Masuk Daftar
My Getplus

Anggota DPR Disangka Teroris

Gara-gara abon, anggota DPR RI yang mengadakan studi banding disangka teroris.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 20 Apr 2019
Letjen TNI (Purn) H. Achmad Roestandi (kanan) dan Jenderal TNI Wiranto dan Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono, dalam rapat BP MPR. (Repro Masuk Letnan Keluar Letnan).

Program pemerintah Orde Baru ditetapakan dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang ditetapkan MPR RI setiap lima tahun. Pengumpulan bahan-bahannya dilakukan oleh Badan Pekerja MPR (BP MPR) secara terus-menerus sepanjang tahun. BP MPR mendapat masukan dari semua departemen, pemerintah daerah, partai politik, organisasi masyarakat, lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga lainnya.

Selain di dalam negeri, kelompok BP MPR juga melakukan studi banding ke luar negeri. Letjen (Purn) H. Achmad Roestandi selaku Ketua Fraksi TNI/Polri DPR/MPR RI ditugaskan melakukan studi banding ke Republik Rakyat Tiongkok, Spanyol, Australia, dan Mexico.

Dalam perjalanan ke Mexico, rombongan singgah di Los Angeles, Amerika Serikat. Salah satu anggota rombongan adalah dr. Rahman Maas, kepala Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung, yang juga anggota DPR utusan daerah Jawa Barat.

Advertising
Advertising

Baca juga: Riwayat Nama Ruang dan Gedung DPR RI

Selain seorang dokter, Rahman juga seorang dai kondang di Jawa Barat. Tutur katanya lembut, penampilannya ramah, dan senang bercanda. Misalnya, ketika sedang mengisi formulir keimigrasian, dia bertanya, “Untuk kolom citizen (kewarganegaraan), Pak Rustandi mengisi apa?”

“Ya, Indonesia!” jawab Rustandi serius.

“Oh, kalau saya, saya isi: No, Seiko!” kata Rahman sambil menunjukkan jam yang melilit di tangannya. Citizen dan Seiko adalah dua merek jam buatan Jepang.

Baca juga: Sukarno dan Jamnya

Setelah mendarat di bandara Los Angeles, selesai pemeriksaan keimigrasian, rombongan berkumpul di tempat pengambilan bagasi. Saat itu, Rahman dan istrinya tidak tampak. Mereka saling tanya, jangan-jangan tersesat. Rombongan berusaha mencari kesana kemari, tetapi kesulitan karena bandara luas dan banyak orang.

Sudah hampir satu jam, penjemput dari perwakilan kedutaan besar Indonesia terpaksa meminta bagian informasi bandara untuk mengumumkan agar Rahman segera menuju tempat rombongan berkumpul. Pengumuman itu tentu saja terdengar di seluruh bandara. Sementara itu, penjemput pun mencarinya ke setiap bagian pemeriksaan.

Akhirnya, Rahman ditemukan. Masalah apa yang menimpanya?

“Dasar seorang dai yang jujur, rupanya dia menjelaskan semua barang yang ada dalam tas yang tersimpan di bagasi, antara lain abon. Untuk benda itu Pak Dokter menulisnya dengan kata dry roasted meat dalam kurung abon,” kata Rustandi dalam memoarnya, Masuk Letnan Keluar Letnan.

“Maklum tulisan dokter yang biasanya kurang jelas, tulisan abon oleh petugas disangka a bomb (sebuah bom),” lanjut Rustandi. “Lagi pula namanya yang bernuansa Timur Tengah menguatkan dugaan petugas bahwa Pak Dokter adalah benar-benar teroris. Inilah Amerika! Memang keterlaluan, masak dokter yang demikian jujur disangka teroris.”

Baca juga: Teroris Membajak Pesawat Garuda

Akhirnya, Rahman lolos dari pemeriksaan, setelah petugas mengerti bahwa yang dibawanya abon bukan a bomb.

Dengan melihat banyak negara lain, Rustandi mengaku wawasannya bertambah sehingga lebih menyadari betapa tertinggalnya negara kita dibandingkan dengan negara lain. “Tentang kaitan antara kunjungan kami dengan materi GBHN,” kata Rustandi, “sejujurnya harus saya simpulkan bahwa di negara-negara yang kami kunjungi ternyata tidak ada GBHN.”

TAG

Terorisme

ARTIKEL TERKAIT

Akhir Pelarian Teroris Kiri Bandul Stigma yang Berbahaya Serangan Aktivis Kiri di Bandara Lod Israel Teror di Masjid Al-Noor Bonnie dan Clyde, Pasangan Kriminal Kharismatik Satgultor 81: Musuh Teroris dari Cijantung Di Bawah Kuasa Agen Rahasia Gunung Semeru, Gisius, dan Harem di Ranupane Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi Kisah Sabidin Bangsawan Palsu