Menyelamatkan Garuda Indonesia dari Kebangkrutan
Menteri BUMN pertama yang mengganti seluruh direksi. Dirut yang baru berhasil menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan.
Menteri BUMN Erick Thohir memecat Dirut Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara karena menyelundupkan Harley Davidson. Berdasaran hasil pemeriksaan Komite Audit, Erick mengungkapkan bahwa Harley Davidson itu pesanan Ari melalui pegawainya berinisial SAW. Motor yang dibeli pada April 2019 itu diangkut dalam penerbangan Garuda Indonesia menggunakan pesawat baru Airbus A330-900 pada 17 November 2019. Jajaran direksi ikut dalam penerbangan itu.
Pemberhentian dirut Garuda itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa meski kasusnya beda oleh menteri BUMN pertama, Tanri Abeng. Dia menjadi menteri BUMN pada saat krisis ekonomi, dari Maret 1998 sampai Oktober 1999.
Setelah diangkat menjadi menteri BUMN, Tanri Abeng bertemu empat mata untuk kedua kalinya dengan Presiden Soeharto. Ketika Tanri Abeng akan pulang, Soeharto memberikan sebuah map.
“Ini tentang Garuda yang akan dibangkrutkan oleh krediturnya. Tugas saudara menyelamatkan agar Garuda tidak di-grounded karena Garuda membawa bendera Republik,” kata Soeharto.
Tanri Abeng mempelajari berkas itu di mobil. Ternyata sudah tujuh tahun Garuda Indonesia merugi. Selama itu kerugian yang ditanggung maskapai penerbangan nasional itu ditutup dengan utang dolar. Kondisinya menjadi sangat parah ketika nilai tukar rupiah meroket menjadi Rp15.000 per dolar Amerika Serikat.
“Itulah yang terjadi, di hari kelima saya bertugas sebagai praktisi manajemen di bawah kepemimpinan Pak Harto, saya sudah harus membenahi kemelut yang begitu kompleks di ranah kerja orang lain,” kata Tanri Abeng dalam tulisannya di buku Pak Harto: The Untold Stories.
Baca juga: Awal Profesi Pramugari di Indonesia
“Perusahaan adalah sebaik pemimpinnya –prinsip manajemen ini melintas di kepala saya,” kata Tanri Abeng. “Data-data dari berkas di tangan saya memperlihatkan tidak satu pun dari direksi Garuda Indonesia saat itu yang tahu duduk persoalannya. Maka seluruhnya harus diganti!”
Tanri Abeng kembali ke kantornya yang masih menumpang di Bappenas. Dia membicarakannya dengan pembantunya, Marzuki Usman dan Barcelius Ruru. Mereka memiliki pandangan yang sama: seluruh direksi harus diganti. Namun ada usulan untuk tidak mengganti dirutnya karena dia mantan ajudan Soeharto yang baru saja ditempatkan di sana.
“Konon tidak ada yang bisa menggeser mantan ajudan yang ditugaskan Pak Harto di suatu tempat,” kata Tanri Abeng.
Baca juga: Sukarno Angkat Pilot Garuda Jadi Menteri
Namun, situasinya saat itu mengharuskan Tanri Abeng memilih seorang praktisi yang kompeten dan disukai pasar. Dia memutuskan mengambil risiko itu. Dengan gugup dia memaparkan usulan pembenahan Garuda kepada Soeharto.
Soeharto mendengarkan kemudian tersenyum dan mengatakan, “Mengapa hanya dirutnya? Ganti seluruh direksi, di situ sudah lama ada mafia.” Hari itu juga Soeharto menyetujui pergantian dirut Garuda.
Baca juga: Teroris Membajak Pesawat Garuda
Soeharto menyerahkan sepenuhnya kepada Tanri Abeng untuk memilih dirut Garuda yang baru. Begitu pula tim yang akan membantunya. Dia mengajukan satu nama, Robby Djohan, seorang bankir dengan reputasi cemerlang saat itu. “Saya pikir, untuk mendinginkan para kreditur Garuda waktu itu, diperlukan seorang bankir yang kredibel. Dia harus seorang yang tahu, tegas, keras, jelas, dan tidak ada KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).”
Robby sendiri mengajukan syarat dibolehkan memilih sendiri anggota direksinya. Dia kaget ketika disetujui. Mungkin dia pikir, hebat sekali menteri ini, padahal Soeharto memang telah memberikan wewenang penuh kepada Tanri Abeng untuk membenahi Garuda.
Salah satu yang ditarik Robby adalah Emirsyah Satar yang saat itu bekerja di Bank Niaga cabang Hongkong. Emir ditempatkan sebagai direktur keuangan. Karier Emir sampai puncak hingga menjadi dirut Garuda pada 2005. Dia menjadi salah satu dirut Garuda terlama, hampir sepuluh tahun. Sebelum masa jabatannya habis, dia mengundurkan diri pada 2014. Tiga tahun kemudian, pada Januari 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka kasus suap dan pencucian uang dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC.
Baca juga: Kecelakaan Pesawat Garuda di Mumbai India
Emir digantikan Arif Wibowo yang menjabat selama tiga tahun (2014-2017). Menteri BUMN Rini Soemarno mencopotnya dan menggantinya dengan Pahala N. Mansury, yang sebelumnya menjabat direktur keuangan Bank Mandiri. Rini kemudian mencopot Pahala dan menggantinya dengan Ari Askhara pada September 2018. Dan kini Ari dicopot oleh menteri BUMN yang baru, Erick Thohir.
Dalam memilih dirut Garuda yang baru, barangkali Erick Thohir dapat berpegang pada prinsip Tanri Abeng: “perusahaan adalah sebaik pemimpinnya.”
Dengan prinsip itu, Tanri Abeng menunjuk Robby Djohan sebagai dirut Garuda pada Februari 1998. Dalam obituari di katadata.co.id disebut bahwa Robby Djohan berhasil menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan. Tak sampai setahun memimpin Garuda, dia berhasil merestrukturisasi dan meminta penjadwalan ulang utang Garuda yang mencapai ratusan juta dolar kepada para kreditur asing. Setelah menyelamatkan Garuda, Robby menjadi dirut Bank Mandiri pada November 1998. Dialah yang memimpin proses berdirinya Bank Mandiri sebagai hasil merger empat bank yang tengah sakit.
Robby Djohan yang diakui sebagai guru para bankir meninggal dunia pada 13 Mei 2016.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar