Masuk Daftar
My Getplus

Enam Olimpiade yang Direcoki Boikot (Bagian II – Habis)

Gejolak politik Perang Dingin acap jadi persoalan yang memicu gerakan boikot olimpiade. Indonesia dua kali melakoninya.

Oleh: Randy Wirayudha | 18 Jul 2024
Paris yang untuk ketiga kalinya jadi tuan rumah olimpiade musim panas pada 2024 (olympics.com)

KENDATI Israel ramai dikecam akibat aksi genosidanya di Palestina dan seruan boikot terhadap kontingennya di Olimpiade Paris 2024 mengemuka, International Olympic Committe (IOC) tutup mata dan telinga. Kontingen Israel diistimewakan dengan dibolehkan mengusung benderanya. Perlakuan berbeda diterima kontingen Rusia, di mana atlet-atletnya hanya dipaksa berstatus negara netral tanpa boleh mengusung bendera negaranya.

“Adanya sejumlah boikot menjadi ironis tersendiri karena salah satu gagasan utama di balik olimpiade modern adalah menciptakan komunitas olahraga internasional yang bebas dan tidak akan termanipulasi politik negara,” ungkap John Horne dan Garry Whannel dalam Understanding the Olympics.

Namun seruan boikot bukan kali ini saja terjadi. Dalam beberapa olimpiade musim panas modern, boikot bahkan pernah terjadi, bukan hanya seruan. Berikut beberapa olimpiade yang direcoki boikot sejumlah partisipannya:

Advertising
Advertising

Baca juga: Enam Olimpiade yang Direcoki Boikot (Bagian I)

Olimpiade Montreal 1976

Upacara pembukaan di Olympic Stadium Montreal (olympics.com)

Olimpiade musim panas ke-21 di Montreal, Kanada pada 1976 tercatat jadi salah satu olimpiade yang paling banyak diboikot negara anggota IOC. Setidaknya 30 kontingen memutuskan untuk batal tampil di olimpiade yang upacara pembukaannya dihelat hari ini, 17 Juli, 48 tahun silam.

ROC alias Taiwan jadi salah satunya. Kontingen Taiwan memutuskan mundur akibat pemerintah Kanada tidak mengizinkan penyandangan nama kontingen “Republic of China” karena pada 1970 pemerintahan Perdana Menteri Kanada Pierre Trudeau sudah mengakui RRC secara resmi. Usul Kanada sebagai tuan rumah dengan mengizinkan bendera dan lagu kebangsaan tapi memakai nama Chinese Taipei sebagai langkah komprominya, ditolak Taiwan.

Selain itu, 29 kontingen dari Afrika dan Asia juga bersikeras memboikot Olimpiade Montreal 1976. Aksi mereka berangkat dari penolakan IOC untuk memberi sanksi larangan tampil pada kontingen Selandia Baru.

Baca juga: Mengucilkan Israel di Arena Olahraga (Bagian I)

Aksi itu digalang ofisial Kongo merangkap Presiden SCSA (Dewan Tinggi Olahraga Afrika) Jean-Claude Ganga karena tim nasional rugby Selandia Baru menjalani tur ke Afrika Selatan pada awal 1976. Atas nama solidaritas, boikot itu diikuti 29 negara Asia dan Afrika, di antaranya Kongo, Kamerun, Mesir, Afghanistan, Guyana, Sri Lanka, Irak, Albania, Suriah, dan Burma (kini Myanmar).

“Presiden IOC Lord Killanin beralasan (menolak) bahwa rugby bukan olahraga olimpiade sehingga merasa tidak punya yurisdiksi terhadap laga-laga uji coba atau laga-laga tur (rugby),” tulis Courtney W. Mason dalam artikel “The Bridge to Change: The 1976 Montreal Olympic Games, South African Apartheid Policy, and the Olympic Boycott Paradigm” yang termaktub dalam buku Onward to the Olympics: Historical Perspectives on the Olympic Games.

Olimpiade Moskow 1980 

Hingga kini Olimpiade 1980 tercatat jadi yang terbanyak diboikot negara anggota IOC (Wikipedia/RIA Novosti)

Perang Dingin tidak hanya terjadi di kancah politik dunia tapi juga sampai ke olimpiade ketika Amerika Serikat mengajukan Los Angeles dan Uni Soviet mengajukan Moskow untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 1980. Dalam voting di sesi (Kongres) IOC ke-72 di Wina, Austria, 23 Oktober 1974, Moskow terpilih sebagai host dengan perolehan 39 suara. Los Angeles hanya memperoleh 20 suara, sementara dua suara lainnya abstain.

Isu boikot pun digencarkan Amerika. Invasi negeri “Tirai Besi” dalam Perang Soviet-Afghanistan (1979-1989) dijadikan alasannya. Presiden Amerika Jimmy Carter dengan tegas memberi ultimatum akan memboikot olimpiade jika pasukan Soviet tak ditarik mundur dari Afghanistan. 

Berangsur-angsur, sejumlah negara mulai latah mengikuti Amerika untuk mengancam boikot. Bahkan, bintang tinju Muhammad Ali sampai ikut membantu dengan berkeliling Tanzania, Nigeria, Senegal, hingga Kenya untuk membujuk negara-negara Afrika ikutan boikot.

Di sisi lain, Iran yang jadi musuh bagi Amerika pasca-Revolusi Islam pun ikut menggalang pemboikotan lewat forum Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Iran mengajak negara-negara Jazirah Arab untuk memboikot olimpiade itu atas nama solidaritas sesama negara Islam. Tetapi IOC bergeming.

“Walaupun ramai kecaman keras, Moskow dianggap punya potensi besar secara finansial bagi IOC. (Presiden IOC) Lord Killanin dan (Wakil Presiden Komite Eksekutif IOC) Count de Beaumont memanfaatkan Olimpiade Musim Dingin dan Olimpiade Musim Panas 1980 untuk mengubah arah olimpiade dalam hal kontrak (hak siar) televisi,” tulis Nicholas Evan Sarantakes dalam Dropping the Torch: Jimmy Carter, the Olympic Boycott, and the Cold War.

Baca juga: Mengucilkan Israel di Arena Olahraga (Bagian II – Habis)

Ancaman boikot pun berubah jadi kenyataan, membuat Olimpiade Moskow 1980 tercatat sebagai olimpiade yang paling banyak diboikot pesertanya. Hanya 80 kontingen yang ikut serta, di mana tujuh di antaranya debutan seperti Angola, Botswana, Siprus, Yordania, Laos, Mozambik, dan Seychelles. 

Sementara 66 negara lainnya, termasuk Indonesia, memilih mundur dari olimpiade ke-22 yang bergulir kurun 19 Juli-3 Agustus 1980 tersebut. Pilu hati yang dirasakan pembalap sepeda Hendrik Brocks menjelang Olimpiade Tokyo 1964 kembali dirasakan atlet panahan Donald Pandiangan yang mimpinya meraih medali pertama untuk Indonesia pupus.

“Donald Pandiangan menangis, dalam hati. Mungkin banyak orang yang tak bersedih untuk Olimpiade 1980 tapi mustahil tak ikut bersimpati kepada atlet seperti Pandiangan. Mungkin orang tak begitu acuh kepada apa niat Uni Soviet atau Amerika Serikat tapi mustahil tak peka kepada perasaan mereka yang sudah bersiap di ambang pertandingan,” tulis Goenawan Mohamad dalam Kata, Waktu: Esai-Esai Goenawan Mohamad, 1960-2001.

Olimpade Los Angeles 1984 

Los Angeles Memoral Coliseum yang jadi venue upacara pembukaan Olimpiade 1984 (US Olympic and Paralympic Museum)

Sempat kalah dalam bidding untuk Olimpiade 1980, Amerika Serikat kembali mengajukan Los Angeles sebagai host Olimpiade 1984. Pada Juni 1977, Iran juga mengajukan Teheran sebagai pesaing Los Angeles namun setahun berselang, Iran mundur seiring berubahnya arah kebijakan politik pasca-Revolusi Islam. Alhasil Los Angeles terpilih secara aklamasi pada Sesi (Kongres) IOC di Athena, 18 Mei 1978.

Sebagai bebuyutan di Perang Dingin, tentu saja Olimpiade Los Angeles diboikot Uni Soviet. Moskow menggalang dukungan dari negara-negara Blok Timur untuk ikut memboikot sebagai balasan kepada Amerika yang sukses menghimpun lebih dari 60 negara yang memboikot Olimpiade Moskow 1980.

“Siklus Olimpiade 1980 dan 1984 tentu saja merupakan perang pengganti. Kedua negara memanfaatkan segala komponen politik dan ekonomi mereka sebagai upaya jadi tuan rumah yang sukses. Karena IOC tidak mensponsori secara resmi di antara kedua tuan rumah, baik Amerika maupun Soviet merancang sendiri konsep sukses itu,” ungkap Philip A. D’Agati dalam The Cold War and the 1984 Olympic Games: A Soviet-American Surrogate War.

Total 19 negara resmi mundur sebagai aksi boikot mereka terhadap Olimpiade Los Angeles 1984. Sebanyak 15 di antaranya merupakan hasil penggalangan politik Soviet. 

Baca juga: Perempuan Dobrak Patriarki Olimpiade

Menariknya, Afghanistan yang jadi alasan Amerika dkk. memboikot Olimpiade 1980, turut di dalam barisan boikot itu. Pasalnya seiring Perang Soviet-Afghanistan, Soviet sempat mendirikan Republik Demokratik Afghanistan (1978-1987) yang terafiliasi dengan Blok Timur di ibukota Kabul.  

Ludwig W. Adamec dalam Historical Dictionary of Afghanistan mencatat, pada 14 Mei (1984), komite olahraga nasional Afghanistan menyatakan menarik diri dari Olimpiade di Los Angeles yang digelar kurun 28 Juli-12 Agustus 1984 tersebut.

Fakta lainnya, tidak semua anggota Blok Timur manut pada Soviet. Rumania menolak boikot yang digalang Soviet itu.

“Rumania dengan berani menolak boikot dan tampil di Olimpiade (Los Angeles) dan kontingen mereka menerima tepuk tangan paling meriah kedua setelah kontingen Amerika (dalam defile) di upacara pembukaan. Yugoslavia juga tampil, mengingat mereka satu-satunya negara Eropa Timur yang tak didominasi Soviet,” tulis John Grasso dkk. dalam Historical Dictionary of the Olympic Movement.

Baca juga: Ganefo Mengganyang Olimpiade

Adapun di luar 15 negara di barisan Soviet, terdapat empat negara lain yang juga mundur sebagai aksi boikot. Albania, Libya, Upper Volta (kini Burkina Faso) dan Iran punya alasan berbeda-beda dalam aksi boikot itu.

“Ini merefleksikan politik nasional terkait isolasi dari negara-negara lain. Dengan tidak bertanding, PLA (golongan penguasa Partai Buruh Albania, red.) menegaskan posisi mereka terkait filosofi Albania yang merasa lebih superior dari negara lainnya. Mereka menolak bertanding di negara yang kebijakan politik dan ekonominya mereka tentang. Albania jadi satu-satunya negara yang memboikot empat olimpiade,” tulis Philippa Velija dalam artikel “Sport and Physical Activity in Post-Communist Albania” yang termaktub di buku Sport, Statehood and Transition in Europe: Comparative Perspectives from Post-Soviet and Post-Socialist Societies.

Iran sendiri sudah menyatakan menarik diri seiring mundurnya dari bidding tuan rumah. Sementara, menurut D’Agati, Libya memilih boikot karena alasan ketegangan politik dengan Amerika. Sedangkan Upper Volta, menurut James Genova dalam Making New People: Politics, Cinema, and Liberation in Burkina Faso, 1983-1987, memboikot sebagai penegasan protesnya terhadap Amerika yang masih mendukung negara apartheid Afrika Selatan di olimpiade. 

Baca juga: Empat Tuan Rumah Piala Dunia U-20 yang Dianulir FIFA

TAG

olimpiade

ARTIKEL TERKAIT

Kompak Unjuk Aksi Solidaritas HAM di Podium Olimpiade Demonstrasi Menolak Olimpiade Berujung Pembantaian Kampung Atlet Olimpiade dari Masa ke Masa Kisah Atlet Wanita Jerman yang Ternyata Laki-laki Kontroversi Identias Gender Atlet di Olimpiade Pencemaran Sungai Seine yang Mengkhawatirkan Kemenangan Tak Terduga Atlet Kanada di Olimpiade Los Angeles 1932 Satu Abad Olimpiade Paris Saat Sungai Seine Berwarna Merah Torehan Medali Olimpiade dari Sabetan Raket