Bobotoh, Suporter Militan yang Patut Dicontoh
Lahir dari watak luhur urang Sunda, Bobotoh beda dari fans yang fanatik buta.
SORE itu, hawa di sekitar Stadion Persib di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 252 masih sejuk meski Bandung sudah tak lagi musim hujan. Tiga pria paruh baya asyik bercakap-cakap di depan pintu utama stadion yang pada 1930-an merupakan milik klub Sidolig (Sport in de Openlucht is Gezond) itu.
Iwan, Soni, dan Budi, ketiga pria paruh baya itu, merupakan anggota Bobotoh, suporter loyal Persib Bandung, sejak 1980-an. “Ya katakanlah kita sudah kepala lima (usia 50-an). Kita mah dari zaman masih SMP-lah sudah sering nonton Persib. Ya kita simpatisan, pendukung di mana pun Persib main. Ya dari 1980-an udah sering dukung dan sering jadi bolos sekolah, hahaha...,” kata Iwan berkelakar pada Historia.
Soni tak jauh beda. Dia mengaku jadi Bobotoh juga sejak muda. Fanatismenya terhadap Persib kian menjadi setelah jadi menantu mantan kiper Persib Yusuf Hasan. “Ya kadang saya mengoordinasikan bawa pendukung dari tingkat RT, RW, kecamatan. Ya saya membawa nama bapak (mertua) untuk galang dukungan, ajak mereka nonton,” kata Soni menimpali.
Di depan Stadion Persib itu, menurut Budi, dulu sering jadi titik kumpul para Bobotoh jika hendak mendukung Persib bertanding ke luar kota. “Dulu Bobotoh itu massa-nya start dari sini. Ya bisa dibilang sekretariatnya di sini. Pembagian tiket juga di sini,” sahut Budi.
Soal militansi, Bobotoh tak kalah dari Bonek (fans Persebaya). “Kalau main di luar kota, kita naik kereta itu di atas (gerbong). Tidak sedikit yang saya dengar kena kecelakaan. Ada yang kena kabel listriknya, ada yang sampai jatuh dari atas gerbong,” kata Iwan. “Dapat atau enggak dapat tiket, dulu saya harus tetap nonton. Pas masih SMP, saya panjat pohon di stadion (Siliwangi) karena enggak punya tiket. Sampai digebukin, disentrum tentara, disuruh turun,” Soni menimpali.
Persib sudah jadi harga mati untuk Bobotoh. “Persib nu Aing!” sebutannya sekarang.
Militan tanpa Tawuran
Betapapun militannya Bobotoh, tak satupun dari ketiga anggota Bobotoh tadi yang punya pengalaman tawuran dengan suporter tim lain. Karena, menurut anggota Bobotoh yang juga peneliti hukum olahraga Eko Noer Kristiyanto, “Bobotoh lahir dari kecintaan masyarakat Jawa Barat (tidak hanya Kota Bandung) terhadap Persib sejak 1930-an.”
Bobotoh lahir dari istilah bahasa Sunda yang artinya mendukung sesuatu yang baik atau positif. “Jadi kata-kata Bobotoh sebenarnya relevan juga diterapkan (menyebut pendukung) di olahraga lain, seperti basket, bulutangkis. Bahkan, juga di musik atau kompetisi cerdas cermat, misalnya. Ya orang Sunda bilangnya mau ngabobotoh tim ini, tim itu,” lanjut pegawai Kementerian Hukum dan HAM RI itu kepada Historia.
Istilah Bobotoh untuk mengartikan suporter setia Persib sudah eksis ketika Persib juara Perserikatan 1937. Di final yang dimainkan di Stadion Sriwedari Solo, 16 Mei, Persib menang 1-0 atas tuan rumah Persis Solo.
“Ketika Persib pulang, mereka disambut banyak pendukung dalam acara penyambutan di Stadion Persib. Mungkin enggak seheboh kemarin (juara ISL 2014 dan Piala Presiden 2015). Tapi ya jumlahnya sudah cukup banyak juga ketika itu. Walau hujan turun pun, mereka tetap di sana. Acaranya simple, hanya syukuran dan makan-makan di antara mereka,” imbuh Eko.
Yang mesti ditekankan, kata Eko, Bobotoh bukanlah sebuah organisasi pendukung. Oleh karena itu, anggota Bobotoh tak pernah diketahui jumlah pastinya. Pun sekretariat resmi atau kostum, Bobotoh tak pernah punya. Ia tumbuh beriringan dengan alunan cinta masyarakat Bandung kepada Persib.
Bobotoh & pengamat hukum olahraga Eko Noer Kristiyanto (Foto: Randy Wirayudha/Historia)
Kecintaan itu membuat mereka pernah menyesaki Stadion Utama Senayan (kini Gelora Bung Karno) pada final Perserikatan, 23 Februari 1985. “Dulu pas terjadi rekor penonton di Senayan (kini Stadion Gelora Bung Karno), pelakunya kan juga Bobotoh. Sampai 150 ribu orang dan membludak sampai ke pinggir lapangan,” tambahnya.
Meski begitu, Bobotoh tak sok jagoan. Jumlah besar ditambah kekalahan Persib 2-3 dari PSMS tak sedikit pun memancing emosi mereka untuk ricuh. “Alhamdulillah enggak ada ribut-ribut dengan (suporter) PSMS. Paling saya kegencet-gencet aja di tribun itu saking sesaknya. Sepulangnya aman, walau saya sempat nyasar waktu keluar stadion untuk cari bus yang bawa kita dari Bandung ke Jakarta,” tutup Soni yang turut datang mendukung Persib di Senayan kala itu.
Baca juga:
Gaung Maung di Pentas Sejarah
Riwayat Bandung Raya dari Kota Kembang ke Pulau Garam
Persija dari Masa ke Masa
Persija dan PSMS Berbagi Trofi Juara
Tambahkan komentar
Belum ada komentar