Dari Kamp Interniran Hingga Ragunan
Lelaki berdarah Armenia-Jawa ini mengabdikan hidupnya untuk satwa.
Suatu malam, ketika hendak masuk kamar, Benjamin Galstaun dan istrinya, Henriette Esche, kaget. Kasur berantakan, dengan kapuk awut-awutan, dan di sana pula Nora, si macan kecil, membenamkan diri. Pasangan itu akhirnya menggelar tikar di lantai dan tidur bersama Nora. Lain lagi ulah Denta, si gajah kecil. Ingin meniru polah majikannya, ia mendudukki kursi rotan dan... jebol! Sementara Dora, seekor kera, memporakporandakan seluruh isi lemari dapur.
Ulah para binatang kecil itu tak membuat Galstaun kapok. Dia tetap membiarkan satwa-satwa kecil berkeliaran di rumah sebelum tumbuh besar dan dimasukkan ke kandang.
Galstaun adalah seorang ahli zoologi (ilmu hewan). Sejak 1938 dia bekerja di kebun binatang yang menempati areal seluas 10 hektar di lahan pemberian pelukis Raden Saleh di kawasan Cikini, Jakarta. Sementara istrinya seorang arsitek lanskap dan botanis.
Baca juga: Komunitas Armenia di Indonesia, Minoritas yang Punah
Sejak 1964 Galstaun menjabat direktur Kebun Binatang Cikini. Ketika kebun binatang itu akan dipindahkan ke kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Galstaun dibantu istrinya merancang sebuah kebun binatang yang menyatu dengan alam. Hasilnya: sebuah kebun binatang yang modern.
Pada 1977, Galstaun menerima Ramon Magsaysay Award untuk Layanan Pemerintah. Bagi para panitia, dikutip www.rmaf.org, “Galstaun adalah salah satu pelopor kebun binatang modern di Asia.”
Benjamin Galstaun lahir di Klakah, Jawa Timur, pada 30 April 1913. Dia anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Paulus Johanes Galstaun, orang Armenia, dan Djainah Mariam Rahardjo dari Jawa. ayahnya memiliki perkebunan seluas 3.500 hektar yang ditanami kopi, tembakau, dan nanas. Di lingkungan seperti inilah Benjamin Galstaun tumbuh.
Sejak kecil, dia sudah berkenalan dengan satwa liar. Dia mengamati fauna di perkebunan keluarga serta kebun binatang Surabaya di mana ayahnya memberikan dukungan. Minatnya pada zoologi tumbuh.
Selepas menyelesaikan pendidikan di HBS Surabaya, dia membantu mengurus perkebunan keluarga. Tapi pada akhirnya dia memutuskan mandiri. Dia bekerja di NV Carl Schlieper Handelsgesellschaft, sebuah firma dagang Jerman yang menjual peralatan untuk pabrik dan perkebunan tebu.
Menjelang pecah Perang Dunia II, Galstaun menjadi kapten artileri di Dutch Home Guard. Ketika pendudukan Jepang, dia ditawan dan dikirim ke Kamioka, dekat Toyama di pantai barat Pulau Honshu di Jepang, untuk menjalani kerja-paksa di tambang tembaga. Ketika Jepang kalah perang, dia dipindahkan ke Okinawa dan kemudian Manila, Filipina, di mana dia menghabiskan sembilan bulan untuk membantu U.S. Prisoners of War Administration dalam rehabilitasi dan repatriasi tawanan perang Australia, Amerika, Inggris, dan Belanda. Pada April 1946 dia dipulangkan ke Jakarta.
Begitu tiba di Jakarta dia bertemu dengan Henriette, putri seorang administratur sebuah onderneming di Cibadak. Keduanya punya minat yang sama pada flora dan fauna. Mereka juga menaruh keprihatinan atas nasib kebun binatang di Cikini, dan juga penghuninya, yang rusak karena perang.
Kebun binatang itu, mulanya bernama Planten-en Dierentuin (Tanaman dan Kebun Binatang), didirikan dan dikelola Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna yang tergabung dalam Vereniging Planten-en Dierentuin te Batavia pada 1864. Demi memulihkan kondisi kebun binatang, pada akhir 1946 Galstaun menerima penunjukan sebagai komisaris. Delapan tahun kemudian diangkat sebagai direktur Kebun Binatang Cikini, nama yang dipakai sejak 1949.
Baca juga: Dari Wiragunan Ke Ragunan
Tugas terberatnya adalah mendesain dan membangun kebun binatang baru di lahan seluas 30 hektar yang dhibahkan Pemerintah DKI Jakarta. Dia kadang jengkel dan kecewa ketika proses pembangunan berjalan tak semestinya. Tanpa ragu dia melaporkan mismanajemen dan korupsi kepada Gubernur Ali Sadikin. “Saya tidak takut dan tidak akan mundur karena saya membela kebenaran. Tidak peduli siapapun saya sikat,” ujarnya kepada Djaja, 2 Desember 1967.
Pada September 1964, bulan perayaan seratus tahun kebun binatang ini, Galstaun mengawasi eksodus lebih dari 450 mamalia, reptil dan burung ke lokasi baru yang diberi nama Taman Margasatwa tapi lebih dikenal sebagai Kebun Binatang Ragunan. Gubernur Ali Sadikin meresmikannya tahun 1966.
“Salah satu tujuan utama dari program kebun binatang kami adalah memberikan pengunjung sebanyak mungkin wawasan mengenai dunia alam selama mereka bersama kami,” ujar Galstaun dalam pidato penerimaan Ramon Magsaysay.
Benjamin Galstaun meninggal dunia pada 3 April 1989. Sebagai penghargaan atas jasanya, patungnya yang berukuran setengah dada berdiri tegak di tengah-tengah Kebun Binatang Ragunan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar