Bekas KNIL di Jawa Timur Dikirim Perang
Banyak KNIL yang bergabung dengan APRIS di Jawa Timur. Mereka dikerahkan dalam operasi sulit dan banyak yang tidak pulang.
Mau tak mau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus menerima kenyataan masuknya bekas tentara Koninklijk Nederlandsche Indische Leger (KNIL) ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Ini konsekuensi dari kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Padahal, KNIL adalah lawan TNI pada masa revolusi kemerdekaan 1945–1949.
Divisi I APRIS di Jawa Timur, sebelum bernama Brawijaya, juga menampung bekas KNIL. Buku Sam Karya Bhirawa Anoraga menyebut serah terima pasukan dari KNIL ke APRIS terjadi dari Maret hingga Juni 1950.
Ketika masuk APRIS, bekas KNIL mendapat kenaikan pangkat setidaknya dua tingkat. Prajurit jadi Sersan, Kopral jadi Pembantu Letnan (Ajudan), dan Sersan jadi Letnan atau Kapten. Sementara anggota APRIS dari TNI malah mengalami penurunan pangkat. Bahkan, tidak sedikit anggota TNI yang tidak diterima di APRS.
Divisi I APRIS Jawa Timur yang dipimpin Kolonel Soengkono menerima tiga batalyon dan empat kompi bekas KNIL. Masing-masing komandannya adalah mantan anggota KNIL.
Baca juga: Mantan KNIL yang Menolak Masuk TNI
Batalyon ke-50 di bawah pimpinan Mayor Ismail Joedodiwirjo. Mayor ini, menurut Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit: De Indonesische officieren uit het KNIL 1900–1950, bekas perwira Batalyon Tjakra Madura, sebuah hulptroepen (pasukan bantuan) dari KNIL di Madura. Pasukan ini penerus dari Korps Barisan Madura era kolonial.
Batalyon ke-51 di bawah pimpinan Kapten Edwin Ari Willem Claproth. Keturunan Yahudi Makassar ini keluarga besarnya ada yang pernah menjadi Menteri Kehakiman Negara Indonesia Timur (NIT) yang beribu kota di Makassar. Kapten Claproth, disebut De Vrije Pers, 1 Desember 1950, juga mantan perwira di Batalyon Tjakra.
Batalyon ke-52 di bawah pimpinan Kapten P.A. Kaihatoe. Dari namanya, ia adalah orang Ambon. Belakangan Kaihatoe pernah menjadi Komandan Batalyon 528 dalam Resimen ke-18 yang dipimpin Letnan Kolonel Abimanjoe.
Selain ketiga batalyon itu, terdapat empat kompi mantan KNIL: Kompi 53 dipimpin Letnan Satu Asinga, Kompi 54 dipimpin Letnan Satu Toenis, Kompi 55 dipimpin Letnan Satu Muller, dan Kompi 56 dipimpin Letnan Satu Obelafoe.
Para Letnan Satu APRIS asal KNIL biasanya terakhir di KNIL berpangkat Sersan Mayor dan berumur di atas 35 tahun. Karier mereka tidak akan panjang hingga melebihi pangkat Kapten ketika pensiun dari TNI.
Selain batalyon dan kompi-kompi utuh tadi, APRIS juga menerima bekas KNIL secara perorangan. Mereka disusun dalam sebuah kompi khusus yang dipimpin Sersan Mayor Spreeuwenberg. Kompi ini berkedudukan di daerah Krampon, Sampang, Madura.
Baca juga: Serdadu KNIL Jawa di Kalimantan Utara
Ketiga batalyon itu disebar ke beberapa Brigade di Divisi Jawa Timur. Nama batalyon dan nama kompi di zaman itu berdasarkan nama komandannya. Dalam organisasi Divisi I, menurut buku Sam Karya Bhirawa Anoraga, ketika Divisi itu disebut Brawidjaja, Batalyon Claproth dimasukan dalam Brigade I. Batalyon Ismail dalam Brigade II dan Batalyon Kaihatoe dalam Brigade IV. Dalam Brigade III terdapat batalyon berisi eks KNIL yang terdiri dari Kompi Asinga, Kompi Toenis, Kompi Muller, dan Kompi Obelafoe.
Setelah RIS bubar, APRIS berganti nama menjadi TNI. KNIL sendiri dinyatakan bubar pada 26 Juli 1950. Banyak bekas KNIL di Jawa Timur yang dikirim ke Indonesia Timur. Buku Republik Indonesia Propinsi Jawa Timur menyebut Batalyon Claproth, Batalyon Ismail, Kompi Asinga, Kompi Toenis, Kompi Muller dan Kompi Obelafoe dikirim memperkuat Komando Tentara di Indonesia Timur. Mereka dimasukan dalam Brigade ke-18.
Mereka mendapat lawan yang sulit begitu keluar dari Jawa Timur. Bekas KNIL itu nasibnya sama dengan satuan TNI yang dianggap kiri di Jawa pada era revolusi, macam Batalyon Abdullah. Mereka dikirim ke luar Jawa agar tidak menjadi masalah di Jawa. Di antara mereka tentu ada yang terbunuh seperti Mayor Abdullah.
Baca juga: Slamet Rijadi Frustrasi Melawan RMS
Ketika berada di Maluku melawan angkatan perang Republik Maluku Selatan (RMS), Batalyon Claproth berada dalam brigade tempur yang dipimpin Letnan Kolonel Slamet Rijadi. Bersama batalyon yang dipimpin Mayor Hein Victor Worang, Batalyon Claproth terlibat pertempuran di Waitatiri.
RMS adalah lawan yang sulit meski jumlahnya tidak banyak, mereka jago tempur. Komandan pasukan RMS bekas Baret Hijau KNIL di masa revolusi. Sebagai bekas KNIL, perwira bekas KNIL macam Claproth paham akan lawannya.
“Mereka bekas KNIL, tetapi kami pun bekas KNIL. Jadi kita tahu sama tahu,” kata Claproth yang berkarier di TNI hingga pangkat Letnan Kolonel. Claproth termasuk yang selamat dalam operasi militer yang sulit itu. Kebanyakan anggota Divisi Jawa Timur kemudian pulang. Namun, Kompi Asinga, Kompi Toenis, Kompi Muller, dan Kompi Obelafoe tidak kembali ke Jawa Timur dan tetap di daerah Indonesia Timur.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar