Rochjani Soe'oed, Putra Betawi dalam Sumpah Pemuda
Berasal dari keluarga elite Betawi, Rochjani Soe'oed lebih dikenal sebagai tokoh nasional. Terlibat dalam Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda 1928. Perannya tak banyak terkuak.
KONGRES Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda 96 tahun silam mencatatkan tokoh-tokoh dari berbagai daerah Indonesia. Berbilang nama dari Sumatra dan Jawa, beberapa dari Sulawesi bahkan Maluku. Namun, jarang terdengar dari Betawi (kini Jakarta) yang menjadi tempat terselenggaranya Kongres Pemuda. Salah satu pemuda Betawi di kongres itu bernama Rochjani Soe'oed.
“Kita tidak banyak mengetahui bahwa ada orang Betawi, jadi panitia pula di kongresnya Sumpah Pemuda. Tokoh Betawi ini adalah Rochjani Soe'oed,” kata Eko Septian, kurator Museum Sumpah Pemuda dalam peluncuran buku M. Rochjani Soe'oed dari Betawi untuk Indonesia di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta Pusat, kemarin (28/10).
Menurut Eko, di internet hampir tidak ada informasi detail yang mencatat tentang siapa sosok Rochjani Soe'oed. Semasa hidupnya, Rochjani sempat memberikan kesaksiannya tentang peristiwa Sumpah Pemuda kepada tim pewawancara dari Museum Sumpah Pemuda. Namun, Rochjani tak bercerita banyak tentang siapa dirinya. Hingga wafat pada 22 Desember 1977, nama Rochjani Soe'oed begitu minim keterangannya dalam narasi sejarah. Bahkan, dalam direktori profil Database Orang Betawi setebal 1.191 halaman yang diterbitkan Dinas Komunikasi Informasi dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, nama Rochjani tidak diketemukan.
Baca juga: Benyamin Sueb Penyambung Lidah Orang Betawi
Jurnalis senior Lahyanto Nadie mereportase perjalanan sejarah Rochjani Soe'oed dalam buku biografi berjudul M. Rochjani Soe'oed dari Betawi untuk Indonesia. Dalam buku setebal 258 halaman ini, Lahyanto dibantu Zaenal Aripin mencari jejak Rochjani Soe'oed lewat penuturan keluarga, sejarawan, hingga peneliti, di samping studi literatur menyangkut nama Rochani Soe'oed. Hasilnya, selain biografi Rochjani Soe'oed, buku ini juga berbicara tentang kaum Betawi di masa pergerakan nasional, termasuk kultur yang mempengaruhinya.
“Banyak sekali sesuatu yang belum terungkap, terungkap dalam buku ini. Jadi ini amanah dari keluarga dan bagaimana supaya Betawi ditinggikan terus,” ujar Lahyanto.
Rochjani Soe'oed lahir di Kampung Bali, Tanah Abang, Batavia pada 1 November 1906. Karena berasal dari keluarga elite, Rochjani mendapat hak istimewa yang jarang bisa dinikmati oleh pribumi kebanyakan, yaitu pendidikan. Ayah Rochjani, Soe'id bin Soe'oed merupakan wedana Balaraja yang menjabat dari 1914-1924. Rochjani sendiri pada 1927 atau saat berusia 21 menyelesaikan pendidikan di Rechtschool (Sekolah Hukum) Batavia. Namanya tercatat sebagai generasi pertama orang Indonesia yang lulus sekolah tinggi hukum.
Menurut jurnalis Syamsuddin Ch. Haesy, Rochani Soe'oed lahir, hadir, dan mengalir dalam suatu proses panjang perjuangan pembebasan dan kemerdekaan bangsa serta kaumnya. Rochjani tumbuh bersentuhan dengan fase awal gelegak kesadaran kebangsaan yang menuntut keadilan dan kesetaraan. Sebagai anak pribumi yang berpendidikan sekolah Belanda, Rochjani tak bisa tidak berada di titik pertemuan arus pergaulan multidimensional.
“Selain Mohammad Husni Thamrin, hanya ada Rochjani Soe'oed yang menggambarkan kepada Indonesia dan kepada dunia intelegensia bahwa Betawi itu memiliki perjuangan intelegensia. Jadi kalau Pitung dan kawan-kawan itu main pukul menggunakan otot, maka tokoh kita ini menggunakan otak,” terang Syamsuddin.
Dalam panggung pergerakan, Rochjani terjun ke berbagai organisasi kepemudaan. Mulanya dia menjadi anggota organisasi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1921-1925. Rochjani kemudian aktif dalam Jong Islamieten Bond (Perkumpulan Pemuda Islam) hingga 1927. Setelahnya, Rochjani menjadi pengurus Pemoeda Kaoem Betawi.
Baca juga: Jong Indonesia Berdiri
Pada Kongres Pemuda II, Pemuda Kaum Betawi mengutus Rochjani Soe'oed dalam kepanitiaan sebagai Sekretaris Pembantu (selanjutnya disebut Pembantu) V. Kedudukan itu menempatkan Rochjani dalam struktur atas kepanitiaan kongres. Sebagai informasi, Pembantu I diemban oleh Johan Mahmud Tjaja dari Jong Islamieten Bond; Pembantu II R. Katja Soengkana dari Pemoeda Indonesia; Pembantu II R.C.L. Sendoek dari Jong Celebes; Pembantu IV Johannes Leimena dari Jong Ambon. Ketua Panitia Kongres Soegondo Djojopoespito dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI); Wakil Ketua R.M. Djoko Marsaid dari Jong Java, Sekretaris Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond; Bendahara Amir Sjarifuddin dari Jong Batak Bond.
Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda boleh jadi deklarasi lahirnya bangsa Indonesia yang diinisiasi oleh para pemuda dari berbagai organisasi pergerakan. Sebagai Pembantu V, Rochjani berperan dalam rangkaian kongres Sumpah Pemuda tersebut. Mulai dari mempersiapkan naskah Sumpah Pemuda, menyampaikan pidato dalam sidang, memimpin sidang, hingga menandatangani putusan kongres.
Menurut Syamsuddin, Rochjani diduga kuat berada di balik konsep Sumpah Pemuda. Dengan karakternya yang tidak suka menonjolkan diri, melekatkan imej konseptor pada diri Rochjani. Tipikal konseptor identik dengan seorang pemikir yang merenungkan sesuatu, kemudian merefleksikannya ke dalam teks dan sebagainya. Pendapat ini diungkap Syamsuddin mengacu pula pada profesi hakim yang digeluti oleh Rochjani.
“Seorang hakim bukan hanya memiliki suatu kepandaian untuk menyeimbangkan nalar, naluri, rasa, dan indria dia, akan tetapi juga menuangkan alasan-alasan yang kuat sebelum mengetukkan palu. Sehingga saya berkeyakinan sekali orang di balik naskah Sumpah Pemuda itu adalah Beliau,” imbuh Syam.
Setelah Sumpah Pemuda, Rochjani menekuni profesinya sebagai hakim. Dia cukup lama menjadi hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta (1933—1941). Di masa pendudukan Jepang, Rochjani bertugas di Jawa Timur sebagai hakim di Pengadilan Negeri Madiun. Setelah kemerdekaan Indonesia, Rochjani bertugas sebagai hakim Pengadilan Negeri Ponorogo. Paruh pertama 1950, Rochjani menjabat sebagai kepala Pengadilan Negeri Purwakarta. Pada akhir 1950, Rochjani menjadi hakim di Pengadilan Tentara Jakarta. Dia menjadi hakim sipil yang memimpin pengadilan tentara.
Pada periode 1950-an, nama Rochjani dikenal sebagai Hakim Rochjani. Menurut Eko, koran-koran sezaman banyak memberitakan tentang putusan-putusan Hakim Rochjani. Salah satunya gugatan yang diajukan Bung Tomo terhadap Presiden Sukarno yang membubarkan DPR, perkaranya diputuskan oleh hakim Rochjani.
Denny Roziano Soe'oed, cucu tertua Rochjani Soe'oed, mengenang sang kakek sebagai pribadi yang jujur dan sederhana. Dia juga menyatakan, sebagai hakim Rochjani Soe'oed tidak terlibat dalam politik praktis.
“Setelah Sumpah Pemuda tidak ada lagi jejaknya di dunia politik. Beliau lebih aktif dan terjun sebagai hakim. Perjalanan sebagai hakim ini yang lebih banyak kami serap dari cerita ayah kami. Jadi, kalau afiliasi politik tidak ada,” jelas Denny.
Menjelang pensiun, Rochjani menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta. Setelah pensiun, Rochjani termasuk salah satu inisiator dan pendiri Universitas Jakarta. Dia menjadi dosen ilmu hukum di universitas tersebut dan sempat menjabat wakil rektor.
Kehidupan Rochjani Soe'oed, menurut antropolog Universitas Indonesia Yasmine Zaki Shahab, membuka potensi penelitian lanjutan tentang etnis Betawi. Dari riwayat Rochjani Soe'oed, paling tidak bisa dipelajari kajian antropologi tentang potret kehidupan keluarga elite Betawi. Mulai dari etos hidup, sistem kekerabatan, busana, arsitektur rumah, pola rekreasi, hingga kuliner. Selain itu, dari jejak sejarah Rochjani Soe'oed bisa dilihat bagaimana elite Betawi berkiprah di bidang politik sejak zaman penjajahan Belanda.
“Dari riwayat hidup Rochjani Soe'oed, kita bisa mempelajari gaya hidup kelompok elite etnis Betawi. Tidak bisa diragukan bahwa Rochjani Soe'oed ini adalah salah satu perwakilan elite Betawi. Elite dalam arti pendidikan, pergaulan, profesi, dan pengalaman,” tandas Yasmine.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar