Masuk Daftar
My Getplus

Mohammad Hatta di Prancis (2) Berburu Buku di Paris

Dari buku-buku yang dibaca dan diburunya di Paris, kita bisa melihat luasnya cakupan bacaannya.

Oleh: Jafar Suryomenggolo | 09 Jun 2018
Mohammad Hatta menginap di hotel Progrès yang kini menjadi hotel André Latin (2018). Foto: Jafar Suryomenggolo.

MOHAMMAD Hatta tiba di Rotterdam tanggal 5 September 1921, lebih sebulan usai ia meninggalkan Hindia Belanda.

Ia bertemu kembali dengan Nazir Pamoentjak, mahasiswa hukum di Universitas Leiden, yang sudah dikenalnya saat di Padang. Olehnya, Hatta diajak aktif dalam organisasi mahasiswa Indische Vereeniging, yang pada 1925 menjadi Perhimpoenan Indonesia. Ini adalah organisasi pertama yang dengan terang-terangan menuntut kemerdekaan Indonesia.

Hatta kemudian diangkat menjadi ketua majalah organisasi, yakni Hindia Poetra. Mengurus majalah cukup menguras kesibukannya. Namun, ia tetap bisa mengikuti perkuliahannya dengan baik.

Advertising
Advertising

Karena merasa tak ada masalah dengan materi perkuliahan, Hatta berani mengajukan permohonan ikut ujian untuk gelar Diploma handelseconomie (diploma perdagangan dan ekonomi). Hatta ikut ujian pada penghujung Mei 1923, usai Lebaran.

Hatta lulus dalam ujian bagian pertama. Sayangnya, ia dinyatakan tidak lulus di ujian bagian kedua. Ia diminta mengulang ujian tiga bulan kemudian. Hatta kecewa.

"Seminggu lamanya aku tidak berbuat apa-apa," begitu kenangnya.

Sementara itu majalah Hindia Poetra mesti tetap terbit tepat waktu. Maklum, majalah ini punya nilai penting sebagai sarana pengikat sesama anggota perkumpulan, dan juga sarana kampanye kemerdekaan Indonesia.

Hatta mengetahui bahwa Ahmad Soebardjo dan Iwa Koesoema Soemantri akan pergi ke Lyon untuk liburan musim panas. Karena itulah, ia ikut serta. Maksudnya, agar bisa melupakan kekecewaannya dan terutama konsentrasi mengurus majalah. Mereka sepakat bersama-sama ke Lyon pada bulan Juli, via Paris.   

Tertarik Turki dan India

Hatta tiba di Paris akhir Juli 1923. Ia menginap di hotel Progrès, yang terletak di jalan rue Gay Lussac. Ini letaknya di quartier Latin (kawasan Latin), yaitu lingkungan universitas di kota Paris. Karenanya, ada banyak toko buku.

Sampai sekarang (2018), masih banyak toko buku di kawasan ini. Sayangnya, hotel Progrès sudah tidak beroperasi lagi dan berganti pemilik menjadi hotel André Latin. Jadi, kita tak bisa melacak nomor kamar tempat Hatta menginap.

Tanpa banyak buang waktu, Hatta segera berburu buku di Paris. Buku-buku ini diperlukannya untuk menyiapkan tulisan untuk majalah Hindia Poetra. Yang menarik perhatiannya, terutama, buku-buku tentang Turki.

Maklum, saat Hatta menikmati musim panasnya yang pertama tahun 1922, ramai diberitakan tentang keberhasilan tentara Turki memukul mundur tentara Yunani. Padahal, akibat Perang Dunia I, Turki dianggap lemah. The sick man of Europe, begitu sindiran politik yang kerap muncul di koran-koran Eropa. Namun, berkat pimpinan Mustafa Kemal Pasha, Turki bangkit mengalami reformasi. Kesultanan Utsmaniyah bubar dan sebagai gantinya berdiri Republik. Perkembangan ini tentu memikat Hatta muda.

Hatta memperoleh buku Le Nationalisme turc (Nasionalisme Turki) karya Berthe Georges-Gaulis, yang terbit 1921. Berthe adalah seorang wartawan perempuan Prancis yang pergi ke Turki (September 1919) dan menuliskan perkembangan yang terjadi langsung di sana.

Hatta sangat terkesan dengan buku itu. Terlebih, kesimpulan buku itu yang mengacu pada semangat nasionalisme suatu bangsa untuk merdeka. Berthe juga menulis buku kedua berdasarkan perjalanannya (Agustus 1921) yang terbit tahun 1922. Yaitu: Angora, Constantinople, Londres: Moustafa Kémal et la politique anglaise en Orient (Mustafa Kemal dan Politik Inggris di Timur). Sayangnya, Hatta tak memperoleh buku ini. Hatta menyebutkan juga beberapa buku lain yang dibelinya.

Selain itu, Hatta berburu buku tentang India. Saat itu ramai diberitakan tentang gerakan perlawanan non-cooperation (menolak bekerjasama) yang dipimpin Mahatma Gandhi. Karena pembantaian yang dilakukan tentara Inggris atas orang India di Jallianwala Bagh (tahun 1919), Gandhi berani kampanye menolak bekerjasama dengan penjajah.  Gerakan ini makin naik ke panggung saat ia menjadi ketua Indian National Congress (Partai Kongres Nasional India) tahun 1921. Tentu saja, perkembangan yang terjadi di India menarik banyak perhatian di kalangan kaum terdidik dari negara-negara terjajah.

Sayangnya, Hatta tidak dapat menemukan buku-buku terbaru tentang India dan gerakan Gandhi. Ia juga mengenang bahwa "sudah dicarikan oleh yang punya toko sampai ke dalam gudangnya." Memang banyak toko buku di quartier Latin milik perorangan, bukan toko buku besar. Pula, karena tempat yang sempit, umumnya buku tak tertata rapi. Kondisi ini masih sama sampai sekarang (2018).

Sumber Inspirasi

Dari buku-buku yang dibaca Hatta dan diburunya di Paris, kita bisa melihat luasnya cakupan bacaannya. Tidak melulu soal teori (seperti saat ia muda) atau hanya terkait soal kondisi Hindia Belanda (seperti bahan kuliah) tapi juga perkembangan terkini yang terjadi di negeri-negeri jajahan.

Dari sini pula kita bisa melihat bahwa nasionalisme awal Indonesia mengambil inspirasi dari perkembangan yang terjadi di negeri-negeri lain. Terutama gerakan populer nasionalisme ala Turki dan gerakan non-cooperation ala Gandhi. Karena itu pula kita dapat dengan mudah memahami perjuangan kemerdekaan di negeri-negeri terjajah lainnya.

Baca juga: 

Mohammad Hatta di Prancis (1) Perjumpaan Pertama dengan Eropa

TAG

Mohammad-Hatta

ARTIKEL TERKAIT

Abdoel Kaffar Ingin Papua dan Timor Masuk Indonesia Berkaca pada Ekonomi Kerakyatan Bung Hatta Belajar Toleransi dari Bung Hatta Sukarno dan Trauma PRRI Hatta Bikin Pengusaha Hasjim Ning Pening Bung Hatta dan Jenderal Ngaret Ketika Hatta Menolak Papua Jejak Hatta dan Sjahrir di Sukabumi Riwayat Rumah Tahanan Hatta dan Sjahrir di Sukabumi Bung Hatta Bebas di Hari Lebaran