Masuk Daftar
My Getplus

Investasi Bir Pemprov DKI Jakarta

Perkembangan industri hiburan malam membuka pasar bir di ibu kota. Ali Sadikin mengajak perusahaan bir bergabung dengan pemerintah daerah.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 21 Jun 2019
Anker Bir produksi PT. Delta Djakarta Tbk. (deltajkt.co.id).

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Delta Djakarta, perusahaan minuman beralkohol, menetapkan pembagian dividen (laba untuk pemegang saham) sebesar Rp387,72 miliar pada 19 Juli 2019 mendatang. Tiap pemegang saham akan menerima dividen sesuai besaran persentase kepemilikan saham di PT. Delta Djakarta.  

Kepemilikan saham terbesar PT Delta Djakarta berada di perusahaan San Miguel Corporation Pte. sebanyak 58,33 persen. Selanjutnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memegang saham sebanyak 26,25 persen. Sisa saham 15,42 persen adalah milik publik.

Rilis pembagian dividen tersebut mengingatkan kembali rencana penjualan seluruh saham milik Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta tahun lalu. Ternyata hingga hari ini Pemprov tak kunjung menjual sahamnya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sejarah Bir: Tak ada Roti Bir pun Jadi

Sekarang Pemprov DKI Jakarta justru menerima dividen Rp100,48 miliar. Padahal dividen tahun sebelumnya lebih kecil, yaitu Rp48,47 miliar. Pertambahan kenaikan dividen menandakan pertambahan persentase kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta.

Bagaimana sebenarnya awal mula Pemprov DKI Jakarta mempunyai saham di PT. Delta Djakarta?

Investasi Pemprov DKI Jakarta di perusahaan bir bermula pada dekade 1970-an. Masa ini mencatatkan diri sebagai masa arus deras modal dalam negeri dan asing di Jakarta. Sebagian arus modal itu mengalir ke industri pariwisata.

“Di mana dengan terbukanya Indonesia untuk modal asing diperkirakan bahwa pariwisata adalah sebuah industri yang akan berkembang dan menjanjikan peningkatan pendapatan yang besar bagi Indonesia,” catat Dhaniel Dhakidae dalam “Industri Sex: Sebuah Tinjauan Sosio-Ekonomis,” termuat di Prisma, 5 Juni 1976.

Penunjang Hiburan Malam

Ali Sadikin, Gubernur Jakarta 1966—1977, menyambut masuknya modal asing di dunia pariwisata Jakarta. Dia juga mengupayakan hal serupa untuk modal dalam negeri. Tujuannya demi mengembangkan penerimaan daerah dari pajak pariwisata.

“Mengingat pentingnya peranan pariwisata bukan hanya semata-mata sebagai objek rekreasi, tetapi juga memberikan posisi ekonomi dan kesempatan bekerja, maka saya berusaha untuk mengembangkan dan membina kepariwisataan di wilayah DKI Jakarta sebaik-baiknya,” kata Ali Sadikin dalam Gita Jaya.

Modal-modal itu antara lain menjelma dalam industri pariwisata hiburan malam. Bertumbuhlah kelab malam, diskotek, dan pub di Jakarta pada awal dekade 1970. Tempat-tempat ini tidak hanya menjual musik, tetapi juga menghidangkan minuman keras berupa bir.

Baca juga: Kenangan yang Tertinggal di Tanamur

Perusahaan penyuplai bir di Jakarta masih sedikit, sedangkan pasar bir terus terbuka lebar. Celah ini bisa tertutup jika permintaan bir di Jakarta mencukupi. Dan Ali Sadikin melihat potensi besar pendapatan daerah dari menggarap bisnis bir.

Salah satu perusahaan bir terkenal di Jakarta bernama PT. Budjana Djaja-Pabrik Bir Jakarta. Bir Anker jadi nama produknya. Perusahaan ini dulunya punya orang Eropa dan kerapkali berganti nama.

Dari De Archipel Brouwerij di bawah orang Jerman, ke De Orange Brouwerij di tangan Belanda, sampai pada NV Bier Brouwerij de Drie Hoofijzers. Kemudian berganti nama lagi menjadi PT. Budjana Djaja ketika masa nasionalisasi perusahaan asing pada pertengahan dekade 1950-an. Selepas nasionalisasi, kinerja PT. Budjana Djaja justru menurun. Huru hara politik 1965 dan pergantian rezim ikut berpengaruh terhadap susutnya keuangan perusahaan.

Gabung dengan Pemda

Memasuki 1970-an, PT Budjana Djaja memperoleh tawaran joint venture dari Ali Sadikin. Joint Venture adalah satu dari dua konsep pengembangan perusahaan daerah ala Ali Sadikin untuk menyiasati aturan dalam UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

Aturan termaksud mengharuskan bahwa apabila pemerintah daerah menghendaki kerja sama komersial dengan swasta, usaha tersebut harus berbentuk Perusahaan Daerah (PD).

Joint Venture menekankan pada peleburan seluruh sistem perusahaan dengan modal swasta asing. Konsep lainnya berupa Joint Operation/Joint Production, yaitu penggabungan kegiatan operasi perusahaan dengan modal swasta nasional.

Baca juga: Akar Perusahaan Daerah Milik DKI Jakarta

Dua konsep ini tidak menjadikan perusahaan-perusahaan swasta itu sebagai Perusahaan Daerah (PD) sepenuhnya. Perusahaan akan tetap berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Para pemilik perusahaan swasta lebih menyukai dua konsep tersebut jika ada tawaran kerja sama dari pemerintah daerah.

Mereka seringkali menolak berubah menjadi Perusahaan Daerah. “Karena dengan demikian segala sesuatunya diatur oleh Peraturan-Peraturan Daerah, bukan lagi dengan dasar ketentuan-ketentuan hukum dagang yang sehat,” ungkap Ali Sadikin dalam Gita Jaya.

Konsep Ali Sadikin ini menerima persetujuan dari Menteri Kehakiman. Keluarnya izin ini cukup meyakinkan pemilik lama PT. Budjana Djaja untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah. Penerimaan kerja sama dengan pemerintah daerah ditandai dengan pergantian nama perusahaan menjadi PT. Delta Djakarta pada 1970.

Sejak menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, keuangan PT. Delta Djakarta terus membaik. Sebab perusahaan ini memperoleh kesempatan pemasaran lebih luas dan kemudahan penjualan produk dengan status bagian dari usaha pemerintah daerah. Dengan demikian, persentase pendapatan daerah dari penjualan bir juga terus meningkat.

Baca juga: Riwayat dan Kinerja Perusahaan Daerah DKI Jakart

Selain itu, manajemen dan pencatatan keuangan perusahaan makin profesional dan rapi. Terbukti mereka berhasil masuk dalam Bursa Efek Jakarta pada 1984. Tanpa perbaikan manajemen dan pencatatan, sulit bagi suatu perusahaan untuk menjual sahamnya di BEJ. Sebab BEJ mensyaratkan sejumlah ketentuan ketat terkait manajemen dan pencatatan administrasi perusahaan. Dan melalui BEJ-lah modal baru berdatangan. Misalnya dari San Miguel Corporation, perusahaan bir multinasional Filipina, pada 1990-an. 

Hingga sekarang PT Delta Djakarta menjadi salah satu contoh model kerja sama perusahaan daerah terbaik di Jakarta. Kinerjanya bagus dan labanya positif.

TAG

Minuman

ARTIKEL TERKAIT

Menghirup Sirup dan Air Belanda Miras dari Air Kali Ciliwung Alkohol dan Kejeniusan Masyarakat Nusantara Bung Hatta dan Minuman Keras Tirto Utomo, dari Juru Warta Jadi Pendiri Aqua Sejarah Air Minum Kemasan Kisah Coca-Cola di Bawah Panji Nazi Dari Kopi hingga Anggur Mabuk Saat Berpesta dan Berdoa Minuman Beralkohol Khas Nusantara