Kecakapan Elie Ripon Sang Sersan Swiss di Banda
Seorang serdadu bayaran asal Swiss ikut serta dalam ekspedisi militer VOC ke Pulau Banda. Berhasil melumpuhkan musuh dengan meriam musuh.
SWISS sejak lama dikenal sebagai negara netral. Negeri pegunungan bersalju ini pun tak punya tentara. Namun, bukan berarti bangsa Swiss tak punya orang yang suka berperang. Contoh paling legendaris dalam sejarah Indonesia adalah Hans Christoffel. Antara akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 dia telah berperang dengan keras di Aceh dan beberapa wilayah Indonesia lain.
Jauh sebelum Hans Christoffel, tersebutlah Elie Ripon. Pria asal Laussane ini bergabung dalam pasukan militer maskapai dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Dia bergabung sekitar 1617 hingga 1626. Ketika baru direkrut sebagai tentara bayaran untuk VOC, Elie sudah ikut serta dalam sebuah ekspedisi militer berdarah.
“Pada 21 September 1619, Jenderal Pieterzoon Coen meninggalkan Batavia menuju Pulau Banda. Dia merekrut semua pria berbadan sehat yang ada di kepulauan Maluku dan beberapa tempat lain untuk menyerbu Pulau Lontar,” catat Bernard Dorleans dalam Orang Indonesia dan Orang Perancis.
Coen punya dendam belasan tahun. Sebelumnya, dia nyaris terbunuh oleh orang Banda dalam sesuatu yang dianggapnya perundingan damai.
Baca juga: Genosida VOC di Pulau Banda
Sersan Elie Ripon bersama serdadu lain tiba di Banda sekitar Maret tahun berikutnya. Dia ingat pengalamannya di Banda dan menuliskannya dalam sebuah buku harian yang kemudian dibukukan Yves Giraud sebagai Voyages et Aventures du Capitaine Ripon aux Grandes Indes. Seingat Elie, ketika kapal-kapal VOC tiba, Pulau Banda ditembaki dari semua penjuru.
Ketika pasukan VOC mendarat, benteng telah kosong karena orang-orang Banda telah mengungsi ke gunung. Namun kemudian hampir tiap hari benteng yang diduduki tentara VOC itu diserang oleh orang Banda. Pasukan VOC kemudian mendapat petunjuk jalan menuju ke arah gunung.
“Saya memimpin pasukan sebanyak 50 orang, dengan pasukan elite setiap regu, berpura-pura untuk menyusuri jalan itu. Saya perintahkan enam prajurit membawa lima puluh obor menyala untuk menyenangkan hati musuh karena mereka akan mengira saya muncul dari jalan itu, padahal saya naik dari arah lain dengan memanjat batu karang yang tidak dijaga,” aku Elie Ripon dalam buku hariannya yang diolah Giraud dan disarikan Dorleans.
Baca juga: Banda, Titik Nol Indonesia
Namun, Elie menemukan kejutan setelah memanjat. Di puncak gunung karang itu ada seorang penjaga yang tahu ada orang yang naik. Penjaga orang Banda itu lalu melempar sebongkah batu yang kemudian mengenai kepala Elie hingga tubuh Elie tersungkur ke tanah.
Elie ditolong serdadu lain. Sementara itu, enam serdadu lain asal Jawa bergerak maju melumpuhkan penjaga yang melempar Elie dengan batu. Elie sudah bangkit lagi dan kembali memimpin pasukannya.
Meriam musuh yang mereka temui kemudian mereka putar arah moncongnya. Dari semula ke arah pasukan VOC menjadi ke arah kubu orang Banda. Setelah peluru dan amunisi terisi, meriam itu ditembakkan ke arah orang Banda. Ledakan itu membuat orang-orang Banda kemudian bergerak menuju meriam yang dikuasai pasukan Elie.
“Begitu musuh mendekat dalam jumlah besar, saya memerintahkan tembakan meriam mereka sendiri ke arah mereka dan menimbulkan kekalahan telak ke pihak mereka,” ujar Elie.
Keadaan itu membuat sisa orang Banda yang selamat kemudian terjun ke laut. Begitulah peran Elie Ripon dalam ekspedisi militer VOC ke Banda.
Baca juga: Samurai dalam Pembantaian Banda
Banda berhasil dikuasai VOC. Namun, VOC kemudian tak sekadar menguasainya, tapi juga melakukan pembantaian di sana. Kampung-kampung kemudian dibakar. Pohon pala ditebang dan harta benda penduduk dirampas.
“Diperkirakan dari 15.000 penduduk Kepulauan Banda, tampaknya yang selamat tak melebihi 1.000 orang beberapa orang berhasil menghindari blokade dan mencari tempat perlindungan di Seram, Aru serta Kei,” catat Dieter Bartels dalam Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku 2. Ratusan orang Banda yang tersisa lalu dijadikan budak.
Dalam ekspedisi itu, menurut Willard Anderson Hanna dalam Kepulauan Banda: Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala, terdapat 1.655 serdadu bayaran Eropa, sekitar 80-100 serdadu bayaran Jepang (yang diperkirakan bekas kaum Samurai). Elie Ripon satu dari 1.655 serdadu Eropa itu.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar