Bandara Manggar yang Hilang
Balikpapan dulu punya dua bandara. Sebelum Sepinggan, ada Manggar.
Hingga kini, perekonomian Balikpapan masih didominasi industri minyak dan gas (migas). Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Balikpapan Marinda Dama, posisi tersebut dipegang sektor migas yang menyumbang nyaris 50 persen pada perekonomian kota minyak tersebut.
“Industri pengolahan minyak dan gas sangat mendominasi. Lapangan usaha yang lainnya memiliki kontribusi di bawah empat puluh persen,” ujar Marinda sebagaimana dikutip radartarakan.jawapos.com, 5 Maret 2025.
Reputasi Balikpapan sebagai “Kota Minyak” telah melekat lama. Sebab, sejak zaman Hindia Belanda Balikpapan sudah menjadi kota yang perekonomiannya dibangun dari industri minyak.
Adalah Jacobus Hubertus Menten, insinyur-pengusaha asal Belanda, yang memainkan peran penting bagi eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di sana. Usai pensiun dari tambang batubara, Menten meminta izin dari sultan Kutai untuk ekstraksi minyak bumi di sana. Lewat perjanjian konsesi minyak bumi yang ditandatanganinya bersama sultan Kutai, tulis De Locomotief edisi 24 Mei 1895, penambangan minyak bumi pun dimulai di Balikpapan. Sumur minyak di Balikpapan, yang ditemukan pada 1895 alias setahun lebih dulu dari sumur minyak Sangasanga, lalu diberi nama Louise, mengambil nama istrinya: Mathilde Louise Charlotte de Wal.
Dari penambangan minyak yang dirintis Menten itu kemudian Balikpapan berkembang pesat. Industri minyak di sana yang terus berkembang pada gilirannya menstimulus industri-industri lain.
Balikpapan yang maju dan terus memodernisasi diri pada akhirnya membutuhkan kecepatan akses transportasi. Hubungan udara pun dibidik. Pada 1930-an, muncul niatan untuk menghubungkan Hindia Belanda dengan Filipina yang sedang menjadi koloni Amerika Serikat (AS). Menurut Het Vaderland tanggal 29 Maret 1935, AS mengusahakan perhubungan udara dari Filipina ke daerah Hindia Belanda, sementara pihak Hindia Belanda mengusahakan Balikpapan dan Tarakan, yang keduanya merupakan kota minyak sebagai titik pendaratan.
Pembangunan bandar udara (bandara) pun dilakukan di kedua kota tersebut. Sementara pembangunan bandara di Tarakan memakan waktu lebih lama karena harus membuka hutan, menurut De Locomotief tanggal 7 September 1935, pembangunan bandara di Balikpapan berlangsung dengan cepat kendati kemudian sempat terbengkalai.
Sementara itu, beberapa titik di Filipina juga diupayakan pembangunan bandara. De Locomotief tanggal 7 September 1935 menyebut, pihak Hindia Belanda meminta agar pihak Amerika menjadikan Zamboanga, sekitar 1.330 km dari Manila, sebagai titik pendaratan. Zamboanga merupakan titik selatan Filipina, terletak di Pulau Mindanao.
Kala itu, ukuran pesawat terbang tidak sebesar sekarang sehingga landasan untuk pesawat mendarat dan lepas landas tak sekeras dan sepanjang sekarang. Kemampuan tempuh pesawat juga belum sejauh sekarang sehingga penerbangan antara Filipina ke Jawa butuh beberapa titik pendaratan transit untuk mengisi bahan bakar.
Sekitar Oktober 1935, bandara Balikpapan resmi disetujui untuk dibangun lagi. Hal itu, menurut Het Nieuws van den dag van Nederlandsch Indisch edisi 11 Oktober 1935, dinyatakan oleh pejabat dari Biro Penerbangan bernama Hovestadt. Ketika itu, landasan udara Balikpapan telah ditumbuhi rerumputan lebat hingga harus dibereskan. Menurut rencana semula, landasan itu bisa dipakai November 1935. Namun dalam praktiknya, harus tertunda hingga Desember 1935.
Padahal, isu layanan penerbangan antara Surabaya-Banjarmasin-Balikpapan bisa diwujudkan sudah muncul September 1935. De Locomotief tanggal 7 September 1935 juga memberitakan, Hovestadt menyebut bahwa penerbangan ke Papua dari Jawa pun akan melewati Balikpapan. Apabila terwujud, belum diketahui berapa lama waktu tempuh yang dibutuhkan mengingat penerbangan Batavia (Jakarta)-Singapura-Saigon (Ho Chi Min City) kala itu membutuhkan waktu 8 jam.
Pembangunan bandara Balikpapan akhirnya rampung. De Courier tanggal 28 Januari 1936 memberitakan, Bandar Udara Manggar dekat Balikpapan telah dapat dijadikan tempat pendaratan pesawat.
Kendati belum diketahui pasti, ada yang menyebut Bandara Manggar diresmikan pada 8 Februari 1936. Setidaknya pada 19 Februari 1936 landasan di Bandara Manggar itu telah didarati pesawat terbang milik Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM).
Tahun-tahun berikutnya, bandara yang berjarak 20 km dari Balaikota Balikpapan itu terus meningkat volume penerbangannya. De Indische Courant tanggal 23 April 1937 mengabarkan bahwa 6 pesawat Glenn Martin milik Jawatan Penerbangan tentara kolonial KNIL, Militaire Luchtvaart (ML), menyinggahi bandara tersebut. Komandan militer Balikpapan Letnan Kolonel J. Slagter dan ratusan orang lainnya menyambut mereka dengan tari-tarian dan minum teh. Masih menurut De Indische Courant tanggal 21 April 1938, Letnan Kolonel Infanteri J. Slagter (mantan komandan militer lokal di Balikpapan), EE de Bruin (pejabat BPM Balikpapan), dan Tuan Van den Hoeven (kepala personalia BPM) kemudian naik pesawat KNILM juga untuk penerbangan menuju Jawa.
Pentingnya Balikpapan dengan minyaknya membuatnya dijadikan salah satu target awal untuk diduduki oleh militer Jepang ketika memulai Perang Asia Timur Raya. Pada 1942, Balikpapan diduduki militer Jepang.
“Jepang masuk ke Indonesia untuk pertama kalinya melalui Tarakan, Kalimantan Timur pada tanggal 11 Januari 1942. Selanjutnya Jepang dapat menguasai Balikpapan pada tanggal 24 Januari 1942. Dengan direbutnya Balikpapan Jepang berhasil menguasai sumber minyak yang paling penting bagi Jepang,” tulis Direkttorat Sejarah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Alexius Impurung Mendur (Alex Mendur).
Militer Jepang kemudian membangun bandara baru di Balikpapan. Terbitan Aneka Udara 1964 menyebut, sebuah bandara dibangun di daerah Sepinggan pada 1942. Maka dalam Perang Dunia II itu Balikpapan punya dua bandara.
Setelah Indonesia merdeka, bandara Sepinggan yang –kini dinamai Sultan Aji Muhamad Suleiman, raja yang membiarkan pengikut Pangeran Antasari ditangkap Belanda– lebih dekat dengan pusat kota Balikpapan lebih mendapat perhatian. Alhasil Bandara Manggar pun perlahan minggir lalu menghilang. Lahan bekas bandarannya lalu beralih fungsi jadi bagian dari Rindam Mulawarman.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar