Dari Pemuda Patriotik Menjadi Pemuda Pancasila
Pemuda Pancasila awalnya organisasi sayap Partai IPKI. Versi lain pembentukannya terkait penyelenggaraan kontes kecantikan.
AKBP Dermawan Karosekali, Kepala Bagian Operasi Ditlantas Polda Metro Jaya, dikeroyok anggota Pemuda Pancasila yang berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (25/11/2021). 20 anggota Pemuda Pancasila ditangkap, 15 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Hengki Haryadi pun mengultimatum agar Pemuda Pancasila menyerahkan anggotanya yang terlibat pengeroyokan atau akan dikejar.
Sejarah resmi Pemuda Pancasila mencatat bahwa cikal bakalnya adalah Pemuda Patriotik yang didirikan oleh Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) pada 28 Oktober 1959. Organisasi ini dibentuk guna mendukung Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945. Ketika Pemuda Patriotik berdiri, seperti juga organisasi lainnya, harus setia kepada Presiden Sukarno. Pemuda Patriotik tidak bisa mengelak, karena ia memang masih onderbouw (organisasi sayap) IPKI yang didirikan oleh Jenderal TNI A.H. Nasution.
“Setelah sekian lama Pemuda Patriotik berjalan, dalam Kongres IPKI ke IV tahun 1964, nama Pemuda Patriotik diubah menjadi Pemuda Pancasila,” tulis Japto S. Soerjosoemarno, Ketua Umum Pemuda Pancasila sejak 1981, dalam “Pemuda Pancasila Dulu, Kini, dan Akan Datang”, yang termuat dalam Percikan Pemikiran Yapto S. Soerjosoemarno.
Baca juga: IPKI: Ini Partai Kolonel Indonesia
Perubahan nama ini, lanjut Japto, juga didorong oleh idealisme untuk menjaga keutuhan ideologi Pancasila. Sebab, di pengujung tahun 1964, Pemuda Patriotik sudah mencium ada kelompok tertentu, dalam hal ini PKI, yang hendak mengusik Pancasila.
Sementara itu, versi lain pembentukan Pemuda Pancasila diungkapkan oleh Spero Goni, yang mengeklaim sebagai pendiri dan ketua Pemuda Pancasila, dalam Sejarah Singkat Lahirnya Pemuda Pancasila (Jakarta: Yayasan Amal Pembangunan Pejuang Kemerdekaan Indonesia, 1993).
“Buku ini tidak didistribusikan –atau disahkan– oleh Pengurus Pusat Pemuda Pancasila,” tulis Loren Ryter dalam “Pemuda Pancasila: the Last Loyalist Free Men of Suharto’s Order?” Indonesia 66 (Oktober 1998).
Baca juga: Jaringan Preman Sisa Orde Baru
Spero Goni menyebutkan, sebagaimana dikutip Loren: “[28 Oktober 1959] adalah tanggal yang saya berikan kepada Bapak Yapto Soerjosoemarno SH, di Menado, sebagai tanggal lahir Pemuda Pancasila seperti sekarang telah menjadi sejarah ‘ulang tahun’ Pemuda Pancasila.”
“Anehnya, dorongan untuk membuat organisasi pemuda yang militan dan berbasis massa muncul dari kontes kecantikan,” tulis Loren.
Hal itu diceritakan oleh Phill M. Sulu dalam buku tersebut dan biografinya, Permesta dalam Romantika, Kemelut & Misteri. Pada Desember 1961, Phill dan Freddy Mongdong lari dari kamp Dinoyo, tempat rehabilitasi mantan pejuang Permesta, menuju rumah Spero Goni di Menteng Raya 60 Jakarta Pusat.
Baca juga: Preman Medan dari Zaman ke Zaman
Setibanya di Stasiun Gambir, mereka disambut poster-poster yang membakar semangat merebut Irian Barat. Namun, di tengah panasnya suhu politik itu, tampak sejumlah poster bertema glamor tentang akan diselenggarakannya pemilihan Ratu Peragawati Indonesia di Jakarta. Kegiatan ini mengundang reaksi pro dan kontra. Momentum penyelenggaraannya dianggap melawan arus.
“Sebab, dalam situasi negara berada dalam persiapan perang, tentu agak janggal ketika tampil festival keayuan wanita dalam berbusana, sementara kaum pria sibuk mempersiapkan busana yuda (perang),” kata Phill.
“Tapi bagiku,” lanjut Phill, “yang lebih mengejutkan adalah bahwa pemrakarsanya bernama Spero Goni, orang sekampungku dari Tomohon, yang cukup kukenal dekat. Lebih lagi, karena ia adalah paman dari Freddy Mongdong, rekan sepelarian dari Dinoyo.”
Baca juga: Lenggang Kontes di Tengah Protes
Acara pemilihan Ratu Peragawati Indonesia batal. Pemerintah kota Jakarta mencabut izin penyelenggaraan karena pagelaran itu dianggap tidak sesuai dengan situasi bangsa yang sedang berjuang merebut Irian Barat. "Setelah Sukarno secara terbuka mencela kontes tersebut dengan alasan tidak sesuai dengan karakter bangsa, Pemuda Rakyat (sayap pemuda PKI) di seluruh Jakarta merobohkan poster dan spanduk publisitas," tulis Loren.
Menurut Phill, untungnya Spero Goni tidak kehilangan akal. Untuk menepis tuduhan lawan politik, seakan markas Menteng Raya 60 hanya mampu menampilkan atraksi kaum selebritas, sebuah rencana disusun untuk membuktikan kemampuan lain menampilkan kekuatan pejuang.
Baca juga: Duel Preman Medan Zaman Perang Kemerdekaan
Spero Goni mengusulkan untuk membentuk organisasi pemuda yang siap dikirim ke Irian Barat. "Pada 4 Januari 1962, ia memimpin kelompok ke Markas Besar Front Nasional, di mana mereka menyerahkan surat dukungan kepada Trikora (Tri Komando Rakyat)," tulis Loren.
Spero Goni terilhami cerita Phill dan Freddy bahwa para bekas pejuang Permesta yang berada di kamp-kamp rehabilitasi di Jawa Timur dan sebagian di Jawa Tengah pada umumnya kecewa. Merekalah yang akan menjadi anggota organisasi pemuda ini.
“Setelah mendengar gagasan Spero Goni, kami pun sepakat,” kata Phill. Untuk lebih legal sesuai dengan sistem keormasan zaman itu, organisasi pemuda yang akan dibentuk harus bernaung di bawah salah satu partai politik yang sah. Karena pembentukannya berlangsung di Markas Besar Partai IPKI, organisasi pemuda yang akan dibentuk ini pun menginduk ke Partai IPKI.
“Di waktu itu, Partai IPKI sudah memiliki organisasi pemuda yang bernama Pemuda Patriotik,” kata Phill. Tetapi organisasi pemuda ini, baru berada di tingkat pusat. Konsolidasinya belum mapan, sehingga belum terorganisasi sampai ke tingkat wilayah dan basis di seluruh Indonesia.
“Setelah mempelajari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Partai IPKI, satu-satunya partai yang mencantumkan Pancasila sebagai ideologi partai, kami pun sepakat membentuk organisasi pemuda yang dinamakan Pemuda Pancasila,” kata Phill. “Secara kebetulan, nama pasukan kami di WK (Wehrkreise) III Brigade Pancasila. Pasukan kami menggunakan lambang kesatuan, berbentuk perisai Pancasila. Lambang ini pula yang menjadi kesepakatan kami, menjadi lambang Pemuda Pancasila. Pada waktu itu, yang menjadi Ketua Partai IPKI adalah Ibu Ratu Aminah Hidayat, istri dari Jenderal TNI Hidayat.”
Loren Ryter menyebut bahwa Ratu Aminah Hidayat, yang mengaku pengagum Sukarno, terpilih menjadi Ketua Umum IPKI dalam Kongres IPKI ketiga di Surabaya pada Juli 1961. Ia kemudian menempati kantor IPKI di Menteng Raya, Jakarta. Pengangkatannya tidak diterima oleh Soegirman, Ketua Umum IPKI sebelumnya, yang menganggap Ratu Aminah Hidayat dekat dengan Moskow karena posisinya di Komite Perdamaian Indonesia-Rusia. Soegirman kemudian mundur bersama kubunya ke kediaman pribadinya di Kebon Sirih, Jakarta.
“Kelompok Soegirman memiliki organisasi kepemudaan sendiri, Pemuda Patriotik, tetapi kronologi dan hubungannya dengan Pemuda Pancasila masih diperdebatkan,” tulis Loren.
Baca juga: Memahami "Preman" yang Diberantas Gajah Mada
Menurut Loren, semua versi sepakat bahwa Pemuda Pancasila pertama kali diresmikan sebagai onderbouw IPKI pada Kongres Surabaya, tetapi tidak ada kesepakatan tentang bagaimana Pemuda Pancasila muncul atau apa yang terjadi dengan Pemuda Patriotik.
Anggota kelompok Ratu Aminah Hidayat mengatakan bahwa sebelumnya ada sesuatu yang disebut Pemuda Patriotik, kemudian pada 1959 melebur menjadi Pemuda Pancasila, yang keberadaannya tidak diresmikan oleh IPKI sampai kongres tahun 1961. Sementara itu, para pendiri Pemuda Patriotik mengatakan bahwa mereka baru berkumpul pada 1960 atas permintaan A.H. Nasution, dan Pemuda Pancasila tidak pernah ada sebelum mereka menyetujui perubahan nama di Kongres Surabaya.
“Alasan yang disampaikan dalam kongres bahwa perubahan nama itu karena nama ‘Patriotik’ berbau komunisme,” tulis Loren.
Menurut Loren, Pemuda Patriotik terus mempertahankan eksistensinya yang terpisah, tidak pernah dalam praktiknya menyatu dengan Pemuda Pancasila di bawah orbit IPKI Ratu Aminah Hidayat, sampai setelah peristiwa 30 September 1965, ketika Jenderal TNI Soeharto menjadikan PKI sebagai musuh nasional bersama.
“Setelah September 1965, Pemuda Pancasila di Medan dan Aceh khususnya aktif dalam membantai orang-orang yang dicurigai komunis, bisa dibilang mengambil peran utama di Sumatra Utara,” tulis Loren.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar