Masuk Daftar
My Getplus

Mencatat Gagasan Perlawanan

Saat suara kencang dibungkam, tulisan menjadi alat untuk menyuarakan perlawanan.

Oleh: Aryono | 21 Apr 2017
Grace Natalie, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). (Dok. pribadi).

Grace Natalie, mantan pembaca berita yang kini memimpin Partai Solidaritas Indonesia, bertutur tentang kekagumannya pada pribadi Kartini, perempuan pembaharu dari Jepara, Jawa Tengah. Menurutnya, Kartini adalah sosok yang tekun mencatat serta berani menuliskan hal yang mengekang hak perempuan.

Kartini (1879-1904) putri dari pasangan Sosroningrat, bupati Jepara, dengan Ngasirah, putri pemuka Islam di Teluk Awur. Sedari remaja, Kartini getol membaca. Dia terhitung mati muda, 25 tahun. Setelah dia wafat, surat-surat yang dikirimkannya ke kawan-kawan perempuannya di Eropa dibukukan dengan judul Door Duisternis tot Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang.

Grace berkisah tentang tokoh idolanya tersebut.

Advertising
Advertising

Siapakah tokoh sejarah yang Anda kagumi?

Kartini. Saya senang karena dia otentik sebagai simbol perlawanan, di tengah zaman yang memandang rendah perempuan. Kartini bukan hanya melawan dengan pena, tapi juga dengan pikiran dan tubuhnya. Meski dipaksa menikah dengan Adipati Ario [Singgih Djojodiningrat] tapi tubuh, hati, dan cita-citanya tak pernah benar-benar tunduk.

Bukankah banyak tokoh perempuan selain Kartini?

Memang banyak. Namun di sini saya harus setuju dengan Sukarno, karena Kartini menulis! Sekali lagi, menulis. Zaman itu jangan kita samakan dengan ngetwit di zaman ini. Menulis saat itu adalah perbuatan berbahaya. Jangankan menulis, berpikiran maju untuk perempuan saat itu adalah tindakan melawan kodrat.

Tentang sosok Kartini, bagaimana Anda memandang?

Sedari kecil, Kartini haus ilmu. Kartini percaya bahwa ilmu adalah kunci menuju kemajuan. Dan kemajuan tidak berguna jika perempuan ditinggalkan. Perempuan adalah pembawa peradaban demikian tulis Kartini kepada Stella Zechandelaar di Belanda. Jika hari ini tentu Kartini pakai sosial-media. Nah, dia itu kan posturnya kecil ya, tak heran jika kemudian dia sering dipanggil “Trinil” oleh ayahnya. Trinil ini kalo tidak salah nama burung yang lincah dan gesit.

Apa pendapat Anda tentang tulisan-tulisan Kartini?

Ya menulis di zaman itu bukan pekerjaan mudah loh. Bisa dituduh subversif. Apalagi jika kontennya tentang politik. Kartini cerdik karena mengemasnya dengan cara perempuan: berkirim surat kepada sahabat perempuannya. Di tengah kesulitan hidup, perempuan memang selalu bisa mendapatkan cara untuk survive. Itu menginspirasi saya.

Seperti apa inspirasi itu?

Berpikir maju, Kartini pasti tak suka dikenang sebagai masa lalu, zaman yang dilawannya! Kartini pasti lebih senang dikenang sebagai cahaya yang akan terbit setelah gelap. Perempuan yang berpikiran maju tentang masa depan, berani!

Kedua, Kartini menentang diskriminasi gender yang tumbuh dari cara pandang feodal. Maka hari Kartini adalah hari antidiskriminasi gender!

Ketiga, Kartini adalah perempuan yang menulis tentang bangsanya, tentang kaumnya. Sekali lagi, baginya, menulis adalah bekerja untuk keabadian. Jangan sembunyi-sembunyi, apalagi takut. Selemah-lemahnya twit galau, itu juga tulisan, terekam abadi di linimasa.

TAG

Kartini

ARTIKEL TERKAIT

R.A. Kartini Elizabeth Latief dan Semangat Kartini Patung Kartini Pemberian Jepang Mimpi Merdeka Raden Ajeng Kaida Kartini dan Sekolah Bidan Benarkah R.A. Kartini Dipengaruhi Freemason? Romansa Bung Karno dan Kartini Manoppo Kartini yang Pluralis Kala Ulama Perempuan Melawan Usaha Belanda Menyingkirkan Dukun Beranak