Awal Profesi Pramugari di Indonesia
Awalnya gagasan pelayan dalam penerbangan ditertawakan. Dulu sebutannya nyonya rumah di udara.
BERWAJAH elok, bercakap aneka bahasa, berbusana semarak, dan berkesempatan terbang ke sana-sini gratisan. Itulah mereka, pramugari pesawat terbang komersial. Mereka membersamai perjalanan para penumpang pesawat di tiap kelas. Semua orang mafhum tugas mereka: memandu para penumpang selama penerbangan.
Bagaimanakah profesi ini bermula di Indonesia?
Kehadiran pramugari pesawat terbang komersial di Indonesia bertalian dengan pembukaan rute penerbangan sipil oleh maskapai nasional pertama Indonesia, Garuda Indonesian Airways (GIA). “Penerbangan pertama dilakukan ketika membawa Presiden Sukarno dari Djokja ke Djakarta pada tanggal 28 Desember 1949,” tulis Ipphos Report, 15 Oktober 1950.
Sejak penerbangan pertama itu, GIA mulai menerapkan kebijakan serupa maskapai negara lain. Salah satunya dengan membuka lowongan kerja untuk posisi stewardess atau nyonya rumah di udara, begitu sebutan pramugari pada awal kehadirannya di Indonesia. “Untuk kepentingan para penumpang, tiap-tiap pesawat mempunyai stewardess yang melayani mereka di perjalanan,” tulis Ipphos Report.
Profesi pramugari di negara lain telah bercambah di Amerika Serikat pada 1930. “Ellen Church adalah seorang jururawat Amerika yang pada 1930 datang pada direksi Boeing Air Transport (BAT, sekarang United Airlines, red.) dengan usul supaya diadakan pelayan-pelayan wanita dalam kapal terbang,” ungkap Nasional, 17 November 1951.
Usul Ellen jadi bahan tertawaan. Banyak orang tak merasa butuh pelayan selama penerbangan. Tapi lama-lama mereka ternyata butuh juga. Sebab penerbangan tak selamanya menyenangkan. Hanya melihat awan putih dan langit biru. Belum lagi selalu ada penumpang pemula dalam penerbangan. Mereka takut dan bingung harus berbuat apa selama penerbangan. Maka, usul Ellen pun meraih tempat.
“Hari bersejarah bagi kaum stewardess itu adalah 15 Mei 1930,” tulis Nasional. Ellen bersama tujuh perempuan lainnya terbang dari San Franscisco ke Chicago. Mereka mengantar makanan dan minuman, menjawab pertanyaan polos anak-anak kecil, dan membantu penumpang pemula mengikat sabuk pengaman.
Maskapai lain meniru cara BAT menghadirkan pramugari di pesawat terbang. Tak terkecuali GIA. Mereka membentuk panitia pemilih calon pramugari dan menyebar informasi lowongan kerja untuk posisi pramugari.
Panitia kebanjiran surat lamaran. “Bukan main banyaknya surat lamaran yang mengalir di atas mejaku selama minggu-minggu belakangan ini. Rupanya pemuda dan pemudi mempunyai minat besar juga terhadap jenis pekerjaan baru ini,” kata seorang panitia dalam Minggu Pagi, 10 Desember 1950. Sementara Nasional menyebut surat lamaran datang dari beragam pulau seperti Sulawesi, Maluku, Jawa, dan Sumatera.
Dari keterangan panitia, kita mengetahui bahwa lelaki juga boleh melamar. Kelak mereka disebut pramugara. Tapi jumlah lelaki pelamar tak sebanyak perempuan. Mengingat profesi ini juga bermula dari prakarsa perempuan. Toh sebutannya pun nyonya rumah di udara, bukan tuan rumah di udara.
Para perempuan pelamar mesti melalui beberapa proses untuk menjadi pramugari. Tahap pertama seleksi administratif. Panitia mematok pendidikan minimal untuk para pelamar. Setidaknya tingkat MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau SMP. Selain itu, para pelamar harus berpengetahuan umum luas. Jika lolos tahapan ini, para pelamar akan memperoleh pelatihan. Biasanya selama enam pekan.
Materi pelatihan berkisar pada ilmu penerbangan umum, pengetahuan haluan terbang, meteorologi, cara menyajikan makanan dan minuman, etiket terhadap orang lain, urusan pabean serta tiket, dan kemampuan bahasa asing seperti Inggris atau Belanda.
“Kursus selama 6 minggu itu, sudah tentu tidak meluluskan orang steward yang lantas baik begitu saja. Hal ini terutama dalam praktik. Maka sehabis kursus, kepada angkatan baru segera diadakan kesempatan untuk ikut terbang,” tulis Minggu Pagi.
Dari praktik itulah pramugari akan tahu mana penumpang pemula, mana yang sudah pernah terbang; mana yang sedih, mana yang bahagia menikmati perjalanannya; mana yang khawatir, mana yang biasa saja. Mereka akan kasih sikap berbeda sesuai dengan kebutuhan penumpangnya.
Pramugari senior menjadi mentor pramugari pemula selama penerbangan. Satu nama disebut oleh Nasional sebagai pramugari pelopor berkebangsaan Indonesia. Namanya Radiana Wargaprawira atau Anna Warga.
“Anna ini boleh dikatakan stewardess bangsa Indonesia yang tertua dinasnya. Ia sudah dalam dinas hampir 2 ½ tahun… Dialah yang pada 28 Desember tahun 1949 mendapat kehormatan untuk ikut serta dalam kapal terbang yang menjemput Presiden Sukarno dari Jogjakarta ke Djakarta,” ungkap Nasional, 17 November 1951.
Pramugari umumnya bekerja selama 80 jam di udara dalam satu bulan. Mereka punya waktu mengaso setelah 2-3 hari bekerja.
Pramugari pemula terbang melintas pada rute-rute pendek seperti Jakarta-Bandung dan Jakarta-Palembang. Akumulasi jam terbang mereka menentukan seberapa jauh tugas mereka. Bila telah mencapai 500 jam penerbangan, mereka akan terbang melintas rute panjang seperti Jakarta-Singapura dan Jakarta-Manila.
Sejumlah pramugari menyatakan rasa lelahnya ketika menjalani tugas-tugas perdana. Tapi mereka lama-lama kesenangan juga dengan pekerjaanya. “Siapa pula yang tak mau terbang ke sana, terbang ke mari, lihat kota sana, lihat kota sini, memperdalam pepatah ‘lain ladang, lain belalang’,” kata seorang pramugari kepada Nasional. Pramugari lain berkata kepada Minggu Pagi, “Sekali terbang, tetap terbang.”
Pramugari tidak jemu-jemu memberi tenaga sepenuh-penuhnya dalam melayani penumpang yang beraneka karakter itu.
Baca juga:
Tambahkan komentar
Belum ada komentar