Kisah Aneh tentang Turki Usmani di Nusantara
Berbagai kisah aneh di Sumatra tentang asal-usul negeri mereka berkaitan dengan Turki Usmani.
Supremasi politik dan kultural Turki Usmani menyebar ke berbagai wilayah dunia muslim, termasuk Nusantara. Banyak tradisi lisan dan literatur awal Nusantara memberikan kesaksian.
Sejarawan Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menjelaskan Sumatra dan Semenanjung Malaya adalah wilayah di mana Islam pertama kali menancapkan akar terkuatnya. Para penguasa muslim sering menghubungkan dirinya dengan kekuasaan besar di Timur Tengah.
Di Minangkabau misalnya. Menurut sebuah tambo, alam Minangkabau tercipta dari Nur Muhammad bersamaan dengan dua alam lainnya. Salah satunya Benua Ruhum yang secara harfiah berarti Benua Roma. Yang dimaksud adalah Turki Usmani, sebagai pemegang hegemoni kekuasaan wilayah barat. Satu lagi Benua Cina, sebagai pemegang hegemoni kekuasaan wilayah timur.
Riwayat itu percaya kalau penguasa alam Minangkabau merupakan adik laki-laki Sultan Ruhum atau Rum yang disebut sebagai Maharaja Alief. “Jadi orang Minangkabau percaya penguasa pertama mereka adalah keturunan Khalifah Rum (Usmani) yang ditugaskan menjadi syarif wilayah itu,” tulis Azra.
Sejarah Melayu yang ditulis setelah tahun 1500 berisi silsilah ‘Iskandar Dzu al-Qarnayn dan keturunannya yang terhubung dengan penguasa Melayu.
Nama ‘Iskandar Dzu al-Qarnayn juga menonjol dalam historiografi tradisional, seperti Misa Melayu dan Hikayat Siak. Keduanya dalam beberapa hal diilhami oleh Sejarah Melayu.
Riwayat Melayu lainnya adalah Hikayat Merong Mahawangsa yang ditulis setelah tahun 1630. Karya ini mengisahkan persahabatan Raja Rum dengan Merong Mahawangsa, pendiri Kerajaan Langkasuka. Ia menyerahkan takhta kepada putranya, Merong Mahapodisat, lalu pergi ke Rum.
“Merong Mahapodisat dipercayai sebagai moyang penguasa dari dinasti-dinasti yang terdapat di Siam, Kedah, Patani, dan Perak,” jelas Azra.
Baca juga: Aceh-Ottoman dalam Koin Emas
Kisah lain tentang putra Raja Rum yang diyakini menjadi nenek moyang orang Gayo di barat daya Sumatra. Pangeran Rum, Genali atau Kawe Tepat, punya kelahiran ganda. Ia dikisahkan lahir di Rum dan kedua kalinya ketika ia sampai di Linge, Gayo. Orang Gayo percaya pangeran ini adalah putra tertua Raja Rum. Sementara putra bungsunya berada di Aceh.
Begitu terpesonanya rakyat Gayo dengan Rum, mereka mendaftarkan negeri itu dalam mata rantai silsilah turunnya wahyu dari Tuhan kepada penguasa mereka. Mata rantai silsilah dimulai dari firman dari Tuhan, Hadis dari Nabi, kata sepakat jumbur dari Rum, dan sabda dari Aceh.
Menurut Deden A. Herdiansyah dalam Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara, kisah-kisah ini sulit dibuktikan. Namun, dari sana setidaknya bisa menggambarkan pandangan masyarakat Nusantara terhadap Turki Usmani.
“Masyarakat Nusantara, Sumatra khususnya, menaruh rasa hormat yang tinggi kepada Kekhalifahan Turki Usmani,” jelasnya.
Legitimasi Kekuasaan
Penguasa Benua Ruhum (Dinasti Usmani) dan ‘Iskandar Dzu al-Qarnayn atau Alexander the Great, muncul dalam kisah asal-usul penguasa di Nusantara terutama untuk membangun kekuasaan.
Dua tokoh itu merupakan sosok legendaris yang kerap menjadi model bagi banyak penguasa di Nusantara. Model lainnya adalah Nabi Sulayman, Ratu Bilqis, dan Nabi Khaidir.
“Banyak penguasa Nusantara yang mengkaitkan asal-usul mereka dengan sosok-sosok legendaris ini,” kata Azra.
Baca juga: Silsilah Penguasa untuk Berkuasa
Menurut Deden, raja seringkali menggunakan politik simbol untuk memperkuat legitimasi kekuasaan. “Asal-usul seorang raja yang dikaitkan dengan sesuatu yang mistik atau sumber kekuatan yang besar, menjadi simbol kewenangan yang efektif untuk mendapatkan sikap tunduk dan taat dari rakyatnya,” ujar Deden.
Maka, tak jarang raja mendeklarasikan dirinya sebagai wakil Tuhan. Pada masa Hindu dan Buddha, raja juga menganggap dirinya sebagai titisan dewa. Artinya, lewat riwayat asal-usul penguasa Sumatra itu, rakyat di sana tengah menganggap Turki Usmani sebagai kekuasaan yang agung dan punya kekuatan besar.
Awal Perkenalan
Yang mengherankan justru mengapa dalam pandangan muslim di Nusantara banyak yang memberikan kedudukan tinggi kepada Raja Rum? “Kenapa kedudukan itu bukan diberikan kepada orang Arab atau Persia yang lebih banyak mereka temui di Nusantara?” kata Azra.
Tidak ada bukti kalau bangsa Turki terlibat dalam penyebaran Islam pada masa awal di Nusantara. Meski mungkin sekali muslim Nusantara sudah mengetahui bangsa Rum sejak mengenal budaya Islam.
Awal perkenalan Nusantara dengan bangsa Rum lewat literatur Arab dan Persia. Bisa juga melalui tradisi yang mereka dapatkan dari orang-orang Arab dan Persia di Nusantara.
Nama Rum paling tidak sudah muncul sejak 679–1280. Menurut Azra, jauh sebelum kebangkitan Turki Usmani, literatur Persia dan Turki memakai istilah Rum ketika membicarakan Byzantium atau kadang untuk Kerajaan Romawi.
Istilah Rum kemudian mulai beredar untuk menyebut Kerajaan Turki Usmani ketika ia bangkit sebagai negara paling kuat di Timur Tengah dan wilayah Laut Tengah. Ini terjadi pada paruh kedua abad ke-15. Peristiwa ini ditandai dengan penaklukan Konstantinopel pada 1453.
“Setelah paruh kedua abad ke-15 kaum muslim Nusantara mulai mengidentifikasi Raja Rum dengan Sultan Usmani,” jelas Azra.
Saat itu pula hubungan politik dan diplomatik mulai terbina antara Dinasti Usmani dengan kerajaan muslim di Nusantara. Mulai abad ke-16 nama besar Turki Usmani tidak sekadar menjadi buah bibir. Mereka secara langsung memperlihatkan kewibawaan politik dan militernya dengan hadir di Samudra Hindia.
Sejak melemahnya perdagangan bangsa Arab pada sepanjang abad ke-16, para pedagang Turki Usmani dan Persia mulai punya peran lebih besar di Samudra Hindia. Dampaknya, selain memacu pertumbuhan ekonomi, kehadiran Turki Usmani di Samudra Hindia juga membuat rute perjalanan haji relatif lebih aman.
Pantaslah Turki Usmani dari banyak sisi telah memikat masyarakat muslim di Nusantara. Kendati tak banyak berkontribusi pada masa awal penyebaran Islam di Nusantara, negeri itu telah memberikan perlindungan terhadap kepentingan muslim. Ini yang nantinya menjadi alasan Aceh begitu antusias membangun hubungan dengan Turki Usmani di bidang politik, militer, dan perdagangan.
“Ini juga yang membuat beberapa kelompok masyarakat Islam di Nusantara sangat bangga menghubungkan asal-usul jati dirinya dalam Islam dengan Turki Usmani,” ujar Deden.
Dengan begitu, Deden mengatakan, munculnya kisah-kisah aneh berkaitan dengan penguasa negeri Rum menunjukkan adanya hubungan religi-kultural antara penduduk Nusantara dengan bangsa Turki. Pun menjadi indikasi kuat adanya kesadaran politik luar negeri yang terbangun di kalangan elite Nusantara.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar