Kerikil Bernama Nobby Stiles
Rendah hati di luar namun keras di dalam lapangan. Dikenang sebagai sosok yang menari kegirangan dengan trofi Piala Dunia dan gigi palsu di Wembley.
KECIL-kecil cabe rawit. Walau posturnya cilik, sosok Nobby Stiles acap jadi batu kerikil yang menyusahkan para pemain lawan. Bersama Sir Bobby Charlton, ia jadi legenda dengan catatan unik yang belum bisa disamai pemain Inggris manapun, hingga akhir hayatnya.
Stiles menghembuskan nafas terakhirnya di kediamannya pada Jumat (30/10/2020) di usia 78 tahun. Selain mengalami demensia atau penyakit penurunan daya ingat, Stiles mengidap kanker prostat.
“Keluarga Stiles dengan bersedih menyampaikan bahwa Nobby Stiles meninggal dalam damai dikelilingi keluarganya setelah lama menderita sakit. Kami meminta pengertian dan privasi di masa-masa duka ini,” demikian pernyataan keluarga, disitat ITV, Jumat (31/10/2020).
Stiles dikenal sebagai gelandang bertahan tangguh tim nasional (timnas) Inggris dan Manchester United (MU) era 1960-an. Ia termasuk dalam skuad Inggris yang memenangi Piala Dunia 1966. Stiles jadi satu-satunya pilar yang tak pernah diganti sepanjang turnamen.
Bersama Bobby Charlton, ia jadi pemain Inggris yang punya catatan prestasi memenangkan Piala Dunia (1966) dan Liga Champions (1967-1968). Yang menyedihkan, Bobby sang sahabat Stiles dikabarkan juga mengalami demensia.
“Satu lagi pahlawan kami yang memenangkan Piala Dunia 1966 terdiagnosa mengalami demensia. Mungkin yang terbaik dari mereka semua, @SirBobby. Dua kabar ini sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan,” kicau Gary Lineker, bomber Inggris 1984-1992, di akun Twitter-nya, @GaryLineker, Minggu (1/11/2020).
Macan Ompong yang “Bergigi”
Saat Pertempuran Britania pada Perang Dunia II bergolak di langit Inggris, 18 Mei 1942, Norbert Peter Stiles dilahirkan dari rahim Kitty, masinis kereta listrik di Manchester yang bersuamikan Charlie, seorang pengurus mayat. Situasi yang mencekam karena bombardir Jerman Nazi kala itu membuat persalinan Nobby harus keluar dilakukan di ruang bawah tanah rumahnya di Collyhurst, distrik di utara kota Manchester.
Nobby yang punya darah Irlandia dari kedua orangtuanya dibesarkan sebagai seorang Katolik taat. Sejak kecil ia sudah getol dengan si kulit bundar yang dikenalkan ayahnya yang seorang fans MU.
Dalam otobiografinya, After the Ball, Stiles mengisahkan mulanya ia sering bermain bola sendiri di tanah kuburan seraya ikut ayahnya bekerja mengurus pemakaman. Lama-kelamaan, ayahnya membuatkan lapangan mini di belakang rumahnya.
Baca juga: Setan Merah Berharap Tuah
Saat Stiles yang mengenyam pendidikan di St. Patrick’s Catholic School, pada usia 15 tahun ia sering terpilih masuk skuad England Schoolboys atau Timnas Pelajar Inggris di beberapa kejuaraan. Bakatnya kemudian dilirik pelatih MU Matt Busby, yang lantas menawarkannya status pemain magang di tim akademi pada November 1957.
“Ayah saya ketika kami mendapat panggilan ke Old Trafford untuk menandatangani kontrak, dia bilang: ‘Naiklah, Nak dan aku akan membawamu ke sana.’ Jadi kami datang ke sana dengan naik mobil jenazahnya,” ungkap Stiles.
Dalam kontrak magang itu, Stiles berlatih di tim akademi dan juga mengerjakan sejumlah pekerjaan bagian umum. Pun begitu, Stiles justru senang lantaran bisa sering bertemu pemain yang dikaguminya, Eddie Coleman.
“Eddie Coleman adalah idola saya. Dulu saya membersihkan sepatu sepakbola semua pemain, namun saya memberikan perhatian ekstra dan istimewa saat membersihkan sepatu Eddie,” imbuhnya.
Baca juga: Berkabung untuk Tragedi Munich
Karier Stiles di MU sebagai pemain magang tak lebih dari setengah tahun. Pasca-“Munich Air Disaster” (6 Februari 1958) yang menewaskan banyak para pilar utama Manchester United, Busby terpaksa membangun fondasi tim dengan bertulangpunggungkan para pemain muda. Stiles, yang merasa terpukul oleh tewasnya Coleman dalam tragedi itu, termasuk di dalamnya.
Secara fisik, Stiles punya banyak kekurangan. Posturnya hanya 5 kaki enam inci (168 cm), matanya pun rabun dekat sehingga harus selalu memakai kacamata atau memasang lensa kontak saat sedang bermain. Dua gigi depannya pun ompong akibat sering berkelahi sebelum masuk tim akademi MU.
“(Stiles) pribadi yang menyenangkan di luar lapangan. Tetapi jika dia sudah melepas gigi (palsu) itu, dia menjadi sosok yang berbeda. Saya peringatkan, di lapangan Anda takkan mau berhadapan dengan Nobby sama sekali,” ujar Norman Hunter, anggota timnas Inggris 1965-1974, sebagaimana dikutip John Rowlinson dalam The Boys of ’66: The Unseen Story Behind England’s World Cup Glory.
Namun di balik semua kekurangannya, Busby melihat kelebihan dari sosok Stiles. Selain enerjik, Stiles ngotot saat berebut bola dengan pemain lawan, passing-nya baik, dan pandai membaca jalannya permainan. Kelebihan-kelebihan ini dimanfaatkan Busby untuk menjadikan Stiles sebagai “gelandang pengangkut air” alias pemain yang bertugas menjemput bola dari pertahanan dan mengirimnya ke depan, utamanya Bobby Charlton.
“Tugas saya adalah memenangkan (perebutan) bola dan mengopernya ke Bobby Charlton,” sambung Stiles
Baca juga: Harry Gregg, Kiper Manchester Penyintas Tragedi Munich
Stiles menjalani debutnya di tim utama MU pada 1 Oktober 1960 kala MU menghadapi Bolton Wanderers di Liga Inggris dan berkesudahan 1-1. Sejak saat itu perannya sebagai gelandang tengah tak tergantikan. Meski masih muda, Stiles memupuk karakter pemimpin di jantung permainan tim, hingga dijuluki “Toothless Tiger” alias “Macan Ompong” mengacu pada giginya yang ompong.
“Sebagai pemain muda di Old Trafford, dia harus berjuang di setiap kesempatan yang diberikan. Saya ingat seseorang bilang dia sekadar pemain serba bisa, tapi saya katakan bahwa Stiles adalah gelandang terbaik di klub. Tak jarang ia membangun semangat rekan-rekannya. Ia tak hanya menjalankan tugasnya; dia juga memastikan semua rekannya melakoni tugasnya masing-masing,” puji Harry Gregg, kiper veteran Manchester United yang selamat dari tragedi Munich, dikutip Rowlinson.
Gigi Palsu dan Trofi Piala Dunia
Meski sudah jadi andalan di MU sejak 1960, baru pada 1965 Stiles dipanggil pelatih Alf Ramsey ke timnas Inggris untuk persiapan Piala Dunia 1966. Seperti halnya Busby, Ramsey memasang Stiles sebagai gelandang jangkar di depan bek sentral Bobby Moore dan Jack Charlton.
Sejak babak penyisihan Grup 1 hingga partai final, tak sekalipun Ramsey mencadangkan Stiles. Padahal, tekanan FA (induk sepakbola Inggris) dan FIFA (induk sepakbola dunia) kepada Ramsey begitu besar akibat Stiles mencederai pemain Prancis Jacques Simon di babak penyisihan Grup 1, 20 Juli 1966.
Dikisahkan Rowlinson, Ramsey pasang badan membela Stiles, di mana tekel Stiles kepada Simon lebih kepada tekel yang terlambat ketimbang tekel yang disengaja untuk mencederai. “Jika saya dipaksa menggantikan dia (Stiles), Anda harus mencari pelatih lain,” kata Ramsey mengancam FA.
Keputusan Ramsey membela Stiles untuk tetap jadi pilar utama terbayar kala Inggris menghadapi Portugal dengan bintangnya Eusébio da Silva di semifinal, 26 Juli 1966. Stiles yang dititahkan Ramsey untuk melakukan man-to-man marking bikin Eusébio mati kutu. Eusébio sempat bikin satu gol untuk menyamakan kedudukan, namun itu dari tendangan penalti gegara handball Jack Charlton.
Baca juga: Trofi Jules Rimet Tinggal Kenangan
“Saat skuad Inggris masuk ke ruang ganti di akhir semifinal melawan Portugal (skor akhir 2-1), Alf Ramsey meminta segenap skuad memberi aplaus untuk Nobby Stiles yang menjalani tugasnya dengan luar biasa me-marking Eusébio, pemain terbaik Eropa tahun itu. Ramsey mengatakan: ‘Saya jarang membicarakan seorang individu, tapi saya rasa kalian harus setuju bahwa hari ini Nobby tampil sangat profesional,’” tulis Jonathan Mayo dalam The 1966 World Cup Final: Minute by Minute.
Laga final kontra Jerman Barat harus dilalui dengan perpanjangan waktu. Inggris akhirnya menang 4-2. Untuk pertamakali, Inggris mengklaim trofi Piala Dunia.
Saat mendapat giliran mengusung trofi, Stiles berlarian, berloncatan, menari dengan tangan kiri menggenggam trofi Jules Rimet dan tangan kanan memegang gigi palsu di Stadion Wembley.
Baca juga: Lautan Manusia di Wembley
Sementara di klub, puncak karier Stiles diukirnya bersamaan dengan gelar European Cup (kini Liga Champions) pertama MU pada musim 1967-1968. Stiles kembali jadi batu kerikil yang “melumpuhkan” Eusébio kala di final MU menjungkalkan SL Benfica, 4-1, juga di Stadion Wembley (29 Mei 1968).
Tetapi setelah itu karier Stiles antiklimaks. Utamanya setelah lututnya cedera. Perlahan kehidupannya berbalik 180 derajat. Selain mulai jarang dipanggil lagi ke timnas Inggris, pada 1971 Stiles dijual ke Middlesbrough. Dia pensiun di Preston North End pada 1975.
Sesudah itu dia melatih Preston (1977-1981), kemudian Vancouver Whitecaps (1981-1984), dan West Bromwich Albion (1985-1986). Namun karier kepelatihannya tak secemerlang kariernya sebagai pemain.
Baca juga: Obituari: Gordon Banks Sang Penyelamat
“Semua orang mengenang Anda di masa-masa jaya tapi yang jelas setiap orang juga punya masa-masa sulit, tak hanya saya. Anda tetap harus melaluinya. Dari situlah Anda mendapatkan pengalaman. Semasa saya melatih jadi bagian pembelajaran dalam hidup saya. Dalam kasus saya, pengalaman itu menyadarkan saya bahwa saya tak berbakat,” papar Stiles.
Pelatih Sir Alex Ferguson mencoba melibatkannya di akademi klub untuk mengasuh Nicky Butt, David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes hingga Gary dan Phil Neville pada 1989. Namun ia hanya bertahan hingga 1993.
Baca juga: Obituari: Sean Connery Menolak Manchester United
Setelah terdiagnosa alzheimer, demensia, serta kanker prostat, kondisi finansialnya ambruk. Pada 2010 ia terpaksa melelang medali kehormatan pemenang Piala Dunia 1966 dan Liga Champions 1968. Manajemen MU yang prihatin kemudian membeli keduanya seharga 209 ribu poundsterling untuk disimpan di museum klub.
“Saya mengalami masa sulit dan saya ingin meninggalkan sesuatu untuk keluarga saya,” kata Stiles kala melelang dua penghargaan itu, dinukil Daily Mail dalam obituari mengenang Stiles, Sabtu (30/10/2020).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar