Pelaut yang Menaklukkan Hollywood
Wafat di usia 103 tahun, sepakterjang Kirk Douglas dalam dunia sinema membentang tujuh dekade sejak era emas Hollywood.
HOLLYWOOD tengah berduka. Kawah candradimuka dunia hiburan di Amerika Serikat itu ditinggal aktor legendarisnya, Kirk Douglas. Bersama Gina Lollobrigida, Douglas merupakan aktor terakhir generasi emas Hollywood (1913-1969) yang tersisa di abad XXI. Douglas sepanjang kariernya bermain di lebih dari 90 film.
Ia juga ayah dari aktor kawakan Michael Douglas, yang menyampaikan kabar duka itu usai ayahnya wafat di usia 103 tahun di kediamannya di Beverly Hills, California pada Rabu (5/2/2020). Douglas meninggal karena kondisi kesehatannya terus menurun sejak terserang stroke pada 1996.
“Di mata dunia, ia seorang legenda, seorang aktor dari era emas perfilman…tapi bagi saya, adik saya Joel dan Peter, ia seorang ayah yang sederhana. Bagi Catherine (Zeta-Jones, aktris dan istri Michael Douglas, red.), ia seorang mertua yang luar biasa. Bagi istrinya Anne, ia seorang suami yang juga luar biasa,” ungkap Michael Douglas, dikutip Daily Mail, Rabu (5/2/2020).
Kirk Douglas mencatatkan debutnya di Hollywood setahun setelah Perang Dunia II usai, lewat film The Strange Love of Martha Ivers (1946). Sementara, film terakhir yang dibintanginya adalah Empire State Building Murders (2008), yang dimainkannya saat sudah terserang stroke sejak 1996. Meski begitu, nama Douglas baru mulai berkibar di film kedelapannya, Champion (1949), di mana ia masuk nominasi aktor terbaik Academy Award.
Baca juga: Akhir Hidup Si Pemeran Hitler
Total, tiga kali Douglas masuk nominasi ajang yang sama. Selain untuk film Champion, ia juga masuk nominasi aktor terbaik Academy Award untuk film The Bad and the Beautiful (1952) dan Lust for Life (1956) yang merupakan biopik tentang pelukis ternama Vincent van Gogh. Meski tak pernah menang, Douglas kemudian dianugerahi Piala Oscar kehormatan oleh Academy of Motion Pictures, Arts, and Sciences pada 1996.
Selain empat film di atas, kiprah paling menonjol Douglas ialah kala mengerjakan film Spartacus (1960) saat Hollywood diterpa masa-masa sulit. Bak gladiator, karakter yang ia mainkan dalam Spartacus, Douglas turut mengenyahkan kebijakan blacklist pemerintah Amerika Serikat terhadap sejumlah koleganya.
Sejak 1947, awal mulainya Perang Dingin, Amerika banyak menaruh curiga pada imigran asal Rusia. Di pentas Hollywood, sejumlah sineas dituduh sebagai simpatisan komunis yang berupaya memasukkan propaganda ke sejumlah film.
“Saya hidup di masa ketika banyak orang dituduh komunis dan di-blacklist industri film. Semua studio tak mau menerima mereka. Itu periode yang berat dalam sejarah Hollywood dan tergelap yang pernah saya alami. Banyak yang akhirnya menderita dan bunuh diri,” kata Douglas kepada The Jewish Chronicle, 20 September 2012.
Douglas yang juga merupakan imigran asal Eropa Timur, bersimpati pada para koleganya yang di-blacklist. Lewat Bryna Productions, rumah produksi yang didirikannya, Douglas melakukan gebrakan dengan tetap mencantumkan nama Dalton Trumbo sebagai penulis naskah pada credit filmnya, terlepas dari pencekalan terhadapnya. Trumbo satu dari 10 pelaku film yang masuk blacklist pemerintah.
“Saat produksi film selesai, saya merasa bersalah jika tak mencantumkan namanya (Trumbo). Saya tak peduli orang bilang apa, saya tetap mencantumkannya. Awalnya saya takut tapi pada akhirnya langit tetap tak runtuh. Kehidupan berjalan kembali normal. Blacklist itu kemudian dicabut,” lanjutnya.
Seiring waktu, pendirian Douglas itu berubah menjadi penghormatan baginya dari banyak pihak di Hollywood.
Veteran Perang Pasifik ke Layar Perak
Sebelum “menaklukkan” Hollywood, Douglas mengarungi gelombang kehidupan yang sarat kisah dengan berprofesi sebagai pelaut. Pengalaman itu menjadi modal berharganya di kemudian hari.
Douglas lahir pada 9 Desember 1916 di New York dengan nama Issur Danielovitch. Kedua orangtuanya, Herschel Danielovitch dan Bryna Sanglel, imigran Yahudi asal Chavusy, Belarusia. Douglas anak keempat dan satu-satunya anak lelaki dari tujuh bersaudara.
Mengutip memoar yang dituliskan bersama istri keduanya, Anne Buydens, Kirk and Anne: Letters of Love, Laughter, and a Lifetime in Hollywood, ayahnya mengganti nama saat hendak mendaftar kerja sebagai buruh pabrik, menjadi Harry Demsky. Begitupun ketujuh anaknya. Hanya Bryna yang tetap.
“Saudari-saudari saya ada Pesha (menjadi Betty), Kaleh (Kay), Tamara (Marion), Rachel (Ruth), serta si kembar Hashka dan Siffra (Fritzi dan Ida). Saat saya masuk sekolah, saya didaftarkan dengan nama Isadore Demsky –nama yang sebenarnya selalu saya benci,” tulis Douglas.
Maka, sebelum masuk ke US Navy (Angkatan Laut Amerika) pada 1941, ia mengubah namanya menjadi Kirk Douglas. Douglas mendaftarkan diri masuk AL secara sukarela menyusul pecahnya Perang Pasifik. Saat mendaftar, ia sedang merintis upaya menjadi aktor dengan bersekolah di American Academy of Dramatic Arts.
“Semasa di akademi, saya sudah mengubah nama menjadi Kirk Douglas atas diskusi dengan teman baru saya, Karl dan Mona Malden, jelang sebuah pertunjukan drama yang kami ikuti. Namun saat itu seorang bernama Adolf Hitler mengirim serdadu Jerman untuk menaklukkan Eropa. Saya saat itu hanya ingin menaklukkan (teater) Broadway,” sambungnya.
Sebelum diterjunkan ke palagan, menurut arsip AL Amerika, Douglas mendapatkan pendidikan dasar di Naval Reserve Midshipman School yang meminjam tempat di Notre Dame University. Douglas lanjut ke tingkat berikutnya ke Submarine Chaser School hingga lulus sebagai pelaut dengan pangkat ensign (setara letnan muda). Letnan muda Douglas lalu ditugaskan ke front Pasifik sebagai perwira radio komunikasi di kapal patroli anti-kapal selam USS PC-1139.
Masa tugasnya berlangsung singkat. Douglas pun mengakui bahwa ia merasa kurang berjasa meski usai perang dianugerahi tiga medali: Asiatic/Pacific Campaign Medal, American Campaign Medal, dan World War II Victory Medal.
“Tidak ada jasa yang mulia meski saya terlihat gagah dalam seragam saya. Apalagi mulanya kapal kami diawaki para kru yang masih sangat hijau dan kapten kami belum sekalipun pernah melaut. Kapal kami juga bukan kapal terbaik di AL. Di Pasifik kami malah meledakkan kapal kami sendiri,” ungkapnya dalam otobiografi The Ragman’s Son.
Baca juga: Midway, Adu Kekuatan Dua Armada di Pasifik
Meski tak menjelaskan detail lokasi, Douglas mengisahkan peristiwa nahas yang membuatnya cedera itu terjadi pada 7 Februari 1943 di Samudera Pasifik. Ia hanya mengingat bahwa di petang itu sonar kapal menangkap sinyal adanya kapal selam Jepang di dekat mereka.
“Saat kami sudah berada di posisi yang tepat, kapten memerintahkan mematikan mesin dan bergerak perlahan. Saya dengar perintahnya lewat earphone untuk melepas depth-charge marker (penanda bom-dalam), semacam lapisan hijau yang dilepaskan ke air agar kami tahu di mana kami harus melepaskan bom-dalam,” tulisnya lagi.
Sialnya, awak yang bertugas di dek malah tak sengaja memicu bom-dalam itu sebelum marker-nya dilepaskan ke laut. Maka bom-dalam itu meledak di air dan sangat dekat dengan kapalnya. Douglas yang berada di ruangan radio dan sonar, sempat mengira ledakan itu adalah serangan torpedo kapal selam Jepang.
“Semua kru terhempas ke mana-mana. Saya sendiri terlempar ke sekat kabin. Perut saya menghantam peralatan radio. Terjadi kepanikan di mana-mana. Baru kemudian kami tahu bahwa itu bukan karena torpedo musuh…kami justru meledakkan kapal kami sendiri,” sambungnya.
Beruntung tak ada korban jiwa dalam insiden itu. Douglas dan rekan-rekannya lalu diselamatkan kapal lain, untuk kemudian dirujuk ke Rumahsakit AL San Diego. Douglas mengalami luka organ dalam dan harus dirawat hingga Juni 1944. Luka itu membuatnya diberhentikan dengan hormat dengan pangkat lieutenant junior grade (letnan satu) lantaran kondisinya dianggap tak lagi layak untuk bertugas.
Douglas lalu kembali pentas dari teater ke teater hingga pada 1946 Lauren Bacall, rekannya sesama aktor, merekomendasikannya ke produser bernama Hal. B. Wallis yang tengah mencari bakat baru untuk film The Strage Love of Martha Ivers. Douglas pun “naik kelas” ke layar perak setelah diikutsertakan Wallis dalam film itu.
Kagum dengan talenta Douglas kala casting, Wallis memplot Douglas sebagai salah satu pemeran utama film itu. Ia pun beradu akting dengan para aktor yang lebih berpengalaman, seperti Barbara Stanwyck. The Strange Love of Martha Ivers sukses di pasaran, masuk nominasi Academy Award dalam kategori naskah orisinil terbaik. Kesuksesan itu membuka gerbang karier Douglas di Hollywood, yang kemudian ia lakoni selama tujuh dasawarsa.
Baca juga: Peran Connie Sutedja di Dunia Nyata
Tambahkan komentar
Belum ada komentar