Cara Panggabean Permalukan Gerombolan Pengacau Keamanan
Setelah melumpuhkan eks pasukan Barisan Harimau Liar yang mengacau keamanan, Panggabean perintahkan mereka memberi hormat kepada kendaraan bekas korban.
MENYUSUL dikeluarkannya pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada akhir 1949, upaya pemulihan keadaan pun dilakukan di berbagai tempat. Pada Februari 1959, Komandan Batalion 104 Waringin Brigade Tapanuli, TT I Bukit Barisan Mayor Maraden Panggabean mendapat perintah untuk memindahkan pasukannya.
“Agar Batalion 104 berangsur-angsur dipindahkan ke Pematangsiantar, dengan tugas khusus mengambilalih tugas pengamanan daerah Simalungun dari eks Batalion Pengamanan NST, pimpinan Kapten Bisara Sinaga. Dalam tugas tersebut termasuk pembersihan jalan Pematangsiantar-Parapat dari gangguan dan perampokan gerombolan liar Simarmata, eks BHL (Barisan Harimau Liar, red.) yang diusir dari daerah perbatasan Riau-Tapanuli Selatan,” kata Maraden dalam otobiografinya, Berjuang dan Mengabdi.
“Setiap batalion ditugaskan mengadakan patroli di wilayah masing-masing untuk memberantas kaum pengacau yang dimotori oleh sisa-sisa Barisan Harimau Liar itu,” tulis biografi istri Maraden yang ditulis Herry Gendut Janarto, Matiur M. Panggabean, Bunga Pansur dari Balige: Pengabdian dan Keteguhan.
Tugas itu mulai dijalankan Maraden pada Maret. Setelah mencapai markas Batalion 104 di sebuah rumah di Jalan Kartini Pematangsiantar, Maraden segera mengoper tugas dari Kapten Bisara. “Serah-terima dengan Kapten Bisara Sinaga diadakan di lapangan di depan Hotel Siantar dan mendapat perhatian dari masyarkaat, yang menurut dugaan saya ingin melihat penampilan TNI yang baru keluar dari rimba,” sambung Maraden.
Setelah serah-terima itu, Maraden segera mengatur penempatan pasukannya. Kepada bawahannya, dia perintahkan agar secepat mungkin mencari informasi tempat persembunyian gerombolan Simarmata. Kendati minim, informasi yang didapat kemudian memberitahu bahwa persembunyian gerombolan berada di hutan antara Tigadolok dan Aek Nauli.
Perencanaan operasi penyergapan pun segera disusun. “Namun dengan tidak disangka sama sekali, pada suatu hari seorang anak laki-laki belasan tahun datang ke tempat kami dan mengatakan bahwa dia sanggup menunjukkan tempat persembunyian Simarmata. Dia juga membuktikan bahwa pada malam sebelumnya dia bermalam di sana,” kata Maraden.
Dengan membawa satu peleton pasukan di bawah Letnan RF Soedirdjo, Maraden memimpin operasi rahasia tersebut. Mereka berangkat pada malam hari. Susah payah mereka melintasi hutan yang gelap-pekat dengan cara berjalan sambil saling berpegangan tangan. Sekira pukul 03 dini hari, mereka mencapai dekat suatu gubuk yang diperkirakan tempat persembunyian gerombolan.
Setelah mengepung gubuk itu, Maraden memerintahkan anak buahnya menyerbu gerombolan di dalamnya. Sekira 12 anggota gerombolan pun tertawan. Simarmata tak ada dalam barisan tawanan itu lantaran berhasil menyelamatkan diri.
Maraden menggiring para tawanan itu ke pinggir jalan raya antara Pematangsiantar dan Parapat. Setelah mengosongkan peluru senjata para tawanan, Maraden mengembalikan senjata-senjata itu kepada mereka dan memerintahkan mereka memberi hormat senjata kepada setiap kendaraan yang lewat. Selagi para tawanan memberi hormat senjata, Maraden dan pasukannya memberitahu para penumpang kendaraan yang melintas bahwa para prajurit yang memberi hormat senjata itu merupakan perampok kendaraan-kendaraan yang lewat.
“Tidak berapa lama kemudian lewat satu kendaraan penumpang Pematangsiantar-Balige. Saya menyuruh kendaraan berhenti. Dengan sangat ketakutan perintah itu ditaati oleh sopirnya. Akan tetapi mulutnya terngaga ketika barisan yang berdiri di tepi jalan itu memberi hormat serta meminta maaf atas perbuatan mereka selama ini. Akhirnya, sopir dan para penumpang tertawa terbahak-bahak. Mereka mengerti dan mengucapkan banyak terima kasih kepada saya dan pasukan,” ujar Maraden.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar