Masuk Daftar
My Getplus

Jejak Kurator Indonesia

Praktik kuratorial di Indonesia tersua jauh sebelum istilah kurator mengemuka pada 1990-an. R.A. Kartini dianggap sebagai kurator Indonesia.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 21 Mar 2015
Pameran Aku Diponegoro di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2015. Foto: Micha Rainer Pali©Historia 2015.

DUNIA senirupa kontemporer Indonesia belakangan ramai dengan kehadiran kurator. Mereka muncul dari pergulatan wacana seni dan perkembangan politik-ekonomi. “Tapi kajian sejarah seni di Indonesia belum cukup membahas kehadiran kurator dan hubungannya dengan faktor-faktor itu,” kata Agung Hujatnika, dalam diskusi bukunya, Kurasi dan Kuasa: Kekuratoran dalam Medan Senirupa Kontemporer di Indonesia, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, (20/3).

Kurator, sosok penting dalam penyelenggaraan pameran seni. Tugas mereka antara lain menyeleksi, menilai, menulis, dan menampilkan karya seni dalam satu tema tertentu. “Kurator tak bisa sembarangan mengumpulkan karya,” kata Tommy F Awuy, pengajar filsafat pada Universitas Indonesia. Mereka mesti memiliki pemahaman teoritis khusus dan mendalam tentang karya seni.

Kurator Hendro Wiyanto, menemukan istilah kurator dalam katalog pameran di Indonesia bertahun 1986. Saat itu, Juan Mor’O, seniman muda dari Filipina, menggelar pameran pamitan setelah ngendon beberapa lama di Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.

Advertising
Advertising

“Dia memohon seniman-seniman muda yang bekerja di Bentara Budaya Yogyakarta menjadi ‘kurator’ pameran yang tajuknya ‘Moro-Moro Dadi’ (tiba-tiba menjelma, red). Nah, itu dia ada kurator-kurator yang mendadak jadi,” kata Hendro.Tapi Hendro tak yakin kalangan senirupa Indonesia telah menyebut dan memahami istilah kurator.

Sementara Agung berpendapat praktik kuratorial di Indonesia lebih dulu muncul jauh sebelum istilah kurator populer. Dasar argument Agung terletak pada keberadaan pameran dan ruang seni seperti Bataviasche Kunstkring pada 1914 dan Keimin Bunka Shidoso pada 1942. Dengan menggelar pameran seni, lembaga ini telah menunjukkan praktik kuratorial. Antara lain mengoleksi dan merawat karya seni.

Sebelum pendapat Agung muncul, M. Dwi Marianto, kurator dan pengajar pada ISI Yogyakarta, pernah mengutarakan pendapat hampir serupa. Perbedaannya, Dwi merujuk pada praktik kuratorial dalam seni batik, kriya, dan desain di Jepara.

Dalam artikelnya di Kompas, 6 April 2001, Dwi menyebut R.A. Kartini sebagai “seniwati-kurator dan kurator independen, serta pelindung dan promotor seni.” Sebab Kartini menulis pengantar komprehensif dan detail tentang karya batik dalam Pameran Nasional Karya Perempuan di Belanda pada 1898. (Baca: ) 

Lalu adakah tokoh kurator pemula dalam senirupa Indonesia?

Agung menyebut satu nama sohor masa 1950-1960. “Dari sejumlah sosok yang layak disebut sebagai ‘proto-kurator’ pada masa itu, tercatat nama Dullah… Apa yang dikerjakan Dullah sangat memadai untuk diperbandingkan dengan cakupan kerja seorang kurator museum senirupa pada umumnya,” tulis Agung. Dullah sendiri seorang pelukis kesayangan Sukarno.

Pada masa Sukarno, patronase seni mengarah pada partai politik atau badan pemerintah. Ini mempengaruhi praktik kuratorial. Negara dan badan pemerintah lebih banyak melakukan praktik kuratorial ketimbang partikelir (swasta).

Perubahan muncul pada masa Soeharto. Partikelir perlahan mendominasi praktik kuratorial. Beberapa di antaranya Sanento Yuliman dan Jim Supangkat. Kekuratoran juga mulai menjadi profesi khusus di Indonesia. Ini tak lepas dari boom karya seni pada 1990-an sebagai akibat munculnya kelas ekonomi mapan di Indonesia.

Galeri dan eksebisi seni pun ikut tumbuh subur. Para pemilik galeri dan penyelenggara eksebisi seni juga mulai menyadari pentingnya kehadiran kurator. Keberhasilan pameran seni dengan kehadiran kurator menjadi tak terpisahkan. Ini terbukti pada 1993 saat Jim Supangkat menjadi kurator pada Biennale di Jakarta. “Inilah titik awal untuk memahami kekuratoran senirupa kontemporer Indonesia,” kata Tommy.

Sejak itu, kurator-kurator partikelir terus bermunculan hingga sekarang.

TAG

kartini

ARTIKEL TERKAIT

R.A. Kartini Elizabeth Latief dan Semangat Kartini Patung Kartini Pemberian Jepang Mimpi Merdeka Raden Ajeng Kaida Kartini dan Sekolah Bidan Benarkah R.A. Kartini Dipengaruhi Freemason? Romansa Bung Karno dan Kartini Manoppo Kartini yang Pluralis Kala Ulama Perempuan Melawan Usaha Belanda Menyingkirkan Dukun Beranak