Narkim Menerkam Pejuang Aceh
Narkim menunjukkan keberaniannya melawan pejuang Aceh. Kerajaan Belanda memberinya bintang.
Jenderal J.B. van Heutsz melancarkan ekspedisi ke Pidie untuk memburu para pemimpin Aceh pada 1898. Pasca penaklukan Keumala pada Juni 1898, dia mengejar Teuku Panglima Polem dan Sultan Muhammad Daud Syah di sepanjang pantai utara sampai ke daerah Pasai, bahkan ke daerah pegunungan terpencil di Tangse, di belakang Pidie.
Menurut Anthony Reid dalam Asal Mula Konflik Aceh, setelah Teuku Umar dijebak dan dibunuh di dekat Meulaboh pada Februari 1899, Sultan Muhammad Daud Syah menyerah secara sukarela pada Januari 1903. Kesultanan Aceh pun berakhir.
Penyerahan itu diikuti oleh Teuku Panglima Polem bersama lebih kurang 150 orang pengikutnya pada September 1903. Pada akhir 1903, administrasi uleebalang yang stabil telah ditempatkan di bawah kendali Belanda. Namun, perlawanan yang tersisa masih sangat kuat.
Baca juga: Flores Selamatkan Komandan
Patroli tentara kolonial KNIL (Koninklijk Nederlandsche Indische Leger) kerap mendapat gangguan, seperti di kampung Beureuleung, Pidie. Bentrokan terjadi pada 26 Juni 1904. Pasukan KNIL yang dipimpin Letnan Verschuur itu menyerang dua rumah tempat Pang Andah dan pengikutnya bertahan.
Seorang anggota Marsose, pasukan antigerilya KNIL, bernama Narkim menunjukkan keberaniannya. Dia menjebol sebuah rumah dan menyerang seorang Aceh yang ada di dalamnya. Dengan senjata klewang dan senapan pendek, dia merobohkan pejuang Aceh itu.
“Narkim mendapati di dalam rumah satu senapan Beaumont yang rusak oleh pasang (tembakan),” tulis majalah Trompet No. 73, Februari 1940.
Narkim juga yang menjebol rumah kedua. Dia masuk ke dalam rumah diikuti anggota Marsose lain bernama Rambo. Narkim dan Rambo berhasil melumpuhkan lima pejuang Aceh.
Baca juga: Marsose Membungkam Rakyat Ende
Sementara itu, serdadu KNIL lain memberikan tembakan perlindungan dari tembakan pejuang Aceh yang berada di sebuah bangunan tinggi dekat rumah pertahanan pasukan Pang Andah.
Teuku Ibrahim Alfian dalam Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah menyebut Pang Andah, tangan kanan Teuku Ali Bait, kemudian dapat ditewaskan oleh Belanda bersama Nyak Muda Daud pada 3 Juli 1904.
Ketika Cut Nyak Dhien ditangkap oleh Letnan Van Vuuren pada 4 November 1905, Teuku Ali Bait berhasil melarikan diri. Dia kemudian dikejar oleh pasukan Marsose dan berhasil ditangkap di Takengon.
Baca juga: Bintang untuk Sanin
Atas keberaniannya menjebol dua rumah itu, Narkim dianugerahi bintang oleh Kerajaan Belanda, Militaire Willemsorde 4e klasse (MWO kelas 4). Laki-laki kelahiran Gedoeng, Cirebon pada 1873 itu, mendaftar jadi serdadu di Palimanan pada 23 September 1891. Pada 1894, dia ikut berperang di Lombok sehingga mendapat medali Lombokkruis.
Pada 1896, Narkim dikirim ke Aceh. Pada awal jadi Marsose, dia menunjukkan keberaniannya hingga dianugerahi bintang voor Moed en Trouw (keberanian dan kesetiaan) berdasarkan Gouvernements Besluit No. 11 tanggal 1 Augustus 1900.
Pada 1907, pangkat Narkim sudah infanteri kelas satu (spandrig) kemudian pada 1910 masuk sekolah kader di Magelang dan menjadi kopral. Dia pensiun di Bogor dengan pangkat terakhir sersan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar