Bang Jago Tak Terkalahkan itu Bernama Rocky Marciano
Gagal di lapangan bisbol, Rocky Marciano mengukir namanya yang melegenda di ring tinju. Pukulannya lebih mematikan dari peluru.
SIRINE meraung-raung memecah kesunyian malam di sebuah ladang jagung di Jasper County, Iowa, Amerika Serikat, 31 Agustus 1969. Sherif Darrel Hurley ditemani paramedis dr. John Maughan segera menuju lokasi jatuhnya sebuah pesawat berdasarkan laporan seorang saksi mata Coleen Swarts. Tak dinyana, mereka menemukan tiga mayat korban yang salah satunya adalah petinju legendaris Rocky Marciano.
“Sherif Jasper County di lokasi mengatakan Marciano ditemukan tewas di dalam pesawat bermesin tunggal Cessna (172). Sementara jasad pilot Glenn Belz (37) dan penumpang lainnya Frank Farrell (23) ditemukan 500 meter dari bangkai pesawat,” tulis suratkabar Spokane Daily Chronicle edisi 1 September 1969.
Sebelumnya, sekira pukul 21.05, Coleen melihat sekelabatan cahaya janggal di udara di kegelapan malam. Makin diperhatikan, Coleen makin insyaf hal ganjil itu adalah sebuah pesawat yang mesinnya mati hingga kemudian jatuh di tengah-tengah ladang jagung milik tuan tanah Henry Eilander. Pesawat menabrak sebuah pohon ek.
“Saya berharap tak pernah mendengar kejadian seperti ini lagi. Saya tak pernah bermimpi bahwa seseorang seperti Rocky Marciano menjadi korbannya,” ungkap Coleen.
Publik Amerika, khususnya dunia tinju, pun seketika dinaungi kabut duka. Rocky dinyatakan tewas pada malam itu. Ia tewas di usia 45 tahun 364 hari alias sehari sebelum ia berulangtahun yang ke-46. Di kemudian hari diketahui bahwa sebelum kejadian itu, Rocky menerima undangan Farrell untuk menghadiri soft opening sebuah restoran steak di Des Moines, Iowa, pada 31 Agustus malam itu juga sekaligus merayakan ulangtahun lebih awal.
“Setelah itu keesokan harinya Marciano baru berencana langsung pulang ke Florida, untuk merayakan (ulang tahun) bersama keluarganya. Perjalanan dadakan atau spontan seperti ini bukan hal aneh dalam kehidupan Marciano selepas pensiun dari ring tinju 13 tahun lewat. Di malam itu ia ingin membantu temannya (Farrell) merayakan pembukaan restoran milik pamannya yang seorang mafia asal Chicago,” ungkap Mike Stanton dalam Unbeaten: Rocky Marciano’s Fight for Perfection in a Crooked World.
Akomodasinya berupa pesawat sewaan Cessna 172 pun ditanggung. Cessna berangkat dari Bandara Midway, Chicago menuju Bandara Des Moines, Iowa pada 31 Agustus malam. Di tengah perjalanan, sekira pukul 20.50, Cessna diterpa badai dan pilot Belz belum berpengalaman terbang menembus badai. Terjadilah bencana seperti apa yang disaksikan Coleen di atas.
“Pilot berusaha melakukan manuver yang melampaui tingkat kemampuannya, terus berusaha menerbangkan pesawat hingga mengalami disorientasi spasial di saat-saat terakhir penerbangan,” terang laporan Badan Keselamatan Transportasi Amerika, NTSB, dikutip John Jarret dalam Rocky Marciano: The Brockton Blockbuster.
Baca juga: Ronde Terakhir Roger Mayweather
Kabar pahit itu, lanjut Jarret, sampai ke Barbara istri Rocky serta kedua anaknya, Mary Anne dan Rocco Kevin, pada 1 September dini hari lewat Kepala Kepolisian Fort Lauderdale, Jack Sherlock. Kejutan pesta ulangtahun yang mereka siapkan pun seketika berubah jadi kegetiran yang mengejutkan.
“Anda yakin (korban) itu suami saya? Anda yakin itu bukan (petinju lain) Rocky Graziano? Tidak mungkin. Anda yakin?” tanya Barbara yang syok.
Jenazah Rocky lantas dibawa pulang ke Florida pada paginya. Ia disemayamkan di Hickey Funeral Home, kemudian dikebumikan di Pemakaman Forest Lawn Memorial pada 4 September. Pemakaman dihadiri para kerabat dan ribuan pelayat, termasuk legenda tinju Joe Louis, Willie Pep, Paul Pender, dan Tony Zale.
Jagonya Kelas Berat
Kendati menjadi salah satu inspirasi tokoh Rocky Balboa dalam franchise film Rocky (1976-2023) yang dibintangi Sylvester Stallone, kehidupan Rocky asli berbeda jauh. Meski sama-sama berdarah Italia, karier amatir hingga profesional Rocky Marciano sama sekali tak pernah ternodai kekalahan hingga berlainan dengan karakter Rocky Balboa.
Rocky Marciano lahir di Brockton, Massachusetts pada 1 September 1923 dengan nama Rocco Francis Marchegiano. Ia sulung dari enam anak pasangan Pierino Marchegiano dan Pasqualina Picciuto yang keduanya imigran dari Italia.
“Pierino datang ke Amerika sekitar tahun 1910 di masa puncak imigrasi orang Italia. Ia juga veteran prajurit Amerika di Perang Dunia I, di mana ia sempat terkena serangan gas di Hutan Argonne dan kemudian mencari nafkah sebagai buruh sebuah pabrik sepatu di Brockton,” tulis Paul Beston dalam The Boxing Kings: When American Heavyweights Ruled the Ring.
Baca juga: Chris John Antara Tinju dan Wushu
Tetapi Rocky tak ingin mengikuti jejak ayahnya yang dianggap tak punya masa depan sebagai buruh. Sejak kecil ia mendambakan bisa meningkatkan taraf kehidupan keluarganya dengan bercita-cita jadi atlet. Sejak masa sekolah ia begitu getol jadi catcher dalam bisbol.
“Tetapi harapannya pada bisbol kandas setelah ia gagal ketika menjalani tryout bersama tim liga minor Chicaco Cubs di Fayetteville, North Carolina. Ia pulang ke Brockton dan berambisi mencari jalan kehidupan lain,” lanjutnya.
Namun demi membantu ekonomi keluarga, Rocky harus putus sekolah di tingkat SMA. Ia bekerja di proyek pembangunan hingga di pelayanan pesan-antar es dan batubara. Mata Rocky baru terbuka untuk merealisasikan cita-cita jadi atlet seiring terjun di Perang Dunia II.
“Ia pertamakali bersentuhan dengan tinju (amatir) di Angkatan Darat (AD) Amerika selama perang, di mana ia bertugas di kapal feri yang menyuplai logistik melintasi Selat Inggris menuju Normandia. Menyadari punya keunggulan fisik, ia bertarung di banyak turnamen di lingkungan AD dan ia selalu mampu menganvaskan lawan-lawannya,” imbuh Beston.
Baca juga: Kurt Russell dari Bisbol ke Hollywood
Sepulang bertugas pada 1946, Rocky membulatkan tekad untuk menseriusi tinju profesional dan membutuhkan pelatih. Pelatih yang ia dapati tak jauh-jauh dari lingkungannya, yakni Allie Colombo. Rocky mengenalnya berkat kunjungan rutin seminggu sekali ke rumahsakit veteran untuk menyembuhkan cedera tangannya.
“Allie membawakan pertarungan profesional (kelas berat) perdananya pada 17 Maret 1947 di Holyoke, Massachusetts. Ia bertarung dengan nama Rocky Mack dan menang KO atas Lee Epperson di ronde ketiga. Namun anehnya kemudian ia sempat turun kasta lagi ke tinju amatir untuk memenangkan kejuaraan kelas berat Golden Gloves di Lowell. Di turnamen ini ia turun dengan nama Rocco Marchegiano,” ungkap John Grasso dalam Historical Dictionary of Boxing.
Ia baru balik lagi ke tinju profesional pada 12 Juli 1948 saat menghadapi Harry Bilazarian yang ia robohkan hanya dalam satu ronde. Tak lama setelah kemenangan itu, prospek Rocky makin cerah hingga Colombo mengenalkannya pada manajer Al Weill. Weill pula yang kemudian menyarankan Rocky mengubah namanya dari “Marchegiano” menjadi “Marciano”, untuk mempermudah announcer ring yang sebelumnya acap keliru menyebut nama Rocky.
Sebagaimana ciri khas petinju Italia, Rocky merupakan petarung ulet, berstamina tinggi, daya tahan baik, dan pukulan keras. Dari laga ke laga, nama Rocky makin “viral” lantaran nyaris semua kemenangannya diraih lewat hasil KO.
“Kecuali saat menghadapi Roland LaStarza di Madison Square Garden pada 24 Maret 1950. Di situlah Marciano nyaris kalah untuk kali pertama dalam pertarungan profesionalnya. Skor di akhir pertarungan masing-masing juri memberi angka 5-4-1 untuk Marciano dan LaStarza tetapi wasit memberi satu poin ekstra untuk kemenangan angka Rocky karena ia sempat sekali menjatuhkan LaStarza,” tambah Grasso.
Baca juga: Ring Kehidupan Max Schmeling
Saking kerasnya, pukulan Rocky pun pernah diuji untuk mengukur seberapa mematikannya. Hasilnya, bogem mentah Rocky dinilai lebih mematikan dari peluru.
“Pukulan-pukulan Marciano punya energi yang lebih eksplosif daripada sebuah peluru penembus baja dan merepresentasikan energi yang sama dengan seorang atlet yang angkat beban 1.000 pon dengan satu kaki,” tulis majalah Boxing Illustrated edisi Desember 1963.
Namun, Rocky baru mendapat kesempatan menantang gelar juara dunia kelas berat versi NBA (kini WBA) setelah memenangi pertarungan ke-42. Rocky menantang juara bertahan Jersey Joe Walcott pada 23 September 1952 di Municipal Stadium, Philadelphia.
Dalam duel sengit yang terjadwal 15 ronde itu, Walcott sempat merobohkan Rocky di ronde pertama. Tapi Rocky sanggup bangkit dan memberi perlawanan. Puncaknya di ronde ke-13, satu hook kanan Rocky mengenai Walcott dengan telak.
Baca juga: Sengkarut Tinju Pro
Rocky dinyatakan sebagai juara dunia kelas berat baru usai Walcott gagal bangkit setelah 10 hitungan wasit selesai. Setahun berselang, Walcott meminta rematch tapi Rocky berhasil meng-KO Walcott di ronde pertama dan mempertahankan gelarnya.
Total enam kali Rocky mempertahankan gelarnya hingga memutuskan gantung sarung tinju pada 1956 ketika usianya menginjak 32 tahun. Hingga hari kematiannya, ia dikenang sebagai legenda tinju dunia yang tak pernah kalah dalam karier profesionalnya dengan catatan 49-0 (43 KO).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar