Mohammad Said heran. Lauk-pauk di atas meja makan yang dipandanginya tetap sama dengan yang dihidangkan beberapa waktu sebelumnya. Padahal ia memberi cukup uang belanja pada istrinya, Rohani (Ani) Idrus.
Ketika Said menanyakannya, Ani menjawab sebagian uang belanja itu digunakannya untuk membiayai produksi majalah dwimingguan Dunia Wanita. Pasalnya kas Dunia Wanita sedang seret. Sontak Said kecewa dan marah. Sekembalinya dari dinas ke Yogyakarta, Said ingin Dunia Wanita sudah harus ditutup.
Ani sedih mendengar perkataan suaminya. Pasalnya, mendirikan media dari dan untuk perempuan merupakan cita-cita Ani sejak belia. Sejak tinggal di Sawahlunto, Ani kerap menjumpai perlakukan tidak adil pada perempuan, seperti kecilnya kesempatan bersekolah, relasi tak setara dalam rumah tangga, dan selalu dianggap lemah. Perlakukan semacam itu membakar semangat Ani untuk bekerja keras supaya tak diremehkan lelaki.
Baca juga:
Ani Idrus, Wartawan Perempuan Lintas Zaman
Sejak remaja, Ani giat menambah ilmu, rajin belajar, dan tekun membaca riwayat hidup tokoh perempuan. Ani juga aktif di dunia jurnalistik sebagai kontributor di tiga media di Medan. Ketika akhirnya menikah dengan rekan seperjuangannya, Mohammad Said, sejoli ini bersama-sama mendirikan harian Waspada pada 1947.
Ani merupakan salah satu tokoh perempuan yang aktif mengembangkan produk jurnalistik sebagai wadah untuk pemikiran perempuan. Sebelum mendirikan Dunia Wanita, ia bekerjasama dengan pemimpin harian Pewarta Deli Amarullah Ombak Lubis mendirikan Majalah Wanita pada akhir 1945. Sayangnya, Wanita tumbang di tengah perang kemerdekaan.
Maka ketika mendengar ucapan Said yang hendak menutup Dunia Wanita, Ani amat bersedih. Ia tak ingin menyaksikan media yang ia bangun tumbang untuk kedua kalinya. Beruntung ucapan Said tak jadi kenyataan.
Baca juga:
Ketika Said berkunjung ke Yogyakarta, ia menemui Sukarno dan Hatta beserta para istri dalam sebuah jamuan makan malam. “Mana Dunia Wanita-nya?” kata Rahmi, yang juga ditimpali oleh Fatmawati. Rupanya, Rahmi dan Fatmawati merupakan pembaca setia Dunia Wanita. Alhasil, sekembalinya Said dari Yogyakarta, ia lantas berubah pikiran.
“Dunia Wanita jangan dimatikan. Terbitkan terus berapapun biaya yang diperlukan,” kata Said seperti ditulis Tridah Bangun dalam Ani Idrus, Tokoh Wartawati Indonesia.
Ani pun bersuka-cita. Majalah yang terbit pertama pada Juni 1949 itu akan terus menjadi wadah suara perempuan. Ada banyak perempuan yang membantu Ani dalam produksi Dunia Wanita. Selain Asminah Hasibuan yang duduk sebagai pengurus tata usaha dan iklan, ada Titi Rukmi sebagai wakil urusan iklan, wartawan Gadis Rasyid yang berandil sebagai pembantu tetap di wilayah Jawa, penulis Suwarsih Djojopuspito sebagai kontributor di Jakarta, dan Nona Chen Hsiang-Niang yang membantu di wilayah Yogya dan Tegal.
Baca juga:
Rohana Kudus, Pahlawan Perempuan dari Tanah Minang
Beberapa tokoh perempuan juga ikut menyumbangkan tulisannya ke Dunia Wanita. Antara lain, Maria Ullfah (aktivis perempuan yang menjadi menteri sosial pertama), Hurustiati Subandrio (aktivis perempuan), dan Nyoya Chailan Sjamsu Datuk Tumenggung (aktivis perempuan penentang perkawinan anak).
Pembahasan dan isi rubrik Dunia Wanita pun beragam. Selain pembahasan masalah perempuan dalam kesehatan, ada artikel tentang keterampilan menjahit, sejarah perjuangan perempuan, pendidikan, dan cerita bersambung.
Ani yang duduk sebagai pemimpin redaksi sudah pasti menyumbang tulisan di samping menulis tajuk rencana setiap terbitannya. Salah satu liputan berseri yang pernah Ani kerjakan ialah laporan pandangan mata kala ia berkunjung ke Jepang paca-Perang Dunia II. “Orang-orang yang mengemis ada juga, tapi mereka tidak berkeliaran atau dianggap mengganggu seperti di Jakarta yang sangat mencolok itu,” tulis Ani dalam Dunia Wanita terbit tahun 1954. Dalam kesempatan lain, Ani menulis tajuk rencana menanggapi pujian dan kritikan dari pembaca.
Baca juga:
Peredaran Dunia Wanita menjangkau hingga Sumatera, Amuntai, Alabio, dan Makassar. Respon pembaca pun amat baik hingga panjang halamannya bertambah. Semula, Dunia Wanita hanya 20 halaman. Atensi masyarakat dan permintaan layanan iklan yang banyak membuat jumlah halamannya ditambah menjadi 28. Penambahan halaman ini juga membuka kesempatan makin luas bagi para penulis perempuan untuk mengirimkan tulisan ke Dunia Wanita.
“Dengan memberikan penerangan-penerangan pada majalah ini kami dapat menyumbangkan bakti untuk kemajuan wanita,” tulis Ani dalam kata pengantar edisi pertama Dunia Wanita.