EKSPRESI Clark Gable begitu serius. Mengenakan setelan jas hitam mahalnya lengkap dengan sapu tangan di saku dan dasi bermotif garis-garis horizontal, ia mengangkat tangan kanannya ketika diambil sumpahnya oleh Kolonel Malcolm Andruss, perwira perekrutan Angkatan Darat (AD) Amerika Serikat, di sebuah ruangan tertutup pada 12 Agustus 1942 siang. Gable resmi menjadi prajurit di usia 41 tahun.
Gable memang bukan satu-satunya selebriti Hollywood yang akhirnya memutuskan menukar pamornya dengan mempertaruhnya jiwa demi berbakti pada negeri di masa Perang Dunia II. Namun kali ini pihak AD berkenan menerima dharma bakti Gable dengan pengambilan sumpah secara tertutup di Federal Building, Los Angeles karena tak ingin mengulang kejadian saat menerima aktor James ‘Jimmy’ Stuart pada Maret 1941 yang diramaikan para penggemarnya.
Gable tidak sendiri. Saat disumpah pada siang itu, ia ditemani kameraman rumah produksi Metro-Goldwyn-Mayer (MGM yang juga diambil sumpahnya sebagai prajurit), Andrew McIntyre. Keikutsertaan McIntyre merupakan salah satu syarat dari MGM yang mengizinkan Gable masuk kemiliteran.
“Itu bagus, kan. Di sini saya baru resmi bertugas selama setengah jam dan sudah jadi komandan bagi pasukan yang berisi dua orang,” celetuk Gable, dikutip Los Angeles Times, 13 Agustus 1942.
Baca juga: Juru Foto di Bawah Desingan Peluru
Sedianya sudah lama Gable ingin terlibat di Perang Dunia II namun pihak MGM selalu “menghalangi”. Maklum, Gable salah satu aktor besar dengan sejumlah film yang laku di pasaran, di antaranya It Happened One Night (1934), Mutiny on the Bounty (1935), dan Gone with the Wind (1939) yang memenangkan sejumlah penghargaan, termasuk Piala Oscar.
Faktor lain, Gable yang memutuskan untuk masuk kemiliteran juga karena ingin memenuhi wasiat mendiang istrinya Carole Lombard. Carole tewas dalam kecelakaan pesawat pada 16 Januari 1942 setelah ikut kampanye obligasi perang dalam rangka menyokong militer Amerika di kancah Perang Dunia II.
Setelah diambil sumpahnya, Prajurit Gable dan Prajurit McIntyre lantas terbang ke Miami, Florida, untuk menjalani latihan dasar di unit Army Air Force (AAF), USAAF OCS Class 42-E, lantas melanjutkan latihan berikutnya di Flexible Gunnery School di Pangkalan Udara (Lanud) Lanud Tyndall. Sesuai kesepakatan awal juga, duet Letda Gable dan McIntyre yang sudah lulus latsar akan terjun ke sejumlah misi skadron pesawat pembom B-17 “Flying Fortress” sembari membuat film dokumenter.
Medio 1943, Gable dikirim ke Inggris sebagai sebagai kru operator senapan mesin di Grup Pembom ke-351 AD Amerika. Gable tercatat ikut lima misi pengeboman ke langit Jerman. Kabar tentang Gable pun terdengar sampai ke telinga pemimpin Jerman Nazi, Adolf Hitler.
“Dari banyak aktor, Adolf Hitler mengidolakan Gable. Selama Perang Dunia II, Hitler menawarkan imbalan yang besar bagi siapapun yang sanggup menangkapnya dan membawa Gable ke hadapan Hitler tanpa terluka sedikitpun,” ungkap Warren G. Harris dalam Clark Gable: A Biography.
Baca juga: Kolberg, Film Perang di Tengah Perang
Keinginan Hitler tak terwujud. Medio November 1943 usai lima misi tempur, Kapten Gable tetap bisa kembali ke Amerika setelah ditarik dari medan perang. Ia dialihtugaskan ke Unit Pangkalan AAF ke-18 yang notabene unit film dan dokumentasi hingga 12 Juni 1944, tanggal ia mengakhiri masa tugasnya dengan pangkat mayor. Adalah Kapten Ronald Reagan (kelak Presiden Amerika ke-40) yang menandatangani surat pemberhentian dengan hormat untuk Gable.
Lalu pada Januari 1945, film Combat America pun dirilis. Di film dokumenter berdurasi 62 menit itu, Gable menarasikan sendiri semua kisah pengalamannya dan pengalaman ribuan pilot dan kru kesatuannya selama misi-misi tempur.
Gable bagaimanapun bukan satu-satunya public figure yang terlibat di medan perang. Setidaknya ada lima figur lain yang sebelumnya sudah populer di dunia hiburan lalu memilih menukar pakaian dan fasilitas mewah mereka dengan seragam dan penugasan militer.
Ronald Reagan
Ronald Wilson Reagan lebih dikenal sebagai Presiden Amerika ke-40 (periode 1981-1989). Namun sebelum itu ia merupakan aktor yang sudah cukup dikenal dan veteran Perang Dunia II.
Meski ia sarjana ekonomi dan sosiologi, Reagan justru terjun ke dunia hiburan dengan lebih dulu menjadi penyiar olahraga di WHO Radio. Gara-gara sering mengikuti pertandingan tim bisbol Chicago Cubs sebagai penyiar, Reagan mulai dikenal kalangan hiburan dan akhirnya menjajal peruntungannya untuk casting sampai ujung-ujungnya dikontrak Warner Bros mulai 1936.
Ia melakoni debutnya di layar perak dengan membintangi film Love is on the Air (1937). Hingga pecahnya Perang Dunia II yang menginterupsi kariernya, setidaknya Reagan sudah membintangi 30 film.
Baca juga: Pelaut yang Menaklukkan Hollywood
Sejatinya Ragan sudah sempat terdaftar sebagai prajurit pasukan cadangan AD Amerika dari Resimen Kavaleri ke-332 sembari menjalani kariernya sebagai aktor. Namun Perang Dunia II membuatnya ingin terlibat lebih aktif. Pada 1942, Reagan dipercaya penugasan perwira penghubung AAF di Unit Pangkalan AAF ke-18.
“Reagan tetap ikut dalam agenda-agenda hiburan di kemiliteran. Bahkan ia juga masih diizinkan syuting film di luar pangkalan. Di unit Provisional Task Force Show di Burbank, ia sempat memproduksi 400 film dokumenter latsar, hingga akhirnya dibebastugaskan pada 9 Desember 1945 dengan pangkat kapten,” ungkap H.W. Brands dalam Reagan: The Life.
Jimmy Stewart
Aktor Hollywood lain yang memicu kehebohan publik karena memutuskan ikut terjun ke palagan Perang Dunia II adalah James ‘Jimmy Stewart. Aktor yang sudah bergelimang Piala Oscar untuk aktingnya di film Mr. Smith Goes to Washington (1939) dan The Philadelphia Story (1940) ini tercatat jadi aktor Hollywood pertama yang mengajukan diri ke AD Amerika di Perang Dunia I.
Stewart diterima menjadi pilot di Korps Udara AD Amerika pada Maret 1941. Sebab ia sudah cukup berpengalaman jadi penerbang pesawat sipil.
“Latar belakang keluarganya juga punya akar militer yang cukup dalam. Kedua kakeknya ikut Perang Sipil (1861-1865), ayahnya veteran Perang Spanyol-Amerika (21 April-13 Agustus 1898) dan Perang Dunia I (1914-1918),” tulis Mark Eliot dalam Jimmy Stewart: A Biography.
Baca juga: Warna-warni Kehidupan Sean Connery
Setelah beberapa waktu membantu AAF sebagai penyiar radio dan memproduksi film pendek serta dokumenter, Kapten Stewart akhirnya mencicipi medan perang dengan dikirim ke Inggris bersama unit Grup Pembom ke-445. Ia bertugas sebagai pilot untuk menerbangkan pesawat pembom B-24 “Liberators” ke sejumlah misi pemboman dari langit Jerman.
“Usai misi ke Ludwigshafen pada 7 Januari 1944, Stewart dipromosikan pangkat mayor dan menjadi wakil komandan Wing Pembom Ke-2. Dengan sejumlah tanda penghargaan Distinguished Flying Cross dan Croix de Guerre, Stewart promosi dengan pangkat kolonel pada Maret 1945. Ia menjadi salah satu kombatan Amerika yang begitu cepat naik pangkat dari prajurit menjadi kolonel dalam waktu empat tahun saja,” timpal Starr Smith dalam Jimmy Stewart: Bomber Pilot.
Seiring berakhirnya perang di front Eropa, Stewart pun kembali ke Amerika pada awal musim semi 1945. Sempat dipindahtugaskan ke Komando Strategi Udara, ia akhirnya pensiun dari kemiliteran pada 1968 dengan pangkat brigadir jenderal.
Josephine Baker
Cantik, berkulit cokelat eksotis, dan multitalenta. Ia nyaris seorang performer yang komplet, sebagai penari, penyanyi, sekaligus aktris. meski lahir di Amerika, kebintangan Josephine Baker justru bersinar di Prancis era 1920-an. Kariernya di negeri orang hanya gegara muak terhadap rasisme di negeri kelahirannya.
“Sejak awal kariernya, Baker sudah jadi penghibur yang dikagumi seiring menampilkan opera Un vent de folie di Paris sejak 1927. Penampilannya memicu kehebohan dan sensasi dengan kostum seksinya. Ia makin jadi figur yang populer setelah dipersunting konglomerat Prancis, Jean Lion pada 1937,” ungkap Joe Bouillon yang merupakan suami keempatnya dalam Josephine.
Ketika Perang Dunia II pecah, Josephine yang sudah menukar paspor Amerikanya dengan kewarganegaraan Prancis memutuskan untuk melibatkan diri dalam gerakan bawah tanah Prancis bersama kelompok La Résistance. Ia kemudian direkrut Deuxième Beaureau atau badan kontra-intelijen militer Prancis Merdeka pimpinan Jenderal Charles de Gaulle.
Baca juga: Kisah Mata-Mata Perempuan di Tengah Perang
Ia menyamar untuk bisa bergaul dengan orang-orang Jerman di sejumlah kedutaan hingga klub malam. Di balik pesonanya, Josephine diam-diam mengumpulkan informasi. Sebagai performer, Josephine bisa punya surat izin untuk berkeliling tampil ke sejumlah negara Eropa hingga Amerika Sekatan. Semua informasi tentang lanud, pelabuhan, hingga konsentrasi pasukan Jerman yang dikumpulkannya ia kirimkan lewat transmisi radio rahasia atau lewat catatan yang disembunyikan di kumpulan buku musiknya.
“Ia punya spesialisasi dalam banyak acara hiburan di kedutaan-kedutaan dan kementerian. Menghipnotis banyak orang dengan pesonanya dan di waktu yang sama, selalu mencoba mengingat sejumlah informasi penting untuk dikirimkan lewat transmisi (radio) dan catatan musik,” tulis Phyllis Rose dalam Jazz Cleopatra: Josephine Baker in Her Time.
Josephine memang tak pernah tepergok tetapi masalah infeksi pasca-keguguran medio 1941 memaksanya untuk menepi dari aktivitas mata-matanya. Meski begitu, ia tetap dikenal sebagai penampil yang juga pahlawan sehingga sejumlah penghargaan seperti Croix de Guerre dan Chevalier Légion d’Honneur yang diberikan oleh Jenderal De Gaulle diterimanya.
David Niven
Dari militer, dunia hiburan, kembali lagi ke militer. Aktor David Niven sejatinya sudah jadi prajurit AD Inggris di usia 18 tahun usai merampungkan pendidikannya di Stowe School.
Suratkabar The London Gazette edisi 5 September 1933 mencatat, Niven kabur dari penugasannya untuk berangkat ke Amerika karena merasa jemu dengan aktivitas tugas di masa damai. Ia baru menyatakan pengunduran dirinya dari kedinasan via telegram dari Amerika.
Di Amerikalah hidup Niven berubah setelah terjun ke dunia akting. Beberapa kali pula ia mendapat kontrak dengan sejumlah rumah produksi besar Hollwood seperti Columbia, Paramount, MGM, ataupun Fox. Niven melakoni debutnya sebagai pemeran pendukung di film Barbary Coast (1935) dan Mutiny on the Bounty (1935). Nama Niven mulai berkibar setelah jadi aset Fox, di mana ia membintangi film Four Men and a Prayer (1938) dan Three Blind Mice (1938),
“Niven mulai ikut lingkaran pergaulan aktor Inggris di Hollywood yang meliputi Rex Harrison, Boris Karloff, Stan Lauren, Basil Rathbone, Ronald Colman, Leslie Howard, dan Charles Aubrey Smith. Tetapi setelah Inggris menyatakan perang terhadap Jerman pada 1939, Niven pulang dan kembali bergabung ke AD Inggris, sebagaimana yang disarankan Kedutaan Inggris,” tulis Otto Friedrich dalam City of Nets: A Portrait of Hollywood in the 1940s.
Baca juga: John le Carré di Antara Dunia Mata-Mata dan Sastra
Niven diberikan pangkat lamanya, letnan, lalu ditempatkan di Brigade Senapan “Prince Consort’s Own”. Setelah sempat ditugaskan menjadi instruktur pasukan bermotor, Niven yang mendambakan petualangan akhirnya mendapat kesempatan pelatihan pasukan khusus British Commandos. Dia kemudian lulus dan berpangkat kapten, medio 1941.
Niven kemudian ditransfer menjadi komandan Skadron “A” di Resimen Penghubung dan bekerjasama dengan Unit Film dan Dokumentasi Foto AD Inggris. Niven terlibat dalam beberapa operasi pengalihan, di mana ia mengatur beberapa aktor untuk menyamar menjadi Jenderal Bernard Montgomery di beberapa lokasi, lantaran jenderal kondang itu mulai dibidik intelijen Jerman.
Niven yang sejak 14 Maret 1944 sudah dipromosikan jadi letkol, turut dalam Invasi Normandia pada Juni 1944. Namun dia dikirim ke Prancis beberapa hari pasca-D Day. Ia menjalani misi-misi pengintaian bersama beberapa unit sinyal yang mentransmisikan lokasi-lokasi dan posisi penting musuh.
Pasca-kapitulasi Jerman, Niven baru kembali ke dunia hiburan di Hollywood sebagai letkol purnawirawan. Kariernya bahkan makin menanjak, di mana film Around the world in 80 Days (1956) dan Separate Tables (1958) yang dibintanginya menghasilkan Piala Oscar.
Baca juga: Lima Aktor Pemeran Soeharto