Masuk Daftar
My Getplus

Buku Kartini dalam Beragam Bahasa

Buku kumpulan surat-surat Kartini diterbitkan dalam beragam bahasa.

Oleh: Aryono | 02 Mei 2017
Kartini, Kardinah, dan Roekmini, 1902. Inset: buku-buku kumpulan surat Kartini.

R.A. Kartini mengirimkan puluhan surat kepada J.H. Abendanon, direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, sejak 1899 hingga 1904. Isi surat-surat itu meliputi tata cara kehidupan keluarga bupati di Jepara; sikap saudara-saudara Kartini; keinginannya meneruskan pendidikan seperti temannya bangsa Eropa; keadaan masyarakat sekeliling; dan imbauan kepada yang berwajib untuk mengangkat bangsa Jawa.

Sepeninggal Kartini pada September 1904, Abendanon menerbitkan surat-surat Kartini dengan judul Door Duistrnis tot Licht. Namun, tak semua surat diterbitkan. Buku itu dicetak pertama kali oleh N.V. Electrische Drukkerij “Luctor et Emergo” di ‘s-Gravenhage pada 1911. Setahun kemudian muncul cetakan kedua dan ketiga. Sementara cetakan keempat atau cetakan terakhir dari penerbit itu baru muncul pada 1923.

Di bawah pengawasan Comissie voor Volk Bestuur, Door Duistrnis tot Licht diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Bagindo Dahlan Abdoellah, asisten bahasa Melayu di Universitas Leiden, dengan dibantu oleh tiga tenaga ahli.

Advertising
Advertising

“Terjemahan ini diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Kemudian di bawah pengawasan komisi tersebut diterjemahkan ke bahasa Sunda,” tulis Soekesi Soemoatmaja dalam artikel “Sekolah Kartini Suatu Usaha untuk Menyebarkan dan Meningkatkan Kecerdasan Wanita pada Permulaan abad XX,” termuat dalam buku Seminar Sejarah Nasional III.

Cetakan kelima Door Duistrnis tot Licht muncul pada 1976 oleh Penerbit Ge Nabrink & ZN. “Pada cetakan kelima ini, buku Kartini dilengkapi dengan surat-surat Kartini yang belum pernah diterbitkan, dengan kata pengantar oleh Elizabeth Allard,” tulis Haryati Soebadio-Noto Soebagio dan Saparinah Sadli dalam Kartini: Pribadi Mandiri.

Penerjemahan Door Duistrnis tot Licht kedalam bahasa Inggris di Amerika Serikat dirintis oleh Agnes Louis Symmers. Mulanya berupa artikel dalam Atlantic Mountly pada 1919. Kemudian, diterbitkan secara terpisah berjudul Letters of a Javanese Princess pada 1920, dengan kata pengantar dari Louis Couperus. Buku tersebut diterbitkan kembali oleh Oxford University Press, Kuala Lumpur pada 1976, dengan introduksi begawan ilmu sejarah Indonesia, Sartono Kartodirdjo.

Berbekal hak cipta tahun 1920, Symmers mencetak ulang dengan perubahan pada 1948. Lalu diterbitkan kembali untuk pertama kali oleh The Norton Library New York pada 1964, yang disunting oleh Hildred Geertz, dengan pengantar oleh Eleanor Roosevelt, isteri presiden Amerika.

Selain terbit dalam bahasa Belanda dan Inggris, buku Kartini juga diterjemahan kedalam bahasa Prancis tahun 1960 oleh Louis-Charles Damais.

Di Indonesia, Door Duistrnis tot Licht diterjemahkan Armijn Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang dan diterbitkan Balai Pustaka sejak 1938 hingga 1978. “Terbitan ini tidak memuat surat-surat Kartini selengkapnya dengan maksud supaya buku tersebut tidak terlalu mahal untuk dibeli masyarakat luas sehingga ide atau cita-cita Kartini dapat menyebar luas di kalangan rakyat banyak,” catat Soekesi.

Edisi bahasa Belanda cetakan keempat (1923) diterjemahkan secara lengkap ke bahasa Indonesia oleh Sulastin Sutrisno dan diterbitkan oleh Djambatan di Jakarta tahun 1979.

Pada 1935, Imam Supardi, kelak pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa, Penjebar Semangat, memprakarsai komite penterjemah buku Kartini ke bahasa Jawa di Surabaya. Penerjemahnya Raden Sosrosugondo, bekas guru bahasa Melayu pada Kweekschool (sekolah guru) di Yogyakarta. Terjemahannya berjudul mBoekak Pepeteng terbit pada 1938 di Surabaya dengan kata pengantar dari Soetomo, pemimpin Budi Utomo.

TAG

kartini

ARTIKEL TERKAIT

R.A. Kartini Elizabeth Latief dan Semangat Kartini Patung Kartini Pemberian Jepang Mimpi Merdeka Raden Ajeng Kaida Kartini dan Sekolah Bidan Benarkah R.A. Kartini Dipengaruhi Freemason? Romansa Bung Karno dan Kartini Manoppo Kartini yang Pluralis Kala Ulama Perempuan Melawan Usaha Belanda Menyingkirkan Dukun Beranak