final, yang dimainkan di Stadion Wankdorf, Bern, 4 Juli 1954, Jerbar kembali bertemu Hungaria yang membantainya 8-3 di laga Grup 2.
Tak disangka, Fritz Walter dkk. mampu membalikkan perkiraan publik. Hungaria dengan Ferenc Puskásnya dipaksa menelan getir kekalahan 2-3 di laga dengan kondisi hujan lebat dan lapangan becek itu.
Baca juga: Final Jerman v Hungaria Berujung Gempita dan Prahara
“Itu cuacanya Fritz Walter,” cetus Herberger merujuk kecemerlangan Walter sebagai dinamo tim yang cakap kala bermain dalam kondisi hujan lebat.
Herberger membesut tim Jermbar hingga 1964. Dia wafat di Weinheim-Hohensachen pada 28 April 1977 di usia 80 tahun karena pneumonia.
Walau hanya prestasi satu-satunya, “Keajaiban Bern” membersihkan namanya dari bayang-bayang Nazi. Prestasi itu juga menjadi momen pertama DFB mencicipi Piala Dunia. Tongkat estafet prestasi tersebut dilanjutkan Helmut Schön, eks anak asuh Herberger, di Piala Dunia 1974, Franz Beckenbauer di Piala Dunia 1990, dan Joachim Löw di Piala Dunia 2014.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar