Empat Tuan Rumah Piala Dunia U-20 yang Dianulir FIFA
Selain Indonesia, ada tiga negara lain yang pernah batal jadi host Piala Dunia U-20. Salah satunya bahkan sampai dua kali.
INDONESIA resmi dianulir FIFA sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 yang sejatinya sudah di depan mata. Timnas Indonesia U-20 pun otomatis batal mengenyam pengalaman bertanding dengan tim-tim dunia yang punya kelas di atasnya.
Penolakan terhadap Timnas Israel U-20 dari berbagai pihak jadi pemicuanya. Sebelumnya pada Senin (26/3/2023), PSSI merilis pernyataan di laman resminya bahwa drawing atau pengundian fase grup yang mestinya dihelat di Bali pada Jumat (31/3/2023) dibatalkan oleh FIFA kendati tidak adanya pernyataan senada dari FIFA. Toh hingga Kamis (27/3/2023), delegasi FIFA masih melakoni inspeksi terakhir venue-venue Piala Dunia U-20.
Selang tiga hari, yakni pada Rabu (29/3/2023), kabar buruk bak petir di siang bolong datang. Lewat laman resminya, FIFA menganulir Indonesia sebagai tuan rumah turnamen terbesar kedua FIFA yang sebelumnya terjadwal akan digulirkan pada 20 Mei-11 Juni 2023 tersebut.
“FIFA memutuskan, dikarenakan situasi-situasi terkini, untuk mencabut Indonesia sebagai host Piala Dunia U-20 2023. Tuan rumah baru akan segera diumumkan dengan jadwal turnamen yang takkan berubah. Potensi sanksi-sanksi terhadap PSSI juga akan diputuskan dalam tahap (rapat komite eksekutif FIFA, red.) berikutnya,” bunyi potongan statement FIFA.
Kendati FIFA tak menyebutkan alasan spesifiknya selain sekadar alasan yang jamak, situasi-situasi terkini, sejumlah pihak di tanah air merujuk isu penolakan terhadap Israel dengan beraneka alasan merupakan biang keroknya. Ironisnya, kini Timnas Indonesia U-20 yang sebelumnya bakal tampil lewat jalur tuan rumah dipastikan gagal mentas. Sementara Israel yang lolos sejak Juli 2022 lewat hasil runner-up di Piala Eropa U-19 2022 tetap bakal menjalani debutnya di turnamen itu.
Penganuliran Indonesia oleh FIFA itu mungkin takkan terjadi jika Piala Dunia U-20 edisi ke-23 itu tak diundur gegara pagebluk Covid-19. Seandainya Piala Dunia U-20 edisi ke-23 itu tetap dihelat pada 2021, Israel takkan tampil sebagai salah satu wakil Eropa karena lima wakil Eropa dipilih berdasarkan lima peringkat tertinggi kualifikasi Euro U-19 semata, yakni Inggris, Prancis, Italia, Belanda, dan Portugal.
Hingga tulisan ini dimuat, FIFA menyebutkan ada beberapa negara yang mengajukan diri sebagai pengganti Indonesia. Yang paling santer adalah Argentina, yang notabene gagal lolos sebagai wakil CONMEBOL (Konfederasi Sepakbola Amerika Selatan).
Kemungkinan besar privilege lolos Timnas Argentina U-20 sebagai tim tuan rumah bakal dalam genggaman Argentina, mengingat Presiden FIFA Gianni Infantino cenderung memfavoritkan Negeri Tango itu. Terlebih sehari lepas FIFA mencoret Indonesia, Presiden AFA (federasi sepakbola Argentina) Claudio Tapia langsung “sat set sat set” menemui Infantino untuk menawarkan diri sebagai pengganti Indonesia jelang Kongres CONMEBOL ke-76 di Asuncion, Paraguay.
“Ada negara-negara lain yang mengungkapkan minatnya namun dalam hal proposal formal dan jaminan pemerintahnya, Argentina ada di posisi terdepan. Tetapi kepastiannya akan dibuat segera, dalam dua atau tiga hari ke depan karena kick off Piala Dunia (U-20) akan sesuai jadwal. Kita semua tahu tentang sepakbola di Argentina, sebuah negeri yang saya yakin sanggup menjadi tuan ruman turnamen sebesar ini,” kata Infantino di laman resmi FIFA, Jumat (31/3/2023).
Baca juga: Argentina dan Trofi yang Dirindukan
Timnas Argentina U-20 sebelumnya gagal lolos lantaran pada turnamen CONMEBOL Sudamericano Sub-20 (Kejuaraan Amerika Selatan U-20) 2023 tak mampu lolos babak grup. Sementara empat wakil Amerika Selatan dipilih berdasarkan tim-tim yang mencapai babak semifinal saja, yakni Brasil, Kolombia, Ekuador, dan Uruguay.
Walaupun gagal lolos grup, Timnas Argentina U-20 dipastikan bakal tampil otomatis sebagai tim tuan rumah jika FIFA berkenan memutuskan host Piala Dunia U-20 2023 dialihkan ke Argentina. Otomatis pula Timnas Indonesia U-20 mesti gigit jari dan urung menorehkan tinta sejarah kedua di ajang itu.
Tim “Garuda Muda” pertamakali mencatatkan sejarah keikutsertaan di turnamen dua tahunan yang dahulu bernama Piala Dunia Yunior itu pada edisi ke-2, tahun 1979 di Jepang. Kala itu Timnas Yunior Indonesia yang ditukangi Soetjipto Soentoro lolos ke Piala Dunia Yunior 1979 mewakili AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) bersama Korea Selatan dan Jepang sebagai tuan rumah.
Walau saat itu Bambang Nurdiansyah dkk. hanya sebagai juru kunci setelah dihajar 5-0 oleh Argentina dengan Diego Maradonanya, dipukul 6-0 oleh Polandia, dan dibekap 5-0 oleh Yugoslavia, “rombongan” PSSI juga menyertakan seorang wasit pertama Indonesia yang berlisensi FIFA, Kosasih Kartadiredja, sebagai salah satu ofisial pertandingan. Kosasih tampil tiga kali: sebagai wasit utama di partai Spanyol vs Aljazair (Grup A), dan sebagai hakim garis di laga Spanyol vs Meksiko (Grup A) dan Uni Soviet vs Hungaria (Grup D).
“Tentu bangga mewakili Indonesia, selain Timnas PSSI-nya juga ikut tampil. Saya satu dari tiga wasit Asia yang ikut (bertugas). Saya modalnya hafal peraturan dan berusaha kuat mental menghadapi pemain. Dalam perwasitan FIFA kan kita harus ingat 5F: Faithfull (yakin), Fearless (tak gentar), Fair (adil), Firm (tegas), Fitness (kuat jasmani),” kenang Kosasih kepada Historia medio Februari 2019.
Batalnya Indonesia sebagai host menambah catatan hitam FIFA tentang negara-negara yang dicoret sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, yang sebelum 2007 masih bernama Piala Dunia Yunior. Berikut negara-negara selain Indonesia yang tercatat pernah dicoret sebagai tuan rumah kejuaraan tersebut:
Nigeria (1991 dan 1995)
Tak hanya sekali, Nigeria bahkan sampai dua kali dianulir FIFA sebagai host Piala Dunia Yunior: 1991 dan 1995.
Untuk edisi 1991, Nigeria sudah mulai ikut mengajukan bidding sebagai tuan rumah sejak 1988. Menariknya, keputusan FIFA yang menjatuhkan pilihan kepada Nigeria ketimbang kandidat-kandidat lain juga berbau politis. Selain karena sepakbola Nigeria tengah berkembang pesat sejak 1980-an, kecenderungan pemilihan Nigeria sebagai host disebabkan Presiden FIFA João Havelange berupaya untuk mengambil simpati para anggota FIFA dari Afrika.
“Pemilihan Nigeria sebagai tuan rumah Piala Dunia Yunior (1991) adalah cara FIFA menenangkan Afrika setelah kekalahan Maroko. Havelange yang menjadi Presiden FIFA (pada 1974) berkat dukungan blok Afrika merasa terusik dengan cara Maroko kalah dari Amerika Serikat (untuk tuan rumah Piala Dunia 1994),” tulis jurnal West Africa tahun 1990.
Baca juga: Anomali Kamerun yang Menggegerkan Dunia
Sayangnya Nigeria mencederai kepercayaan FIFA. Setelah memberi kepastian jadi tuan rumah pada 1988, setahun berselang FIFA mendiskualifikasi Nigeria sebagai host lantaran melakukan pencurian umur saat skuad The Eaglets (julukan Timnas Nigeria U-16) tampil di Piala Dunia U-16 1989 di Skotlandia. Lantas setelah beberapa kandidat lain mengajukan diri, FIFA menjatuhkan pilihan pada Portugal sebagai host pengganti Nigeria untuk Piala Dunia Yunior 1991.
“FIFA sampai dua kali mencoret hak Nigeria sebagai host. Selain pada 1991 juga pada 1995. Pada 1995 FIFA membatalkannya atas alasan keamanan dan kesehatan,” tulis Chuka Onwumechili dalam “Nigeria: Media Narratives and Reports of Football from Within” yang termaktub dalam buku African Football, Identity Politics and Global Media Narratives: The Legacy of the FIFA 2010 World Cup.
Dicoret FIFA pada 1991 bukan berarti Nigeria kapok. Negeri itu kembali mengajukan diri lagi untuk bidding Piala Dunia Yunior 1995 pada 1993 dan berhasil. Namun sialnya, beberapa bulan sebelum turnamen digelar, FIFA lagi-lagi mencoret Nigeria dengan alasan keamanan dan kesehatan.
Dunia internasional saat itu turut memainkan peranan, terutama pasca-kudeta dilancarkan Jenderal Sani Abacha pada 17 November 1993. Sedangkan dalam hal kesehatan, FIFA mengkhawatirkan para tim peserta lain mengingat Nigeria tengah dilanda wabah meningitis. Alhasil FIFA menunjuk Qatar sebagai tuan rumah pengganti untuk Piala Dunia Yunior 1995.
“Walaupun beberapa pihak meyakini keputusan FIFA itu lebih kepada keputusan politis ketimbang kekhawatiran akan kesehatan. Dr. Abdel Halim (Presiden Asosiasi Sepakbola Sudan) mengatakan bahwa keputusan itu, ‘salah satu trik Havelange. Dia sudah menjanjikannya kepada Qatar.’ Ia merujuk pada dugaan Havelange yang memiliki kesepakatan dengan para pebisnis minyak Arab,” ungkap John Sudgen dan Alan Tomlinson dalam Football, Corruption and Lies.
Yugoslavia (1993)
Piala Dunia Yunior 1993 mestinya bisa jadi turnamen era baru pasca-Perang Dingin. Pasalnya Jerman yang lolos bakal tampil untuk pertamakali sebagai satu tim usai unifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur. Pun Rusia, bakal mentas pertamakali sebagai tim baru usai runtuhnya Uni Soviet.
Namun Piala Dunia Yunior 1993 yang bakal digelar di Yugoslavia dianulir FIFA. Yugoslavia dicoret sebagai tuan rumah setelah konflik yang terjadi di negeri itu sejak 1991 skalanya makin besar pada 1992. Mulai dari Perang Kemerdekaan Slovenia (1991), Perang Kemerdekaan Kroasia (1991-1995), dan Perang Bosnia (1992-1995).
Baca juga: Aroma Dendam Konflik Balkan di Lapangan
Yugoslavia sendiri resmi pecah pada 1992. Perang Bosnia paling jadi perhatian dunia internasional. UEFA dan FIFA kemudian mengikuti langkah PBB untuk bereaksi.
“Perang Saudara membuat PBB menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap Yugoslavia. Hasilnya Yugoslavia juga disanksi dari sepakbola internasional, termasuk klub-klubnya dilarang ikut serta dalam turnamen-turnamen Eropa,” tulis Michael LaBlanc dan Richard Henshaw dalam The World Encyclopedia of Soccer.
FIFA yang kemudian mencarikan host pengganti, akhirnya menjatuhkan pilihan pada Australia. Keputusan itu menjadikan Australia sebagai negara pertama yang dua kali menghelat Piala Dunia Yunior, sebelumnya Australia jadi tuan rumah di pada 1981.
“Kehormatan (tuan rumah) ini kembali jadi milik Australia selang 12 tahun setelah pertamakali mereka menggelar Piala Dunia Yunior. Saya yakin Australia ’93 akan jadi awal yang baik bagi karier menjanjikan semua pemain muda. Terimakasih saya yang tulus kepada federasi sepakbola Australia serta kerjasamanya dengan komite pelaksana lokal untuk menyukseskan penyelenggaraannya,” ungkap Havelange dalam catatan FIFA, Technical Report Australia 93.
Irak (2003)
Andai tiada perang, Irak dipastikan jadi negara Asia kelima yang jadi tuan rumah Piala Yunior. Setelah Jepang (1979), Arab Saudi (1989), Qatar (1995), dan Malaysia 1997), Irak sudah dipilih FIFA untuk menghelat Piala Dunia Yunior 2003.
Namungnya konflik di Irak sejak Perang Teluk Pertama (1990-1991) yang berbuah sanksi dari PBB membuat Presiden FIFA Sepp Blatter harus berpikir ulang soal hak tuan rumah Irak. Hasilnya kemudian, Piala Dunia Yunior edisi ke-14 yang mestinya dihelat pada 25 Maret-16 April 2003 itu direlokasi ke Uni Emirat Arab (UEA). Infrastruktur jadi salah satu pertimbangan FIFA memilih UEA, di samping juga Blatter tak ingin memindahkan turnamen itu keluar dari zona Asia.
Baca juga: Selayang Pandang Sepakbola Afghanistan
Namun jelang perhelatannya, Blatter terpaksa melobi pihak panpel untuk memundurkan jadwal yang semula dari Maret-April menjadi 27 November-19 Desember 2023. Alasan pertama adalah iklim, di mana mayoritas kontestannya tak terbiasa bermain di cuaca menyengat di musim panas. Kedua, banyak negara Eropa khawatir Perang Teluk Kedua atau Perang Irak (2003-2011) meluas dan berimbas ke negara-negara Arab lain jika tetap dimainkan pada bulan Maret. Di bulan itu, Amerika yang menuduh Irak punya senjata pemusnah massal tengah menginvasi dalam skala besar.
“Kami sangat berterimakasih para pemimpin UEA bersedia menyelenggarakan turnamen yang sempat tertunda. Piala Dunia Yunior yang mulanya hanya ajang kecil kini menjadi pentas yang besar dan sampai sekarang UEA menjadi negara Asia kelima yang menjadi tuan rumahnya. Kami sangat berterimakasih kepada UEA,” kata Blatter, dikutip Gulf News, 27 November 2003.
Di momen yang bersamaan di The FIFA World Player Gala 2003, Blatter memberikan penghargaan kepada tim Irak. Meski negerinya porak-poranda, Timnas Irak tetap berupaya menghidupkan kegiatannya kendati terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga.
“Kami akan memberi penghormatan kepada tim Irak dan staf pelatihnya karena telah meneruskan kegiatan sepakbola walaupun di tengah tensi (perang),” tandasnya.
Baca juga: Lima Stadion Unik Piala Dunia
Tambahkan komentar
Belum ada komentar