Adolescence dan Fenomena Incel yang Mengerikan
Miniseri “Adolescence” begitu tajam menguak fenomena incel yang mulanya sekadar wadah curhat tapi bertransformasi jadi kultur yang toxic di jagat maya.
RUANG interogasi di kantor Kepolisian Heywood Street pagi itu berangsur sepi setelah dua penyidik selesai membeberkan sejumlah bukti. Menyisakan Eddie Miller (diperankan Stephen Graham) yang kian syok di samping putranya, Jamie Miller (Owen Cooper), yang dijadikan tersangka.
Eddie, yang hanya tukang ledeng, tak habis pikir. Selama ini ia menganggap putranya tergolong cerdas secara akademik dan tampak seperti remaja usia 13 tahun pada umumnya dengan pergaulan yang biasa saja. Jamie pun tak pernah berulah di rumahnya di tengah keluarganya yang sederhana.
Masih di pagi yang sama, keheningan di lingkungan rumah keluarga kelas pekerja itu dikejutkan oleh penggerebekan polisi bersenjata lengkap tak lama setelah fajar menyingsing. Todongan senjata di kamar tidur pun membuat Jamie sampai mengompol di kasurnya. Sang ibu, Manda Miller (Christine Tremarco), serta putrinya yang juga kakak Jamie, Lisa Miller (Amélie Pease), sampai histeris karena tetiba saja rumah mereka acak-acakan digeledah tanpa pemberitahuan lebih dulu.
Adegan-adegan menegangkan itu disajikan sutradara Philip Barantini sebagai pembuka episode ke-1 drama miniseri Adolescence. Premis yang begitu membangun rasa mencekam itu mencapai klimaks pertamanya ketika penyidik Inspektur Polisi Luke Bascombe (Ashley Walters) dan Sersan Polisi Misha Frank (Faye Marsay) menggiring Jamie ke kantor polisi untuk pemeriksaan awal hingga proses interogasi. Jamie sebagai tersangka di bawah umur turut didampingi sang ayah dan pengacara pro bono Paul Barlow (Mark Stanley).
Dalam proses interogasi, mulanya Jamie tak kooperatif karena menuruti saran sang pengacara untuk berkata “no comment” pada pertanyaan-pertanyaan yang dianggap menyulitkan posisinya sebagai tersangka. Hanya saja, ketika Inspektur Bascombe dan Sersan Frank mengeluarkan bukti-bukti dari CCTV di sebuah lahan parkir, Jamie kian kesulitan untuk terus menyanggah.
Baca juga: Just Mercy, Tiada Kata Terlambat untuk Keadilan
Bukti-bukti tersebut memperlihatkan pertengkaran dan tindak kekerasan yang melibatkan Jamie kian menguatkan posisinya sebagai tersangka kasus pembunuhan rekan sekelasnya, Katie Leonard (Emilia Holliday). Malam sebelumnya, Katie ditemukan tak bernyawa dengan sejumlah luka tusukan benda tajam. Setelah penyidik dan pengacara meninggalkan ruangan untuk memberi waktu pada Jamie dan ayahnya, Jamie hanya bisa tertunduk dan terisak untuk menyembunyikan raut wajah yang kian kelam. Sang ayah pun syok dan memalingkan wajah dari putranya.
“Apa yang telah kau lakukan?” tanya Eddie.
“Aku tak melakukan apapun,” jawab Jamie mencoba mengelak.
“Kenapa?” tanya Eddie sambil mengusap-usap dahinya begitu keras.
Sang ayah sempat menampik tangan Jamie yang mengais perhatian. Tetapi pada akhirnya ia tak tahan juga melihat keterpurukan Jamie hingga memeluk putranya begitu erat.
Itu hanya klimaks awal dari miniseri Adolescence yang terbagi menjadi 4 episode. Akan lebih baik jika tonton sendiri tiga episode sisanya yang akan menguak banyak fakta di jaringan Netflix yang sudah menayangkannya sejak 13 Maret 2025.
Baca juga: Child 44, Teror Pembunuhan Berantai di Rezim Stalin
Menyibak Pengaruh Fenomena Incel
Situs kumpulan ulasan Rotten Tomatoes memberi rating 99 persen bagi miniseri Adolescence. Dalam dua pekan pasca-penayangannya saja, sudah menjangkau 66,3 juta penonton Netflix. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer bahkan sampai menyarankannya untuk diputar di sekolah-sekolah sebagai media edukasi anti-perundungan dan anti-budaya toxic di dunia maya.
Hal itu tidak berlebihan karena secara sinematografi, tim produksi juga mengambil pendekatan yang tak biasa: one-shot. Teknik pengambilan gambar yang dilakukan terus-menerus tanpa jeda di setiap episodenya. Adolescence secara ide cerita yang digagas Stephen Graham dan Jack Thorne serta diracik sineas Philip Barantini juga mengungkit isu-isu yang begitu sensitif dan kontroversial di tengah-tengah kehidupan anak-anak remaja di masa-masa puber.
Ide cerita yang diangkat duet Graham dan Thorne tidak berasal dari satu kasus saja tapi beberapa kasus teror dan pembunuhan yang pelaku dan korbannya sama-sama remaja. Kasus-kasus itu punya akar masalah sama: pengaruh fenomena toxic yang begitu mudah dikonsumsi di jagat maya oleh remaja melalui gawai masing-masing tanpa perhatian orangtua.
“Sekitar dua setengah tahun lalu Graham mengontak saya untuk menawarkan apakah saya tertarik menulis cerita (drama) tentang tindakan kriminal penusukan. Ia ingin mengangkat isu tentang tindak kekerasan remaja laki-laki terhadap remaja perempuan dan dia punya dua syarat: ia ingin ceritanya digarap dalam one-shot dan ia tidak ingin menyalahkan karakter orangtua,” tulis Thorne di kolom The Guardian, 18 Maret 2025, “The younger me would have sat up and nodded: Adolescence writer Jack Thorne on the insidious appeal of incel culture”.
Baca juga: The Whistleblower yang Membuka Borok PBB
Hal itu diamini Graham sang aktor kawakan Inggris yang beken dengan peran-perannya di film Gangs of New York (2002), waralaba Pirates of the Carribean (2011-2017), hingga serial Peaky Blinders (2022). Idenya bermula dari kasus-kasus tindak kekerasan dan pembunuhan yang banyak terjadi, seperti kasus penusukan dengan korban Ava White di Liverpool pada 2021, serta Elianne Andam dan Brianna Ghey medio 2023.
“Dari mana idenya, buat saya karena ada insiden (kasus) di Liverpool, seorang gadis remaja (Ava White) yang ditusuk sampai mati oleh seorang remaja laki-laki. Dalam pikiran saya, ‘kenapa?’. Lalu ada lagi gadis remaja di London Selatan yang juga ditusuk sampai mati di sebuah halte bus dan gadis remaja Briannya Ghey yang dibunuh di sebuah taman oleh dua remaja lain. Saya berpikir, apa yang telah terjadi?” ujar Graham, dilansir Daily Mail, Selasa (25/3/2025).
Seperti beberapa karakter yang terdapat dalam Adolescence, para pelaku kasus-kasus di atas bukan berangkat dari trauma atau jadi korban tindak kekerasan domestik oleh orangtuanya. Nyatanya, para pelaku yang tampka biasa saja itu terpengaruh budaya toxic manosfer yang merupakan transformasi dari fenomena “incel” (involuntary celibate) atau selibasi tak sukarela/selibat terpaksa yang menyebar via jagat maya.
“Kita tahu (tokoh) Jamie si pelaku bukan korban trauma kekerasan domestik. Tapi kami sempat tak bisa mencari tahu motifnya. Lalu seseorang yang bekerja untuk saya (rekan) Mariella Johnson mengatakan: ‘baiknya Anda melihat fenomena incel’” sambung Thorne.
Menurut Ryan Muhammad Fahd dan Akbar Muhammad Arief dalam artikel "Fenomena Involuntary Celibacy (Incel), Generasi Mutakhir Terorisme?” yang termuat di Jurnal Global & Strategis, Vol. 15, No. 2 tahun 2021, incel adalah fenomena dari ideologi politik ekstrem yang didasari sentimen misoginis dan supremasi kulit putih. Fenomena itu yang juga jadi dasar bagi kelompok atau grup laki-laki yang frustrasi dan merasa menjadi korban penolakan perempuan karena tidak sempurna secara fisik sehingga memicu kebencian terhadap perempuan dan bisa berujung pada tindak kriminal kekerasan atau pembunuhan.
Istilah “incel” sendiri diperkenalkan seorang pelajar Kanada yang mengidentifikasi dirinya sebagai seorang queer dan biseksual dengan nama samaran “Alana” pada 1997. Hanya saja tanpa disadari kemudian, utamanya ketika ia mulai meninggalkan situs buatannya pada tahun 2000, lema itu berubah jadi fenomena dan ideologi ekstrem, seperti yang diuraikan di atas.
“Pada tahun 1997 Alana membuat sebuah situs sebagai support system bagi laki-laki dan perempuan yang merasa (senasib) kesepian, ia menamainya ‘Incel’. Tidak seperti saat ini, dahulunya Incel bersifat inklusif, laki-laki dan perempuan bisa berpartisipasi di sana,” tulis Ryan dan Akbar.
Alasannya Alana ini berbagi curahan hati karena merasa minder atau rendah diri. Kondisi fisiknya dengan postur pendek, body yang sedikit kegemukan, dan kulitnya terdapat bercak-bercak bekas luka eksim membuatnya tak pernah merasakan romantisme berpacaran hingga pengalaman seksual, baik semasa remaja, berkuliah jurusan statistik di Carleton University di Ottawa, Kanada pada 1993, hingga akhirnya membuat situs Incel pada 1997.
“Saya hanya ingin menciptakan sebuah gerakan yang terbuka bagi siapa saja dan semua orang. Mestinya saya menekuni pemrograman statistik tapi saya justru membaca tentang seksualitas (di internet) secara diam-diam. Seperti seorang ilmuwan yang mestinya menciptakan sesuatu tapi malah menghasilkan senjata perang, saya tak bisa menarik kata (incel) ini, atau membatasinya hanya untuk orang-orang baik yang membutuhkannya,” aku Alana kepada Elle, 1 Maret 2016.
Baca juga: Dari BBS hingga Facebook
Alana sendiri sudah meninggalkan situs buatannya itu pada 2000, sambung Ryan dan Akbar, karena rupanya Alana menemukan seorang kekasih. Sekira 15 tahun berselang ia syok karena istilah yang perkenalkan justru berubah jadi kelompok ekstremis yang berujung pada kasus-kasus pembunuhan.
Salah satunya kasus pembunuhan di Isla Vista, California pada 23 Mei 2014, di mana sang pelaku, Elliot Rodgers menikam tiga orang dan menembaki tiga korban lain, serta melukai 14 lainnya dengan motif misoginis. Pun juga yang dialami Alek Minassian ketika menabrakkan mobil van-nya di Toronto pada 23 April 2018 yang menimbulkan 11 korban tewas dan 15 lainnya terluka. Rupanya aksi Minassian juga terilhami kasus Rodgers sebagai simpatisan kelompok Incel yang oleh beberapa pihak sudah dikategorikan sebagai “Terorisme Gelombang ke-4”.
“Ahli dari International Centre for Counter-Terrorism (ICCT) di Den Haag menyatakan motivasi Minassian diadasari kekerasan dan ekstremisme. Apa yang dilakukan Minassian bisa dikategorikan sebagai terorisme. Ini yang membedakan kasus Minassian dengan penembakan massal oleh Travis Reinking (karena gangguan jiwa) di Tennessee Waffle House,” imbuh Ryan dan Akbar.
Motif serupa kemudian juga terjadi di Inggris, seperti yang diuraikan di atas. Ava White, gadis berusia 12 tahun ditikam hingga tak bernyawa di Liverpool pada 25 November 2021 oleh seorang remaja lelaki berusia 14 tahun usai keduanya bertengkar di aplikasi pesan singkat Snapchat. Sebagaimana karakter Jamie Millier, sang pelaku – yang namanya tak diungkap dengan alasan belum cukup umur – mulanya denial tapi kemudian bukti-bukti CCTV membuatnya divonis 13 tahun penjara.
Baca juga: Sharon Stone dalam Bayang-bayang Simbol Seks
Sementara Brianna Ghey, TikToker yang juga gadis transgender berusia 16 tahun juga dibunuh di Taman Culcheth Linear, Warrington, Inggris pada 11 Februari 2023 oleh dua pelaku: Scarlett Jenkinson dan Eddie Ratcliffe dengan motif kebencian terhadap kaum transgender. Kedua pelaku juga divonis hukuman penjara seumur hidup.
Sedangkan medio September 2023, gadis berusia 15 tahun Elianne Andam ditikam dengan pisau dapur di sebuah mal di Croydon, London Selatan oleh pelaku yang juga remaja berusia 17 tahun, Hassan Sentamu hanya karena berebut boneka teddy bear. Sang pelaku yang juga punya catatan tindakan kekerasan pada gadis remaja lain akhirnya juga divonis hukuman penjara seumur hidup. Semua pelaku itu begitu terindikasi kuat terpengaruh fenomena negatif dan kultur-kultur toxic dari jagat maya karena kemudahan teknologi namun tak pernah atau jarang jadi perhatian orangtua.
“Jadi karakter Jamie bukanlah produk sederhana dari manosfer. Ia adalah produk dari orangtua yang tak memerhatikannya, produk sekolah yang tak peduli, dan otak yang tak menghentikan tindakannya. Justru ia menghabiskan waktu di forum-forum (daring) seperti 4chan atau Reddit, di banyak platform media sosial hingga Anda terjerumus ke dalam jurang yang gelap. Orangtua bisa saja melarang, sekolah bisa menghentikan akses gawai tapi ada banyak hal lain yang mesti dilakukan pihak pemerintah,” tandas Thorne.
Deskripsi Film:
Judul: Adolescence | Sutradara: Philip Barantini | Produser: Jo Johnson, Jack Thorne, Brad Pitt, Stephen Graham | Pemain: Stephen Graham, Owen Cooper, Ashley Walters, Erin Doherty, Faye Marsay, Christine Tremarco, Mark Stanley, Amélie Pease, Joe Hartley | Produksi: Warp Films, It’s All Made Up Productions, Matriarch Productions, Plan B Entertainment, One Shoe Films | Distributor: Netflix | Genre: Drama Kriminal | Durasi: 51-65 Menit per episode | Rilis: 13 Maret 2025.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar