Sukarno Mengunjungi Bali
Sukarno bertemu dengan pemuka Bali dan panglima Jepang yang mendukung Indonesia merdeka.
Pada suatu hari, Sukarno meminta Soeharto, dokter pribadinya, untuk bersiap karena sewaktu-waktu akan mengajaknya ke Bali. Jadwal penerbangannya belum ditentukan karena harus memilih waktu yang tepat untuk menghindari sergapan pesawat terbang Sekutu.
Ketika waktu keberangkatan ditetapkan, ternyata Sukarno didampingi Mohammad Hatta dan Ahmad Subardjo. Laksamana Tadashi Maeda, kepala Kaigun Bukanfu atau kantor penghubung Angkatan Laut Jepang di Jakarta, mengantarkan mereka sampai tangga pesawat.
“Maksud perjalanan ke Bali itu untuk menemui Laksamana Yaichiro Shibata, Panglima Kaigun (Angkatan Laut) Jepang yang membawahi Nusantara, kecuali Sumatra dan Jawa,” kata Soeharto dalam memoarnya, Saksi Sejarah.
Shibata sebenarnya bermarkas di Ujung Pandang. Karena kota itu menjadi sasaran pengeboman pesawat Sekutu, untuk sementara dia bermarkas di Singaraja.
Penerbangan ke Denpasar tidak mengalami gangguan. Setiba di sana, mereka naik mobil menuju penginapan di Kintamani.
Baca juga: Jasa Shibata untuk Indonesia
Sejarawan Geoffrey Robinson dalam Sisi Gelap Pulau Dewata: Sejarah Kekerasan Politik menyebutkan, pada pengujung Juni 1945, Sukarno, pemimpin kaum pejuang Republik Indonesia yang kelak menjadi presiden, diundang ke Bali untuk menghadiri rapat umum dan bertemu para pemimpin Bali.
“Sukarno mengunjungi Singaraja pada 24 dan 25 Juni 1945,” tulis Robinson. “Dalam catatan hariannya, raja Buleleng hanya merekam detail kunjungan ini.”
Sukarno diterima di kantor Karesidenan oleh tokoh-tokoh penting Jepang dan para pemuka Bali pada 24 Juni 1945.
Keesokan harinya, 25 Juni 1945 pukul 2.30 sore, Sukarno menghadiri pertemuan para pemuka Bali di gedung Sjukai (Dewan Karesidenan) di Singaraja. Pukul 5 sore, dia menyampaikan amanat dalam rapat umum di lapangan depan kantor polisi, dan malamnya bergabung dengan tamu-tamu terhormat menonton pertunjukan tari Bali.
“Sayangnya, raja [Buleleng] tidak mengatakan apa pun tentang isi pidato publik Sukarno,” tulis Robinson.
Soeharto menyebut bahwa maksud Sukarno ke Bali adalah bertemu Shibata. Pembicaraan mereka berlangsung di kediaman Shibata di Singaraja. Pembicaraan berlangsung beberapa kali dan Sukarno selalu didampingi Hatta dan Subardjo.
Subardjo memberi tahu Soeharto bahwa Shibata bersimpati pada perjuangan mewujudkan Indonesia merdeka, dan akan memberikan segala bantuan yang mungkin dapat dia berikan.
“Janji itu betul-betul dipenuhinya,” kata Soeharto. “Beberapa hari setelah Proklamasi kemerdekaan, Shibata yang pada waktu itu berada di Surabaya, menyerahkan banyak senjata kepada pemuda-pemuda kita.”
Setelah selesai urusan dengan Shibata, Sukarno mengunjungi sebuah pura, tempat ayahnya, R. Soekemi Sosrodihardjo, bertemu pertama kali dengan ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai pada 1890-an.
Sebagai pencinta seni, Sukarno kemudian mengunjungi rumah-rumah seniman di antaranya pelukis Jerman Walter Spies, yang terletak di sebuah lembah di tepi jalan yang menuju ke pesanggrahan Kintamani.
“Di rumah seniman itu pulalah saya baru tahu bahwa Pak Bardjo pun seorang seniman,” kata Soeharto. “Dia memainkan biola milik Walter Spies dan memperdengarkan sebuah serenade yang amat disenangi Bung Karno.”
Baca juga: Walter Spies dan Renaisans Bali
Tambahkan komentar
Belum ada komentar