Nobel, Hadiah Atas Rasa Kemanusiaan
Ironi atas temuannya membuat Alfred Nobel mencurahkan kekayaannya untuk kemanusiaan.
Dalam wasiatnya, Alfred Nobel, penemu dinamit dan pengembang bahan peledak asal Swedia, berpesan agar sebagian besar kekayaannya dikelola untuk acara penghargaan tahunan yang bermanfaat bagi kemajuan dan perdamaian manusia.
“Harapan saya bahwa penghargaan diberikan dengan tidak mengindahkan kebangsaan para kandidat, tapi yang paling pantaslah yang berhak menerima penghargaan itu, terlepas dari apakah dia orang Skandinavia atau bukan,” tulis Nobel.
Alfred Bernhard Nobel lahir di Stockholm, Swedia, 21 Oktober 1833. Empat tahun kemudian keluarganya pindah ke Rusia di mana ayahnya mengelola pabrik di bidang peledakan dan perangkat militer. Nobel merintis karier sebagai kimiawan dengan belajar di Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat. Ketika aktivitas di pabrik ayahnya tersendat akibat Perang Krimea (1853-1856), dia kembali ke Swedia dan mengoperasikan laboratorium untuk eksperimen bahan peledak.
Baca juga: Kontroversi Peter Debye Menerima Nobel Kimia
Pada 1863, Nobel menemukan cara mengontrol daya ledak nitrogliserin, senyawa kimia untuk peledak yang saat itu belum dikembangkan para ilmuwan karena terlalu berbahaya. Meski begitu, nitrogliserin tetap berbahaya. Pada 1864, laboratorium Nobel meledak, melukai beberapa orang dan menewaskan lima orang termasuk adiknya, Emil Oskar Nobel.
Meski terpukul atas insiden tersebut, Nobel tak kapok bereksperimen. Alhasil, pada 1867, dia menciptakan dinamit (bahasa Yunani: dynamis, berarti tenaga). Patennnya didaftarkan di Inggris dan Amerika Serikat. Dinamit pun digunakan luas dan Nobel mendapat pundi-pundi dari temuannya.
“Rasa bersalah muncul seiring bertambahnya kekayaan Alfred. Peledak yang awalnya dia kembangkan untuk kepentingan konstruksi juga mentransformasi cara berperang, dan karenanya Alfred menemukan dirinya sebagai subjek yang kerap kali dibicarakan,” tulis J. Michael Bishop dalam How to Win the Nobel Prize: An Unexpected Life in Science.
Baca juga: Wangari Maathai Menerima Nobel Perdamaian
Pada 1888, sang kakak, Ludvig Nobel, wafat. Sebuah kesalahpahaman memicu beberapa koran menulis obituari yang justru ditujukan kepada Alfred. Sebuah koran Prancis menulis obituari berjudul “Le marchand de la mort est mort,” atau “Saudagar kematian akhirnya wafat.” Kesan dan perlakukan ironis itu menumbuhkan sikap pasifis dalam diri Nobel, meski dia sendiri selama hidupnya membuat 350 paten dan mengelola 90 pabrik senjata.
Setelah kematiannya di San Remo, Italia, pada 10 Desember 1896, sebagian besar kekayaannya dialokasikan untuk perayaan penghargaan Hadiah Nobel. Pada 29 Juni 1900 Nobel Foundation didirikan untuk mengelola finansial dan administrasi Hadiah Nobel.
Pada 10 Desember 1901, penyematan Hadiah Nobel pertama dilaksanakan. Wilhelm Conrad Rontgen meraih Hadiah Nobel bidang fisika atas penemuan sinar X-ray; Jacobus Henricus van’t Hoff di bidang kimia atas kontribusinya dalam kimia termodinamik; Emil Adolf von Behring di bidang medis atas temuannya dalam mengatasi penyakit difteria; Sully Prudhomme di bidang sastra atas karya puisi-puisinya; serta Henry Dunant dan Frederic Passy untuk bidang perdamaian atas jasanya menggalang persatuan manusia melalui gerakan palang merah (Red Cross) dan perserikatan antar-parlemen (Inter-Parliamentary Union).
Hadiah Nobel merupakan penghargaan prestisius dalam bidang keilmuan. Seremoninya dilaksanakan setiap 10 Desember, bertepatan dengan hari wafatnya Nobel. Sejak 2006, setiap pemenang Nobel mendapatkan hadiah sebesar US$1,4 juta dan medali emas.
“Hadiah Nobel adalah penghargaan tahunan pertama yang mengikutsertakan tidak hanya seni dan sains, namun juga politik dalam bentuk ‘perdamaian’. Hadiah Nobel adalah penghargaan internasional,” tulis Burton Feldman dalam The Nobel Prize: A History of Genius, Controversy, and Prestige. “Rasa internasionalisme Nobel mengizinkan untuk mengikutsertakan segala pencapaian yang ada; untuk menuai segala benih kemajuan dari semua negara di dunia.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar