Tourney Negeri Jiran yang Dicontek FIFA
Piala Dunia U-17 FIFA faktanya terinspirasi dari sebuah turnamen usia muda di Singapura.
TAK ada rotan, akar pun jadi. Pemeo itu mungkin paling pas untuk menggambarkan kondisi persepakbolaan tanah air yang batal menjadi host Piala Dunia U-20 tahun ini. Setelah batal, pecinta bola tanah air bisa terobati dengan penetapan Presiden FIFA, Gianni Infantino, bahwa gelaran Piala Dunia U-17 yang mulanya akan dihelat di Peru digeser ke Indonesia.
Pengumuman itu disampaikan usai rapat dewan FIFA di Zurich, Swiss pada 23 Juni 2023, berbarengan dengan penentuan sejumlah kalender kompetisi FIFA lainnya. Meski Indonesia statusnya menggantikan Peru, jadwal Piala Dunia U-17 edisi ke-19 itu tak berubah, yakni digulirkan pada 10 November-2 Desember 2023.
“Dewan (FIFA) juga menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 FIFA 2023, Kolombia sebagai tuan rumah Piala Dunia Wanita U-20 FIFA 2024, Republik Dominika sebagai tuan rumah Piala Dunia Wanita U-17 FIFA 2024, dan Uzbekistan sebagai tuan rumah Piala Dunia Futsal 2024 FIFA. Kerangka waktu untuk kompetisi-kompetisi di atas akan dikonfirmasi lagi dalam waktu dekat,” kata FIFA di laman resminya, 23 Juni 2023.
PSSI maupun pemerintah Indonesia pun mulai bersiap. Sekira 22 stadion akan disiapkan sebagai calon venue, termasuk Jakarta Internasional Stadium (JIS) yang disebutkan akan lebih dulu direnovasi dan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), kendati SUGBK juga menghelat konser band Coldplay pada 15 November 2023.
“Kita coba nanti duduk bersama dengan PSSI membahas penyelenggaraan ini. Intinya kita semua menyambut baik dan antusias. Kita akan terus mencari solusi terbaik. Target kan 22 stadion di Indonesia itu bisa digunakan kapanpun dan di manapun. Untuk Jakarta International Stadium memang ada catatan dan itu terkait pintunya serta parkir. Bapak Presiden juga menginginkan JIS direnovasi sesuai standar,” kata Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo di laman Kemenpora, 28 Juni 2023.
Timnas Indonesia U-17 pun otomatis akan tampil sebagai satu dari 24 kontestannya. PSSI sudah menunjuk Bima Sakti Tukiman untuk mengarsiteki para punggawa muda “Tim Garuda”, yang pembentukan timnya akan dibantu pelatih timnas senior Shin Tae-yong dan pelatih timnas U-23 Indra Sjafri.
“Pada Juli dan Agustus kita akan seleksi pemain yang pantas masuk tim U-17. Setelah itu akan kita kirim ke luar negeri untuk menjalani pemusatan latihan sekaligus melakukan uji coba dengan negara-negara Eropa, Asia, Afrika. Tujuannya agar mereka tidak kaget kalau nanti melawan tim-tim tangguh,” ujar Ketum PSSI Erick Thohir di laman PSSI, 24 Juni 2023.
Seperti beberapa kompetisi kelompok umur lain, peserta Piala Dunia U-17 pun ditentukan dari hasil di masing-masing kompetisi regional. Lazimnya para semifinalis yang mewakili. Semisal di zona Asia, empat semifinalis Piala Asia U-17 yang akan tampil adalah Iran, Jepang, Korea Selatan, dan Uzbekistan.
Pengecualian untuk para kontestan dari zona Eropa yang diberi jatah lima peserta. Selain empat semifinalis Piala Eropa U-17 2023: Polandia, Jerman, Spanyol, dan Prancis; Inggris pun ikut lolos usai menyingkirkan Swiss di babak playoff kontestan perempatfinal terbaik.
Asia kemudian juga mendapat lima jatah selain empat semifinalis Piala Asia U-17, lantaran Indonesia jadi tuan rumah. Padahal menilik sejarahnya, Piala Dunia U-17 diracik FIFA dengan terinspirasi dari sebuah turnamen tahunan kelompok U-16 di Asia.
FIFA Menduplikasi Ide Singapura
Piala Dunia U-17 FIFA pertamakali digulirkan di China pada 1985. Saat itu turnamennya masih dilabeli Kejuraan Dunia U-16 FIFA. Edisi inagurasinya digelar pada 31 Juli-11 Agustus 1985 di tiga kota: Beijing, Shanghai, Tianjin, dan Dalian. Pesertanya, 16 tim dari enam zona konfederasi. Di edisi keempat yang dihelat di Italia tahun 1991, turnamen dua tahunan itu diubah jadi kelompok umur U-17.
FIFA meramu turnamen itu dengan “mencontek” turnamen serupa tapi tak sama yang diprakarsai FAS (federasi sepakbola Singapura) delapan tahun sebelum inagurasi Kejuraan Dunia U-16 FIFA. Induk sepakbola negeri jiran itu sudah menggulirkan turnamen U-16 bernama Lion City Cup sejak 1977.
Tourney itu merupakan salah satu buah pikiran Nadesan ‘Gani’ Ganesan, ketua FAS periode 1976-1982. Dalam membangun sepakbola “Negeri Singa”, Ganesan mengupayakan kompetisi kelompok usia yang rutin dan berjenjang, baik di level klub maupun tim nasional.
“Sebagai ketua FAS, Gani menyusun cetak biru ‘liga super’ Singapura yang diikuti 30 tim, di mana sebelumnya di liga nasional berjumlah sampai 118 tim. Gani berharap dengan jumlah tim yang lebih sedikit akan mendatangkan kans yang lebih besar bagi tim-tim itu dikelola lebih efisien. Ia juga berperan besar meluncurkan Lion City Cup untuk pemain berusia 16 tahun ke bawah pada 1977. Sebuah turnamen untuk mengasah bakat dan merupakan satu-satunya turnamen U-16 di dunia,” tulis Reynold Godwin Pereira dalam Uncle Choo: Singapore’s Greatest Football Coach.
Mengutip suratkabar The Straits Times, 10 November 1977, pada edisi perdananya (8-18 Desember 1977), Lion City Cup dihelat di dua venue: National Stadium dan Jalan Besar Stadium. Partisipannya hanya delapan tim dari dua negara tetangga, Singapura dan Malaysia, yang terbagi dalam dua grup. Timnas Singapura U-16 sendiri tampil dengan dua skuad: Timnas Singapura A di Grup A bersama tim (negara bagian) Penang, Perak, dan Johor. Sementara Timnas Singapura B berjibaku di Grup B bersama Kelantan, Selangor, dan Pahang.
Turnamen perdana itu dimenangkan Timnas Singapura U-16 A usai menenaklukkan Tim Pahang U-16 di partai final dengan skor 5-0. Penentu kemenangannya adalah Fandi Ahmad yang kemudian jadi legenda hidup sepakbola Singapura.
Syahdan untuk edisi kedua pada 1978, Ganesan ingin Lion City Cup naik level jadi turnamen berlabel regional. Beberapa tim lain di ASEAN coba diundang meski kemudian hanya Indonesia dan Brunei Darussalam yang berkenan mengirim timnya di Lion City Cup pada kurun 1-14 Desember 1978. Turnamen edisi kedua itu lagi-lagi dimenangkan tuan rumah, yakni Timnas Singapura U-16 A, yang melesakkan tiga gol tanpa balas ke gawang Selangor U-16 di partai final.
Kesuksesan penyelenggaraan itu membuat FAS kian percaya diri. Di sela pertemuan para anggota AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) di Bangkok, Thailand, Ganesan yang merangkap jabatan sebagai wakil presiden AFC melobi Jerman Barat, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Thailand, Irak, Kuwait, dan Indonesia untuk tampil di Lion City Cup edisi ketiga tahun 1979.
“Mereka sepenuhnya sepakat bahwa turnamen ini sangat diperlukan bagi kita semua karena menjadi basis untuk tim internasional kelompok umur masing-masing negara. Walau tentunya kami, FAS, tidak menyediakan akomodasinya,” kata Ganesan, dikutip The Straits Times, 25 Desember 1978.
Baca juga: Roman Sepakbola Negeri Jiran
Hasilnya, kontestannya pun bertambah signifikan. Selain Indonesia dan Malaysia, turnamen itu turut diikuti timnas U-16 Australia, Irak, Bahrain, Korea Selatan, India, Arab Saudi, dan Hong Kong. Timnas Irak U-16 keluar sebagai juaranya usai menundukkan Australia tiga gol tanpa balas di laga final.
Namun di balik kegemilangan FAS sebagai pemrakarsa, AFC disebutkan hendak mengambilalih turnamennya pada 1979. Pihak AFC menginginkan turnamen itu bisa berada di bawah naungannya agar bisa digelar bergantian di negara-negara anggotanya.
“Mungkin langkah (upaya pengambilalihan) ini akan menyakiti Sungapura yang memprakarsai kompetisinya. Tetapi jika ada sebuah proyek yang berpengaruh pada sebuah masyarakat –dalam hal ini Asia, sudah semestinya jadi proyek yang dikerjasamakan. Yang saya bayangkan adalah merotasi (tuan rumah) kompetisi itu antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dengan mengundang semua anggota AFC. Di bawah payung AFC, turnamen itu akan lebih prestis dan Singapura tetap diakui sebagai pemrakarsanya,” ujar Dr. M.A. Rais, anggota komite teknis dan pembangunan AFC kepada The Straits Times, 27 Oktober 1979.
FAS jelas menolak. Setelah dilakukan sejumlah lobi, AFC pun urung mengambilalih. Hingga edisi terakhirnya pada 2015, turnamennya tetap dipegang FAS.
FIFA sendiri juga mulai menaruh perhatian pada turnamen itu sejak 1981. Medio September 1981, Sekretaris Jenderal FIFA Sepp Blatter memantau langsung Lion City Cup. Sebulan berselang, Presiden FIFA João Havelange bertemu langsung dengan petinggi FAS untuk menyampaikan apresiasinya.
“FIFA yang terkesan dengan manfaat kompetisi dan organisasinya, mengirimkan Joe (Joseph) Blatter untuk mempelajari detail-detail turnamennya. Blatter kemudian meyakinkan komite teknis FIFA bahwa Lion City Cup adalah metode terbaik untuk mengembangkan sepakbola usia muda dan FIFA memutuskan untuk menggelar turnamen kejuaraan dunia U-16,” tulis The Straits Times, 11 Desember 1985.
FIFA akhirnya menggelar debut turnamennya di China pada akhir 1985. Turnamennya diikuti 16 tim yang diikuti jawara dan runner-up masing-masing kompetisi regional. Nigeria secara mengejutkan keluar sebagai kampiunnya usai menekuk Jerman Barat, 2-0, di final.
Sayangnya usai “dicontek” FIFA, prestis Lion City Cup berangsur-angsur menukik. Hampir semua mata tertuju pada kejuaraan baru yang diduplikasi FIFA itu. Hingga gelaran terakhirnya pada 2015, turnamen itu lebih sering diikuti peserta level klub U-16.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar