Perintah Receh Jenderal Panggabean
Ulah menjengkelkan dari Maraden Panggabean membuat Kolonel Sayidiman tidak bisa menyelesaikan tugas sebagaimana semestinya.
Kolonel Sayidiman Suryihadiprodjo seyogianya merampungkan kunjungan dinasnya di Sulawesi Selatan. Bersama Mayor Jenderal Askari, Panglima Komando Antar Daerah Indonesia Timur (KOANDA-IT), Sayidiman selaku utusan pusat mengadakan sidak operasi penyelesaian sisa-sisa pemberontakan Darul Islam. Namun di tengah perjalanan dari Makassar menuju Paloppo, ada panggilan dari Jenderal Maraden Panggabean yang disambungkan lewat radio. Sayidiman diminta kembali ke Jakarta. Segera.
“Memang sudah sejak tahun 1965 ketika beliau diangkat menjadi Deputi Pembina TNI-AD, Pak Panggabean sering kali memberikan penugasan langsung kepada saya,” tutur Sayidiman dalam otobiografinya Sayidiman: Mengabdi Negara sebagai Prajutit TNI.
Selain menjabat Deputi Pembina, Panggabean juga merangkap Deputi Operasi. Sementara Sayidiman merupakan perwira diperbantukan (Paban) bidang operasi. Itu berarti, Panggabean adalah atasan langsung Sayidiman. Perintah dari Panggabean membuat Sayidiman sukar menunaikan tugasnya di Sulawesi.
Sayidiman khawatir ada hal serius sehubungan dengan perkembangan di Jakarta. Pun sebelum berangkat, Sayidiman lapor dulu kepada Panggabean untuk izin dinas selama seminggu. Dalam benaknya, tentu terjadi hal yang tidak beres sehingga diperintahkan lekas kembali. Maka tanpa pikir panjang, Sayidiman membatalkan perjalanan ke Palopo.
Setelah pamit kepada Askari, Sayidiman bergegas pulang. Yang jadi persoalan, akses perhubungan di Sulawesi terbilang sulit. Infrastruktur jalan dan kendaraan masih belum banyak. Jumlah penerbangan pun terbatas. Sayidiman menunggu sampai sore hingga seorang perwira Kodam XIV/Hasanuddin yang sedang melintas menuju Makassar bersedia ditumpangi. Keesokan harinya, Sayidiman langsung mengambil rute pesawat tercepat menuju Jakarta.
Setiba di Jakarta, Sayidiman menghadap Panggabean ke rumahnya. Ternyata sama sekali tidak ada masalah urgen yang mesti diselesaikan. Menurut Sayidiman, Panggabean kurang percaya dengan orang-orang lain yang bersangkutan dengan pengendalian operasi. Sayidiman mendongkol dalam hati karena hal sepele jadi tidak dapat melaksanakan tugasnya di Sulawesi.
Baca juga:
“Akan tetapi begitulah kehidupan tentara mana pun di dunia,” kenang Sayidiman. “Ini masih baik bahwa saya dipanggil karena dipercaya oleh atasan.”
Walau begitu, insiden perintah receh ini tidak sampai membuat Sayidiman dan Panggabean berkonflik. Malahan keduanya tetap akur secara pribadi bahkan berlanjut dalam pekerjaan. Ketika Panggabean menjadi Ketua Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi (Wanjakti), Sayidiman mendampingi sebagai sekretaris. Munculah pendapat di kalangan Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) bahwa Sayidiman perwira kesayangan Panggabean.
“Meskipun saya selalu berusaha untuk bersikap baik terhadap orang lain, namun tak dapat dicegah timbulnya anggapan bahwa saya ‘anak emas’,” ujar Sayidiman mengungkapkan relasinya dengan Panggabean.
Baca juga:
Cara Panggabean Permalukan Gerombolan Pengacau Keamanan
Pada 1973, Sayidiman dan Panggabean sama-sama menggapai karier tertinggi mereka sebagai tentara. Panggabean mencapai puncak paripurna sebagai Panglima ABRI yang membawahi semua matra. Sementara itu, Sayidiman menjabat Wakil Kepala Staf Angkatan Darat.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar