Sejarah Kereta Malam di Indonesia
Kehadiran kereta malam rute Batavia-Surabaya dan sebaliknya menarik perhatian publik. Mereka berlomba-lomba memesan tiket untuk naik hotel bergerak ini.
BESARNYA minat masyarakat menggunakan kereta api untuk mudik ke kampung halaman atau melakukan perjalanan jarak jauh, tak hanya terjadi di masa kini. Sejak zaman kolonial Belanda, kereta telah menjadi moda transportasi andalan masyarakat.
Masyarakat sudah dapat memanfaatkan transportasi kereta dari Batavia ke Surabaya pada akhir abad ke-19. “Mereka tidak lagi menggunakan kapal dari Batavia ke Semarang atau Surabaya,” tulis Achmad Sunjayadi dalam Pariwisata di Hindia Belanda (1891–1942).
Saat itu kereta dari Batavia tidak langsung menuju Surabaya. Perjalanan berhenti di Maos, Cilacap, dan penumpang menginap semalam. Perjalanan dilanjutkan keesokan harinya. Hal ini karena kereta hanya beroperasi dari pagi hingga sore.
Belum tersedianya layanan kereta untuk perjalanan di malam hari menjadi sorotan penduduk dan pelancong. Salah satunya Eliza Scidmore, seorang jurnalis dan penulis catatan perjalanan asal Amerika Serikat, yang menilai perjalanan kereta di malam hari akan memberikan keuntungan besar bila dioperasikan di Hindia Belanda, khususnya di Pulau Jawa. Surat kabar De Locomotief, 19 Juni 1906, menyebut kereta malam merupakan simbol perkembangan ekonomi yang lebih cepat dan lebih modern di wilayah koloni.
Meski kerap menjadi pembahasan di surat kabar sejak awal abad ke-20, namun pengoperasian kereta malam masih dipertimbangkan. “Alasan ketidakpercayaan kepada masyarakat pribumi yang mengoperasikan kereta membuat kereta hanya berjalan sampai sore,” tulis Achmad.
Rencana pengoperasian kereta malam menunjukkan titik terang pada 1930-an. Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, 22 Oktober 1936, memberitakan kereta malam rute Batavia-Surabaya mulai diuji coba. Kereta tersebut berangkat dari Stasiun Weltevreden pada Jumat (23/10) sore pukul 18.00. Dalam uji coba itu, waktu tempuh kereta malam akan disesuaikan semaksimal mungkin dengan jadwal yang akan datang. Setibanya di Surabaya, kereta yang sama akan kembali ke Batavia pada Sabtu (24/10) sore pukul 18.00 dan diharapkan tiba di Stasiun Weltevreden pada Minggu pagi.
Surat kabar De Indische Courant, 24 Oktober 1936, melaporkan uji coba pertama kereta malam tersebut terbilang sukses. Koran ini juga mengulas fasilitas yang tersedia di dalam gerbong kereta. Disebutkan tempat duduk di dalam gerbong kereta dapat diubah menjadi tempat tidur sehingga penumpang dapat beristirahat dengan nyaman. Selain itu, kereta malam ini juga dilengkapi dengan gerbong salon untuk penumpang mengobrol dan bercengkerama.
Baca juga: Serba-Serbi Penjaga Persilangan Kereta Api
Uji coba kereta malam rute Batavia-Surabaya menarik perhatian publik. Mereka ramai-ramai memesan tiket untuk menjadi yang pertama naik kereta malam dari Batavia menuju Surabaya maupun sebaliknya. Mengutip surat kabar De Locomotief, 02 November 1936, kereta malam pertama dengan layanan reguler antara Batavia-Surabaya dan Surabaya-Batavia diberangkatkan dari Batavia pada 1 November 1936. Dua gerbong tidur dimasukkan ke dalam formasi kereta tersebut.
Masyarakat antusias terhadap kereta malam. Mereka berbondong-bondong menyaksikan momen bersejarah Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api pemerintah Hindia Belanda itu. “Tidak hanya di stasiun utama, tetapi juga di tempat-tempat kecil antara Koningsplein dan Manggarai banyak orang menyaksikan keberangkatan kereta malam pertama itu,” demikian laporan De Locomotief.
Baca juga: Awal Mula Jalur Layang Kereta di Indonesia
Terkait biaya naik kereta malam, surat kabar Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 29 September 1936, menyebut penumpang dibebankan biaya tambahan untuk akomodasi tidur dengan rincian sebagai berikut: penumpang kelas satu dibebankan biaya tambahan sebesar f.10 untuk mendapatkan kabin sendiri. Kabin ini disiapkan untuk malam hari atas permintaan penumpang kepada petugas gerbong tidur. Bila penumpang kelas satu hendak meminta tambahan gerbong tidur, maka ia akan dikenai biaya f.12.
Bagi penumpang kelas dua tidak diizinkan menempati kabin sendirian. Ia akan dialokasikan tempat tidur di kabin dengan biaya tambahan f.6 per tempat tidur. Kabin kelas dua tidak tersedia sebelum jam 8 malam. Sedangkan untuk penumpang kelas tiga, akomodasi tidur disediakan dengan menyediakan tempat duduk ganda yang dibebankan biaya tambahan f.1,5 di atas tarif normal. Selain itu, penumpang kelas tiga juga dapat memiliki tempat beristirahat bentuknya tempat tidur kemah yang ditempatkan membujur di atas tempat duduk dengan biaya f.3 di atas tarif normal.
Baca juga: Matahari Terbit di Kereta Rel Listrik
Biaya-biaya tambahan itu dibebankan bagi penumpang dewasa. Sementara penumpang anak-anak tidak dibebankan biaya tambahan asal tidak menempati kursi tambahan. Selain itu, guna menunjang kenyamanan penumpang selama perjalanan, kereta malam juga dilengkapi gerbong makan yang beroperasi dari pukul 05.30 pagi hingga pukul 12 malam. Seperti kereta ekspres lainnya, gerbong makan ini hanya dapat diakses oleh penumpang kelas satu dan dua. Sementara penumpang kelas tiga dapat menikmati makanan dan minuman di area yang telah ditentukan di kelas tiga. Gerbong makan ini menyediakan sejumlah menu, di antaranya menu sarapan Belanda dengan harga 75 sen dan menu makan malam yang dibanderol 1,50 gulden.
Kehadiran kereta malam, yang disebut hotel bergerak, menambah pilihan bagi masyarakat yang hendak melakukan perjalanan jarak jauh. Peminatnya semakin bertambah di momen menjelang hari raya saat orang-orang pulang ke kampung halaman maupun pergi ke luar kota untuk berlibur dan beristirahat sejenak dari rutinitas harian. Tak hanya di hari-hari menjelang perayaan keagamaan, surat kabar De Indische Courant, 7 Desember 1938, memberitakan jumlah pengguna kereta malam melonjak di pengujung tahun sehingga manajemen perkeretaapian negara menyediakan kereta malam tambahan hingga awal tahun baru.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar