Masuk Daftar
My Getplus

Bunuh Diri Massal Penduduk Jerman di Demmin

Ketakutan akan balas dendam tentara Soviet akibat propaganda Nazi membuat warga di kota kecil Jerman bunuh diri massal.

Oleh: M.F. Mukthi | 05 Mei 2021
Ilustrasi sejumlah serdadu Soviet melihat beberapa ibu tewas bunuh diri (Betharia/Historia)

Waltraud Reski masih berusia 11 tahun ketika kengerian melanda Demmin, kota kecil 220 kilometer di utara Berlin yang jadi tempat tinggalnya, pada 30 April 1945. Kendati belum paham apa yang sebenarnya sedang terjadi, batinnya diliputi ketakutan ketika mendengar derap langkah dan deru kendaraan tempur Tentara Merah memenuhi Demmin.

“Suara ini –tank-tank bergerak masuk– suara yang menakutkan. Setiap kali saya melihatnya dalam sebuah film, sekarang ingatan ini kembali kepada saya,” ujarnya sebagaimana dikutip sejarawan Laurence Rees dalam bukunya yang berjudul Their  Darkest Hour: People Tested to the Extreme in WW II.

Sebagaimana warga Demmin umumnya, ketakutan Waltraud timbul akibat berbulan-bulan terus dicekoki berita propaganda oleh pemerintah Jerman-Nazi. Sejak Jerman kalah di Stalingrad, Menteri Propaganda Joseph Goebbels selalu mempropagandakan kengerian yang bakal diterima rakyat Jerman apabila tentara Soviet mencapai tempat tinggal mereka. Dalam pidatonya Goebbels menyatakan begitu “Gerombolan Bolshevik Mongol” –demikan julukan kaum fasis terhadap pasukan Soviet– tiba, mereka akan membumihanguskan kota-kota Jerman yang dilalui, membiarkan penduduk kelaparan, mengirim penduduk kerja paksa ke tundra, dan memerintahkan eksekusi massal. Para prajurit Soviet juga bakal menjarah apa saja yang mereka temui, menyiksa anak-anak sebelum membunuh mereka, dan memperkosa perempuan-perempuan yang ada.

Advertising
Advertising

Poster-poster miring tentang orang-orang Soviet ditempel di banyak tempat. Tujuan kampanye negatif terhadap Soviet itu adalah untuk mendapatkan dukungan penuh rakyat Jerman. Propaganda tersebut mendapat momennya ketika pasukan Jerman berhasil merebut kembali Desa Nemmersdorf di Prusia Timur dari Tentara Merah pada Oktober 1944. Di sana, pasukan Jerman menemukan jejak pembantaian penduduk desa oleh pasukan Soviet.

Baca juga: Joseph Goebbels, Setia Nazi Sampai Mati

“Laporan serdadu Wehrmacht bicara tentang sekitar dua puluh kematian –perempuan, anak-anak, dan orangtua. Fakta lain lebih sulit dipastikan, paling tidak karena mesin propaganda di Berlin segera mengirimkan fotografer dan juru kamera untuk melakukan kampanye sensasional,” tulis sejarawan Florian Huber dalam bukunya, Promise Me You’ll Shoot Yourself.

Pembantaian di Nemmerdsdorf, The Horror of Nemmerdsdorf, segera menjadi berita yang disuguhkan suratkabar-suratkabar resmi partai maupun yang berafiliasi dengannya selama berminggu-minggu setelah itu. Propaganda itu berhasil mempengaruhi penduduk di berbagai tempat, termasuk Demmin. Waltraud dan keluarganya termasuk yang “termakan” isu tersebut.

Keluarga Waltraud telah lama menunggu dengan cemas kenyataan akan tibanya pasukan Soviet. Maka begitu pasukan Soviet tiba di Demmin pada 30 April, mereka langsung masuk ke rumah sambil membarikade pintu-pintu yang ada agar para serdadu Tentara Merah itu tak bisa memasuki rumah mereka.

Berbeda dari keluarga Waltraud yang tak memiliki pria karena ayah Waltraud belum kembali dari medan tempur, Gerhard Moldenhauer, seorang kepala sekolah di kota itu yang sejak 1930-an dia merupakan penentang Hitler, memilih melawan ketimbang membiarkan begitu saja pasukan Soviet menduduki kotanya. Setelah mendengar tiga jembatan diledakkan, Moldenhauer langsung mengambil senjatanya. Pertama-tama dia menembak istri dan ketiga anaknya, lalu memberitahu tetangganya bahwa dia baru saja membunuh keluarganya dan setelah itu akan melakukan hal yang sama pada tentara Soviet.

Setelah kembali ke apartemennya, Moldenhauer berdiri di tepi jendela dan melepaskan beberapa tembakan ke arah pasukan pembuka tentara Soviet yang bergerak di Treptower Strasse. Beberapa serdadu Soviet langsung roboh dibuatnya. Tak ingin kalah cepat dari tentara Soviet yang bakal mendatangi apartemennya, Moldenhauer lalu menembak kepalanya sendiri. Dia mati.

Bunuh diri menjadi pilihan banyak warga Demmin ketika kota itu diduduki pasukan Soviet di pengujung Perang Dunia II. Selain karena kota itu telah ditinggalkan pejabat, militer, maupun milisi Nazi, penduduk tak bisa melarikan diri karena tiga jembatan yang melintasi dua sungai yang memagari Demmin telah dihancurkan militer Jerman ketika mereka mundur. Penghancuran jembatan dilakukan agar mencegah pasukan Soviet bergerak lebih jauh ke Rostok. Namun di sisi lain, penghancuran jembatan itu membuat penduduk tak bisa melarikan diri dari Demmin.

Para penduduk yang sudah termakan propaganda itu pun akhirnya memilih bunuh diri ketimbang mesti menghadapi kekejaman pasukan Soviet. Lothar Buchner, anggota Dinas Perburuhan Nasional berusia 27 tahun, merupakan di antara sekian banyak warga Demmin yang enggan mengahadapi kekejaman Soviet. Setelah mencekik dengan tali hingga tewas Georg-Peter, bayi berusia tiga tahun anggota keluarganya, Lothar gantung diri. Langkahnya lalu diikuti istrinya, saudara perempuannya, dan ibu serta neneknya.

Tindakan Lothar juga dilakukan seorang polisi tua dan istrinya. Keduanya sama-sama gantung diri. Tindakan pasangan suami-istri itu kemudian diikuti dua putrinya. Hal serupa juga seorang istri muda letnan Jerman yang tinggal berdua dengan bayinya yang berusia tiga tahun. Pun dengan keluarga Bewersdorff, direktur asuransi kesehatan umum kota. Setelah menghabisi semua anggota keluarganya, termasuk dua cucunya yang berusia dua dan sembilan tahun, dia gantung diri.

Cara berbeda dengan tujuan sama dilakukan putri seorang tuan tanah Waldberg dan tukang kayu berusia 47 tahun beserta istrinya. Mereka menembak kepala mereka sendiri untuk mati. Sekira 21 nyawa warga Demmin melayang pada 30 April itu.   

“Dua puluh satu kasus bunuh diri ini –menggolongkan kematian anak-anak sebagai 'bunuh diri pembunuhan', sejalan dengan bahasa hukum yang umum– dicatat dalam kematian Kantor Catatan Sipil Demmin. Melihat daftar dan melihat serentetan kasus bunuh diri yang tiba-tiba di Demmon pada 30 April 1945, bahkan sebelum invasi Soviet, Anda merasa bahwa ini adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya –tetapi dua puluh satu kasus bunuh diri itu hanyalah permulaan,” tulis Florian Huber.

Banyak penduduk yang kadung tewas itu sebetulnya tertipu propaganda Nazi. Di lapangan, kenyataannya banyak prajurit Tentara Merah yang jauh berbeda dari yang dipropagandakan. Terlebih setelah para serdadu Soviet itu melihat bendera putih tanda menyerah berkibaran di rumah-rumah hingga menara gereja.

Maria Buske, istri pendeta setempat yang menjadi pekerja palang merah, bersama kedua putranya yang masih kecil dan ayahnya serta belasan pengungsi yang menumpang di rumahnya, merupakan di antara yang mengalami perlakuan baik pasukan Soviet itu. Awalnya mereka hendak mengungsi, namun gagal karena jembatan telah diledakkan. Mereka akhirnya berdesakan di rumahnya yang kecil sebagai satu-satunya keluarga yang tersisa di blok rumahnya di Baustrasse.

Tak lama kemudian, mereka kedatangan regu perintis pasukan Soviet berisi empat perwira plus 20 puluh prajurit yang membangun jembatan sementara. Kendati sejumlah prajurit meminta paksa arloji dan dan cincin kawin Maria setelah menggeledah rumah, mereka mengizinkan Maria dan keluarganya tetap tinggal di rumah itu. Bahkan, di rumah mereka ditempatkan seorang prajurit penjaga.

Baca juga: Heydrich, Jagal Nazi Berhati Besi

Hal serupa dialami Irene Broker. Kendati sempat bersembunyi di galian dengan ditutupi tumpukan kompos, dia ditemukan seorang prajurit Soviet tua lalu dibawa kembali ke rumahnya.

“Dia memberitahu kami bahwa tidak semua tentara itu baik – ada lebih banyak lagi yang datang dan kami harus bersembunyi. Kami melihat pesawat Rusia melintasi kota. Pusat kota diselimuti asap tebal. Ada kebakaran di semua tempat. Ketika saya melihat keluar jendela loteng, saya bisa melihat api berkobar ke langit,” kata Irene, dikutip Huber.

Perlakuan baik yang diberikan tentara Soviet juga diterima Marie Dabs di rumah-pertaniannya, Deven Farm. Seorang prajurit Soviet yang mendatangi Deven Farm memberitahu Maria dengan bahasa Jerman bahwa tak perlu takut pada tentara Rusia.

Namun, para serdadu Soviet kemudian menjarahi apapun yang ada di Deven Farm. Menjelang tengah malam, mereka memerintahkan Marie meninggalkan rumah-pertaniannya.

Dengan membawa barang-barang yang tersisa, Marie membawa dua putrinya disertai Martha pembantunya mengungsi ke hutan di pinggiran kota. Namun, di tengah perjalanan mereka dihentikan sekelompok tentara. Seorang prajurit memerintahkan Nanni, putri Marie yang berusia 19 tahun, agar kembali ke Deven Farm. Sambil menangis Marie Dabs memohon agar perintah itu tak dijalankan. Beruntung beberapa perwira tinggi Soviet muncul dan membebaskan gadis itu. Marie, anak perempuan, anak laki-laki, dan Martha langsung lari menuju Deven Wood.

Nahas, mereka ditangkap oleh lebih banyak tentara sebelum mereka sampai tujuan. Beberapa di antara mereka merampas tas Marie dan memeriksanya, sementara yang lain membawa lari Martha ke hutan. Marie dan anak-anaknya terpisah dari Martha ketika akhirnya mencapai Deven Wood. Di hutan itu mereka menghabiskan malam yang dingin bersama beberapa pengungsi lain.  

Sementara itu, Martha tak mereka ketahui lagi nasibnya. Kemungkinan dia diperkosa para serdadu Soviet. Pemerkosaan merupakan perbuatan yang umum dilakukan serdadu Tentara Merah bahkan sejak sebelum memasuki wilayah Jerman.

“Biarawati, gadis-gadis, perempuan tua, ibu hamil dan ibu yang baru saja melahirkan semua diperkosa tanpa belas kasihan,” tulis jurnalis Antony Beevor dalam Berlin: The Downfall 1945.

Baca juga: Cerita Kelam Perempuan Jerman Setelah Nazi Kalah Perang

Pemerkosaan oleh Tentara Merah itu pula yang paling ditakuti para perempuan di Demmin. Maka begitu mendengar kedatangan mereka, ibu dan nenek Waltraud segera membarikade pintu-pintu di rumahnya. Namun upaya itu jelas tak bisa mencegah prajurit Tentara Merah masuk rumah mereka. Kendati berhasil melarikan diri dari rumah, mereka kemudian tertangkap sepasukan Tentara Merah. Sekelompok prajurit lalu membawa paksa paksa ibu Waltraud dan memperkosanya.

“Kami mengejar mereka dan berteriak, tapi mereka mendorong kami dengan popor senapan,” kata Waltraud, dikutip Laurence Rees.

Antara 10-20 kali sang ibu dipaksa melayani nafsu binatang para serdadu Soviet di malam awal Mei 1945 itu. Saking frustrasinya, sang ibu lalu memeluk kedua putrinya untuk diajak bunuh diri dengan nyemplung ke sungai yang airnya deras.

“Dan pada titik inilah nenek Waltraud menyelamatkan nyawa mereka untuk terakhir kalinya. Dia menahan ibu Waltraud dan berteriak, ‘Tolong jangan lakukan ini! Apa yang sedang kamu lakukan? Apa yang harus kukatakan pada suamimu saat dia kembali dari medan perang dan kau pergi?’ Akibatnya, kata Waltraud, ibunya ‘menjadi lebih tenang’ dan membiarkan dirinya terbebas dari sungai dan pikiran untuk bunuh diri,” sambung Laurence.

Dalam perjalanan, mereka melihat banyak ibu-ibu mengingatkan bayi-bayi mereka di pundak mereka lalu mencemplungkan diri ke sungai itu. Bunuh diri menjadi pemandangan umum di Demmin saat itu hingga setidaknya tiga hari setelah kedatangan pasukan Soviet. Bunuh diri gelombang kedua itu dilakukan penduduk Demmin sebagai akibat perkosaan masif yang dilakukan Tentara Merah.

“Itu adalah malam dingin dan mengerikan yang kami habiskan di lantai hutan yang gundul... Saya membawa salah satu mantel bulu saya, dan selimut saya, jadi saya bisa menutupi anak-anak. Di kejauhan kami mendengar teriakan para perempuan yang disiksa dan diperkosa, dan melihat api pertama di atas kota yang terbakar,” kata Marie Dabs.

Selain mencemplungkan diri ke sungai, mereka bunuh diri dengan cara menenggelamkan anak-anak dan anggota keluarga mereka lalu mengikuti, menembak, gantung diri, minum sianida, atau menyilet nadi mereka.

Namun, tak semua upaya bunuh diri itu berhasil. Banyak upaya itu digagalkan serdadu Soviet. Seorang serdadu bahkan sampai berulangkali memotong tali yang digunakan seorang ibu untuk gantung diri. Upaya lain yang gagal, terjadi secara alami seperti tak mati setelah menembakkan diri sendiri, atau tak mati setelah mencemplungkan diri ke sungai. Banyak bayi yang ditenggelamkan oleh ibu mereka juga selamat.

Betapapun, lebih dari seribu jiwa warga Demmin melayang akibat bunuh diri massal itu. Bunuh diri massal Demmin menjadi bunuh diri massal terbesar di Jerman selama Perang Dunia.

TAG

perang dunia pemerkosaan

ARTIKEL TERKAIT

Persaingan Inggris-Amerika di Tepian Rhine Pembantaian Nazi di Biara Ardennes Kudeta Seumur Jagung di Istana Kaisar Jepang Suara Titisan Dewa Mengakhiri Perang Dunia II Karl Doenitz, Panglima "Singa" Suksesor Hitler Sikut-sikutan Perlombaan Bom Atom Amerika-Jerman Aliansi Amerika-Jerman di Pertempuran Kastil Itter Otto Skorzeny yang Ditakuti Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman Di Balik D-Day, Gebrakan Menentukan di Normandia