Masuk Daftar
My Getplus

Zarima di Arena

Punya prospek cerah dalam bulutangkis. Karier dan hidupnya berantakan setelah keluarganya diterpa prahara.

Oleh: Randy Wirayudha | 01 Apr 2019
Zarima Mirafsur sempat terlibat dalam film "Macho II" pada 1995. (Youtube/Falcon).

NIKMATNYA narkoba andai memang ada, hanya sesaat. Selebihnya, penyesalan. Karier tercoreng. Masa depan hancur. Potensi dan prospek yang terbangun runtuh seketika dan bukan perkara mudah untuk pulih. Pandangan masyarakat bakal tetap abadi. Itulah yang terjadi pada figur cantik Zarima Mirafsur.

Kalau menyebut nama Zarima, hingga kini yang terngiang pastilah julukan “Ratu Ekstasi”. Padahal, ia punya potensi cemerlang tidak hanya di dunia artis tapi juga bulutangkis. Zarima merupakan sosok yang punya prospek cerah dalam bidang tepok bulu. Itu diingat betul oleh Yuni Kartika, mantan pebulutangkis yang kini jadi presenter olahraga.

Eks pebulutangkis kelahiran 16 Juni 1973 ini pertamakali mengenal Zarima di audisi PB Djarum Jakarta medio 1984. “Waktu itu saya ikut audisi pas usia 11 tahun. Lucu tuh di situ angkatan saya. Ada Zarima Mir yang ratu ekstasi itu juga termasuk. Ade Rai yang sekarang angkat besi, terus ada Jean Pattikawa, anaknya (sutradara) Chris Pattikawa. Jadi memang kalau dilihat komposisi yang diterima ini, beda-beda banget karakternya dan ini membuat dinamika dalam latihan menarik. Seru sih waktu itu,” ujar Yuni kala ditemui Historia di Djarum Foundation Jakarta, 15 Januari 2019.

Advertising
Advertising

Namun, sedikit yang teringat dari sosoknya karena memang Yuni hanya sebentar satu “kamp” dengan Zarima. Dia berpindah-pindah klub, seperti ke PB Jaya Raya dan Bimantara Badminton Club. “Kalau mainnya, dia cukup lincah dan tipe pemain reli,” kenang Yuni.

Baca juga: Sepuluh Keluarga di Arena Bulutangkis (Bagian I)

Lahir di Bandung 3 Desember 1972 (sumber lain menyebutkan 1974), Zarima merupakan anak ketiga pasangan blasteran Pakistan-Sunda Mirafsur Khan-Mardiah. “Zarina (Zarima, red.) dilahirkan dari keluarga harmonis dan berkecukupan. Mirafsur seorang pengusaha penginapan Grup Palm dengan anak usaha Karina, Permata Hati dan Palm di Cisarua, Bogor,” tulis Rahmawati Maharani dalam Ekstasi: Zarima Mir, Ria Irawan, Mohd. Said.

Ketertarikan dan bakatnya terhadap bulutangkis mulai tampak sejak pulang dari New York, Amerika Serikat usai menyelesaikan sekolah dasar (SD) di Negeri Paman Sam. Sebagaimana juga Zulfikar kakaknya, ketertarikan Zarima bermula setelah dikenalkan sang ayah. “Ayah kandungnya, Mirafsur-lah yang sangat menginginkan Zarina menjadi atlet andal,” sambung Rahmawati.

Bakatnya diasah sejak masuk SMP di Rawamangun hingga Ragunan, sebelum diseriusi lagi dengan masuk klub. “Obsesi itu membuat Mirafsur berlaku keras terhadapnya. Tak sia-sia, ia pernah jadi juara tunggal putri di Kejurda DKI Jaya,” sambungnya.

Baca juga: Sepuluh Keluarga di Arena Bulutangkis (Bagian II – Habis)

Dari Ragunan, PB Djarum, PB Jaya Raya hingga Bimantara, karier Zarima akhirnya barlabuh ke Pelatnas PBSI di Senayan pada 1989. Ia bermain di tunggal putri dan ganda campuran berpasangan dengan Ardy Bernardus Wiranata.

“Iya, kita pernah berpasangan di ganda campuran. Seingat saya pertamakali kenal sebenarnya sejak saya masih di PB Tunas Inti. Agak lupa juga saya soal sosoknya. Saya masih sangat muda waktu itu. Paling yang teringat, dia orangnya sangat pendiam,” kenang Ardy kala dihubungi Historia, 25 Maret 2019.

Di Pelatnas, Zarima dilatih legenda Rudy Hartono dan Retno Koestijah. Laman BWF mencatat, Zarima ikut memperkuat skuad Indonesia di Malaysia Open 1989 tapi hanya turun di tunggal putri. Ia hanya sampai babak kedua setelah keok dua set langsung, 10-21 dan 2-11, dari Fiona Smith asal Inggris.

Sayangnya, hanya sekira tiga tahun Zarima berkiprah di Pelatnas lantaran kemudian memutuskan terjun ke dunia hiburan.

Zarima dalam film "Cinta Anak Muda" produksi 1990. (Youtube/Star Chanel).

Gegara Prahara

Psikis Zarima ikut terguncang akibat prahara keluarga. Ayah dan ibunya bercerai. Zarima pun gantung raket pada 1993. “Sejak itu kariernya sebagai pemain bulutangkis berantakan. Ia juga dihadapkan pada pilihan, ikut ayah atau ibu. Baginya dan saudara-saudaranya, pilihan ini berat,” kata Rahmawati.

Zarima, yang sudah merintis karier film di sela-sela jadi atlet, akhirnya memutuskan terjun ke dunia hiburan. Namun ironisnya, di era itu pula Zarima terlibat narkoba hingga melekatkan julukan “Ratu Ekstasi” padanya.

Baca juga: Gusti Randa, dari Aktor menjadi Plt Ketua Umum PSSI

Bukan hanya pihak keluarga yang kaget, kawan-kawannya di dunia bulutangkis juga terkejut. “Sejak Zarima berhenti main badminton, saya enggak pernah kontak juga. Ya namanya juga zaman dulu alat komunikasi dan media sosial enggak seperti sekarang. Mendadak cuma tahu berita Zarima kena kasus narkoba itu,” ujar Ardy lagi.

Mantan pelatihnya, Retno, syok dan menyesalkan skandal itu. “Padahal selain pukulan-pukulan Zarima cukup bagus, dia juga disiplin. Makanya kaget ketika melihat fotonya terpampang di koran karena kasus ekstasi,” ungkap Retno dikutip Rahmawati.

TAG

bulutangkis narkoba

ARTIKEL TERKAIT

Sebelum Ferry Juara Dunia Bulutangkis Kala Liem Swie King Bicara Mental Tak Mau Kalah Cerita Liem Swie King Terobos Banjir Badminton is Coming Home! Menguber Uber Cup Putri Bulutangkis dengan Segudang Prestasi Pertama Kali Manusia Memakai Narkoba Elizabeth Latief dan Semangat Kartini Indonesia dan Kejayaan All England Alan Budikusuma Terpuruk di Kuala Lumpur, Berjaya di Barcelona